FAKTA BANYEN – Entah siapa yang kini sedang menggoreng kasus Century. Kasus yang memang teramat seksi untuk digoreng. Terlebih, saat ini merupakan moment penting mendekati ajang suksesi, pilpres 2019.
Namun, siapa pun yang menggoreng dan siapa pun yang digoreng, kasus yang muncul di era rezim SBY ini memang wajib hukumnya dituntaskan.
Pasalnya, ditengarai melibatkan ‘gajah-gajah bergading panjang’, yang sejak 2008 bersembunyi di hutan kekuasaan. Mereka sepertinya tak tersentuh oleh KPK sekali pun.
Kali ini, setelah Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan sebagian gugatan LSM Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terhadap penanganan kasus Century di KPK, diharapkan mampu menyeret keluar gajah-gajah itu.
Apalagi, secara tegas dalam putusannya, hakim memerintahkan KPK melanjutkan penyidikan Century dan menetapkan tersangka baru.
Humas PN Jaksel, Achmad Guntur menyatakan, hakim Effendi Mukhtar telah memerintahkan kepada penyidik KPK untuk melanjutkan proses hukum kasus Century.
“Memerintahkan kepada termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tidak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka,” demikian bunyi putusan hakim praperadilan Effendi Mukhtar seperti disampaikan pejabat Humas PN Jaksel, Achmad Guntur di kantornya, Selasa (10/4/2018).
Bahkan, dalam amar putusannya, hakim juga memerintahkan kepada KPK untuk segera menetapkan status tersangka kepada sejumlah orang yang terlibat skandal Bank Century sebagamana disebutkan dalam dakwaan eks Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya.
Apalagi, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada Budi Mulya.
Hakim menilai, Budi Mulya terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 689,894 miliar, karena telah memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan sebesar 6,762 triliun dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Karena tindakannya itulah, hakim mengganjar Budi dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan.
Bahkan hukuman Budi pun ditambah menjadi 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Jadikan Boediono Tersangka
Jelas, bahwa perintah hakim praperadilan PN Jaksel kepada KPK adalah melakukan penyidikan lanjutan atas kasus skandal Bank Century. Dan, hakim juga memerintahkan KPK untuk menetapkan tersangka baru.
Siapa tersangka yang dimaksud hakim? Tidak lain adalah mantan pejabat Bank Indonesia (BI), termasuk mantan Gubernur BI Boediono.
“Dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya) atau melimpahkannnya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” kata hakim Effendi.
Memang, dalam surat dakwaan yang tekait pemberian FPJP ke Bank Century, selain Budi Mulya, jaksa juga mendakwa Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom (Deputi Gubernur Senior BI), Siti Chalimah Fadjrijah (DG Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah), Alm Budi Rochadi (DG Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan) dan Robert Tantular, serta Hermanus Hasan Muslim.
Sedangkan dakwaan yang terkait dengan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, jaksa mendakwa Budi Mulya bersama Muliaman Harmansyah Hadad (DG Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan), Hariadi Agus Sarwono (DG Bidang Kebijakan Moneter), dan Ardhayadi Mitroatmodjo (DG Bidang Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI), serta Raden Padede (Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK).
Jaksa mendakwa Budi Mulya secara bersama-sama menyetujui analisis, yang seolah-olah Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, yakni dengan memasukan aspek psikologi pasar atau masyarakat. Padahal berdasarkan parameter kuantitatif dan ukuran, Bank Century tidak berdampak sistemik.
Putusan Praperadilan Aneh
Atas putusan praperadila tersebut, Mahkamah Agung (MA) menilai, seluruh proses peradilan kasus Bank Century di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah sesuai prosedur.
Namun, ada putusan di luar kewenangan praperadilan, yakni munculnya amar putusan yang berisi perintah agar KPK menetapkan tersangka baru.
“Fakta hukumnya, sejauh ini proses praperadilan tidak ada penyimpangan. Namun soal amar putusan (perintah kepada KPK menetapkan tersangka baru) baru pertama kali terjadi,” ujar Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, Rabu (11/4/2018). (detik.com)
Karena itulah, Abdullah mempersilahkan publik untuk mengkritisi amar putusan tersebut. “Silakan teman-teman pertanyakan ke para ahli karena ini putusan memang baru pertama,” kata Abdullah.
