Begini Tanggapan Politisi Gerindra, Dilantiknya Dua Kerabat Dimyati
PANDEGLANG – Munculnya nama dua kerabat Ahmad Dimyati Natakusuma dalam rotasi promosi dan mutasi (PMR) sejumlah pejabat eselon II,III dan IV yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada waktu lalu, ternyata mendapat banyak sorotan dari banyak kalangan. Salah satunya Wakil Ketua DPC Partai Gerindra, Bayu Kusuma, angkat bicara soal rancuhnya mutasi, rotasi dan promosi yang dilakukan Pemkab Pandeglang, Rabu (30/8) pekan lalu, memunculkan salah satu nama saudara dekat Bupati Pandeglang, untuk menjabat sebagai pimpinan di salah satu instansi Pemkab Pandeglang, sehingga memunculkan beragam pendapat, terkait kompetensinya.
“Mutasi, rotasi dan promosi jabatan dilingkungan Pemkab Pandeglang. Secara pribadi saya sangat setuju, kalau memang mutasi itu menjadi suatu kebutuhan yang sifatnya urgen. Tapi bila mutasi itu hanya untuk memuluskan karir seseorang, apa lagi karir saudara, kelompok atau golongan tertentu saja, sehingga karir profesional yang lain menjadi terhambat, ini yang memang harus disikapi semua kalangan,” tegas Bayu Kusuma, Senin (4/9/2017).
Politisi Gerindra ini pun, menjelaskan aturan-aturan Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun aturan terkait pelaksanaan mutasi, rotasi dan promosi jabatan seorang ASN, diakuinya sudah sangat jelas aturannya. Baik itu tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, BAB VII Paragraf 4, Pasal 76, maupun Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi RI No. 13 Tahun 2014 Tentang Tatacara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka Dilingkungan Instansi Pemerintah.
“Sudah jelas aturannya, tinggal cermati saja dari aturan yang ada itu. Seperti halnya UU No. 23 Tahun 2014, disitu dijelaskan, bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dilarang membuat keputusan yang secara khusus, memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Itu baru satu poin aturan yang menerangkan dari UU tersebut,” tegas Bayu.
Ditambahkannya, selain UU maupun Permen PAN RB, juga adanya Surat Edaran Men PAN RB No. 16 Tahun 2002 Tentang Tatacara Pengisian Jabatan Struktural yang Lowong Secara Terbuka Dilingkungan Instansi Pemerintah. Belum lagi UU yang lebih khusus tentang ASN, yakni UU RI No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, semua itu jelas mengatur tentang mutasi, rotasi maupun promosi seorang ASN menjadi pejabat di Instansi Pemerintahan.
“Penempatan para pejabat dilingkungan Instansi Pemerintah, jelas harus mengacu pada Sistem ‘Meritokrasi,’ atau melarang melakukan diskriminasi, praktek perekrutan yang melanggar sistem Merit, upaya melakukan pembalasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilindungi, dan pelanggaran terhadap berbagai peraturan yang berdasarkan prinsip-prinsip sistem merit. Sehingga penempatan pejabat tersebut, sesuai dengan kompetensinya, bukan atas dasar balas jasa, keluarga, atau dinasti politik, ini pun jelas tertuang dalam aturan-aturan tadi,” ungkapnya.
Diperjelas Bayu, bahwa program sistem promosi ASN secara terbuka, dilakukan melalui pengisian jabatan yang lowong secara kompetitif, dengan didasarkan pada Sistem Merit. Sehingga pelaksanaan promosi jabatan, didasarkan pada kebijakan dan Manajemen ASN, yang dilakukan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, dengan tanpa membedakan latar
belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, maupun kondisi kecacatan.
“Sistem Merit, atau Meritokrasi tersebut, adalah suatu bentuk sistem politik, yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan, yang dapat dipakai untuk menentukan suatu jabatan tertentu. Atau jika dalam dunia kerja, Meritokrasi juga dikenal sebagai sebuah penghargaan yang diberikan pada pekerja, yang disesuaikan dengan keahlian, maupun prestasinya. Bukan atas dasar balas jasa, atau keluarga terdekat,” tutupnya. (*)