IKM Porang Pandeglang Enggan Disebut Binaan DKPP, Ini Alasannya
PANDEGLANG – Kelompok Industri Kecil Menengah (IKM) Porang Kabupaten Pandeglang mengaku enggan kalau pihaknya disebut sebagai petani Porang binaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pandeglang.
Pasalnya sampai detik ini dari Dinas belum ada kontribusinya terhadap para petani Porang di Kabupaten Pandeglang.
Nanang Lesmana salah satu ketua kelompok Industri Kecil dan Menengah (IKM) Porang yang dibentuk oleh Dinas Koperasi Usaha Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUMPP) merasa geram dengan Dinas Pertanian yang meminta data luasan tanaman umbi porang di setiap Kecamatan oleh Penyuluh Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang
Nanang mengungkapkan, dia disuruh mengisi formulir luasan lahan dan potensi paben oleh penyuluh, pada form formulir terdapat tulisan petani porang binaan Dinas Pertanian.
“Ya jelas kami tidak terima karena kami menanam porang dari mulai benih, pupuk, mulsa dan sebagainya itu dari organisasi kami, yakni Perkumpulan Pembudidaya Porang, Pangan dan Rempah Indonesia (P3RI) bukan dari Dinas atau Pemerintah,” ungkap Nanang, Sabtu, (20/5/2023).
Ia menjelaskan sampai saat ini dirinya tidak memberikan data itu, lanjut Nanang, dia mengatakan kalau mau data tanya aja pada Ketua P3RI.
“Karena semua kebun porang sekira 90% di sini milik organisasi, kami hanya petani penggarap tidak mempunyai kewenangan, untuk penjualan dan panen pun itu menjadi kewenangan ketua, kalau ada perintah dari ketua gali ya gali kalau tidak ada perintah ketua kami tidak,” imbuhnya.
Sementara itu Sekertaris DPP P3RI Rachman Chaerul Farid, menjelaskan bahwa kebun milik Asosiasi kurang lebih 340 hektar yang tersebar di seluruh kabupaten Pandeglang dengan sistem kerjasama bagi hasil, dengan pembagian 50% untuk asosiasi, 40% petani penggarap, 5% sarana ibadah dan 5% untuk dana sosial dan operasional.
“Pada intinya kami berkebun itu biayanya mandiri dari P3RI malah sampai pengurusan dokumen pun yang membiayai itu adalah P3RI, bahkan untuk tanah pun kebanyakan milik asosiasi, para petani sebatas penggarap,” pungkasnya. (*/Gus)