Islam dan Hari Lahir Pancasila

Sankyu


Oleh : Ahmad Basori, Pemerhati Sosial Politik

Ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila oleh Jokowi yang disematkan dari pidato Soekarno di sidang Dokuritsu Junbi Cosokai (BPUPK) telah membuat persepsi bahwa Pancasila dibuat dan dimulai dari Soekarno. 

Padahal dalam sidang BPUPK itu bukan hanya Soekarno yang menyampaikan gagasan dan pendapatnya, ada tokoh lain seperti Moh Yamin dan Soepomo. Hal ini menurut Dr. Refli Harun telah mendeskreditkan peran tokoh-tokoh bangsa lainnya yang memiliki sumbangsih gagasan  dalam kelahiran Pancasila.

Dalam sidang BPUPK Soekarno menyampaikan rumusan Philosofiche gronsdlagnya, yaitu pertama Kebangsaan Indonesia, kedua Internasionalisme atau perikemanusiaan, ketiga mufakat atau demokrasi, keempat kesejahteraan sosial dan yang kelima ke-Tuhanan yang berkebudayaan. rumusan ini semula Soekarno menamakannya panca dharma lalu atas saran Yamin lebih tepat dengan istilah Pancasila. 

Rumusan Pancasila Soekarno itu belum sampai pada adanya putusan, masih terus berlangsung dialektika dan adu gagasan mengenai rumusan Pancasila. 

Dalam perdebatan selanjutnya terbentuklah PPKI yang diketuai oleh Soekarno kemudian dibentuk panitia kecil yang beranggotakan 9 orang yaitu Soekarno, Moh.Hatta, A.A Maramis, Abikusno, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasyim dan Moh Yamin. 

Panitia kecil ini berhasil membuat rumusan yang kemudian dinamakan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 dengan rumusan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Rumusan Piagam Jakarta inilah yang hampir seluruhnya sama dengan kalimat yang berlaku sekarang ini kecuali penggantian tujuh kata diganti dengan tiga kata yaitu rumusan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam rumusan teks Piagam Jakarta ini sangat kuat nuansa Islamnya baik dari kosa kata yang digunakan maupun dari cara pandangnya (world view). 

Dari kosa kata saja banyak didominasi kata-kata serapan yang berasal dari Bahasa Arab seperti adil, musyawarah, wakil, hikmah, adab (Adian Husaini : 2018). Berbeda dengan rumusan Soekarno yang banyak didominasi diluar Bahasa Arab seperti Demokrasi, kebudayaan, Internasionalisme dan kesejahteraan. 

Dalam penggunaan kosa kata ini sangat penting karena hal ini mencerminkan cara pandang seseorang terhadap sesuatu apapun yang ditafsirkannya. 

Contohnya sebelum Islam datang pengagungan seseorang kepada yang lebih tinggi ada pada alam, sehingga orang tua menamakan anaknya dikaitkan dengan nama-nama binatang seperti gajah mada, walang keke, walang sungsang. 

Islam datang penamaan orang tua kepada anaknya tidak lagi dikaitkan dengan alam tetapi kepada Tuhannya seperti Abdurrahman, Abdurrahim, Muhammad dll. 

Sekda ramadhan

Perubahan kosa kata yang dilakukan oleh penyebar agama Islam bukan hanya menggantikan kosa katanya tetapi telah merubah makna dan pola pikirnya.

Rumusan Piagam Jakarta juga sangat kuat nuansa Islamnya dilihat dari cara pandangnya (word view). Sebagai contoh mensifati tuhan dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu mengikuti petunjuk apa yang di dalam Al-Quran. Tuhan diberikan sifat Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Pemberi Rezeki, Maha Adil. Tidak dapat diterima jika tidak menggunakan cara pandang ini seperti yang dirumuskan Soekarno Ketuhanan yang Berkebudayaan, rumusan itu tentunya bukan cara pandang Islam.

Sedangkan Kemanusiaan dalam sila kedua tidak berdiri sendiri sebagaimana rumusan Soekarno tetapi tetap disifati dengan adil dan beradab. Kerakyatan pun disifati dengan hikmah dan kebijaksanaan. 

Selanjutnya sila-sila yang lain pun begitu sesuai dengan cara pandang Islam dan tidak ada yang bertentangan dengannya. 

Rumusan Pancasila yang bernuansa Islam ini tidak lepas dari peran anggota panitia kecil, dilihat dari latar belakang pendidikannya mereka memiliki pemahaman keislaman yang sangat baik. Sebut saja Abikoesno yang merupakan adik kandung dari Tjokroaminoto adalah figur yang dibesarkan dalam lingkungan Sarekat Islam yang memiliki pandangan Islam ideologis yang kuat. 

Selain Abikoesno tiga yang lainnya, H. Agus Salim, Kahar Muzakkir dan Wahid Hasyim adalah ulama yang intelektualnya terbentuk di Indonesia, Makkah dan Kairo. H. Agus salim lama bermukim di Makkah, bekerja pada konsul Belanda dan belajar agama pada Khatib Minangkabawi (Syahrul Efendi : 2015).
Pancasila Milik Bersama

Pancasila sebagai gentleman agreement yang ditandai oleh pengorbanan umat Islam demi persatuan bangsanya dengan penghapusan tujuh kata di dalam piagam Jakarta  tidak serta merta menjadikan negara Indonesia sebagai negara sekuler.

Karena menurut Wahid Hasyim sebagai anggota panitia sembilan, penghapusan itu sama sekali tidak mengubah dasar negara dalam konteks monoteismenya, sebagai landasan bernegara dan berbangsa. 

Hal ini diperkuat oleh Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16 Rabiulawwal 1404 H/21 Desember 1983 yang memberikan pandangan umat Islam terhadap Pancasila. 

Pertama sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menjiwai yang lain. Mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. 

Kedua, bagi Nahdhatul Ulama (NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia. 

Ketiga penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. (Lihat, pengantar KH. A. Mustofa Bisri berjudul “Pancasila Kembali” untuk buku as’ad said ali, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Bangsa, Jakarta:LP3es,2009)

Pemahaman umat Islam terhadap pancasila tidak otomotis diberikan gelar sebagai kelompok anti-pancasila. Karena pemahaman umat Islam terhadap Pancasila tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 itu sendiri. 

Silahkan kelompok lain memahami pancasila menurut pemahamannya masing-masing yang terpenting adalah keragamaan pandangan itu perlu diakomodasikan dan didialogkan agar pancasila dapat menyatukan dalam kapal besar bersama yang bernama NKRI. (***)

Honda