Bahkan, Abdullah juga mempersilakan Komisi Yudisial (KY) untuk menyelidiki, ada apa dengan putusan praperadilan tersebut. Tertama dari sisi kode etik dan perilaku hakim.
Lebih lanjut Abdullah menjelaskan putusan berupa perintah agar menetapkan tersangka, tidak ada dalam objek praperadilan. Pasalnya, wewenang praperadilan dan beberapa perluasannya sudah jelas diatur di KUHAP dan ada dalam putusan MK.
“Soal putusan yang baru (perintah hakim praperailan) itu, tidak termasuk dalam aturan dimaksud” jelas Abdullah.
Meski demikian, perintah hakim kepada KPK agar menetapkan tersangka Boediono dan lain-lain (sesuai dakwaan Budi Mulya) patut dihormati. Sebab, sesuai UU juga, putusan adalah bagian dari kewenangan hakim.
Benang Merahnya Jelas
Menganalisa penilaian Abdullah, tampaknya memang ada ‘sesuatu’ di balik putusan hakim praperadilan tersebut. Apalagi Abdullah telah membuka jalan kepada publik dan KY untuk meneliksik putusan tersebut.
Bahkan, seperti tanpa beban, Abdullah juga menyinggung soal kode etik dan perilaku hakim.
Dalam hal ini, tentu saja tidaklah berlebihan jika disebut bahwa kasus Bank Century ini mulai dijadikan senjata bagi pihak tertentu untuk kepentingan tertentu pula.
Bukan tidak mungkin, bidikan utamanya adalah SBY dan keluarganya. Sebab, sejak kasus ini terkuak, nama SBY kerapkali dibawa-bawa. Namun, karena SBY menjadi penguasa saat itu, persoalan itu pun berhasil diredam.
Dugaan keterlibatan SBY dan Boediono terungkap ketika uang dari talangan Bank Century tersebut hilang. Diduga, uang itu dipakai untuk kampanye Partai Demokrat di Pemilu 2009 untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono sebagai calon incumbent.
Untuk mengungkap dugaan tersebut, bahkan DPR membentuk Pansus Bank Century. Namun karena merasa tidak bersalah, Partai Demokrat pun mendukung dibuatnya Pansus Bank Century di DPR. (merdeka.com, 24 November 2015).
Bahkan, Boediono pun sempat menuding LPS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas membengkaknya bailout Rp632 Miliar menjadi Rp6,7 triliun. Karena itulah, secara otomatis menyeret SBY dalam perkara ini. Sebab, sesuai UU, LPS bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
“Yang menjadi pertanyaan, kenapa baru sekarang Boediono menembak presiden dan ingin menyeret presiden dalam pusaran skandal Century? Padahal sejak awal, kesan adanya skandal yang melibatkan petinggi-petinggi BI sulit dihindari, karena pencairan dana yang begitu besar bukan dengan pola transfer, melainkan penyerahan secara tunai,” kata anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, yang juga anggota Timwas Century DPR kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/2/14) malam. (kanalsatu.com, Sabtu, 22 Februari 2014).
Penembak Incar Cawapres Jokowi
Jika tembakan kasus Century ini benar-benar diarahkan ke SBY, maka bisa diduga bahwa penembaknya adalah pihak yang bernafsu ingin masuk menjadi wapres Jokowi.
Jika diurut, siapa saja pihak yang bernafsu menjadi cawapresnya Jokowi, selain AHY, muncul nama Muhaimin Iskandar, Puan Maharani, Hary Tanoesudibyo, Mahfud MD.
Namun, tentu saja, pihak yang mampu menjadikan kasus besar ini sebagai sandera politik, bukanlah kadal, bukan juga kambing gimbal, apalagi kuda liar, tapi sesuatu yang besar dan punya kemampuan serta kekuasaan. (*/Kabarjitu.com)