Pembangunan Villa Mewah di Pulau Tunda, Masyarakat Asli Dilarang Mencari Ikan

Hut bhayangkara

 

SERANG – Pembangunan villa mewah di Pulau Tunda, Kabupaten Serang menuai pembatasan terhadap masyarakat asli Pulau tunda yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.

Hal tersebut terjadi terhadap seorang warga Pulau Tunda bernama Rosyid Ridho (Ocid) saat ingin mencari ikan saat malam hari.

“Mayoritas nelayan itu kan 80% itu adalah mata pencarian perikanan, perikanan tangkap, diantaranya itu ada yang menjaring, ada yang mancing cumi, ada yang menangkap ikan dengan snorkeling di malam hari dengan senapan lokal,” ucap Rosyid saat ditemui Fakta Banten, Selasa (19/9/2023).

“Pada tanggal 30 Agustus pada saat itu kami biasa pada malam hari menembak ikan, dimalam hari jam 11 malam kami nyantai dan kamipun dilarang menembak ikan secara manual dari pelabuhan Marina ke dermaga kayu yang mereka bangun,” tambahnya.

Ironisnya, masyarakat Pulau tunda yang biasa mengusir nelayan dari luar Pulau tunda terutama nelayan yang berasal dari Pulau Seribu dan Pulau Tidung yang mencari ikan di wilayahnya.

Namun kini masyarakat pulau tunda merasa terusir dengan adanya pembangunan villa mewah yang ada di Pulau Tunda.

“Setengah tahun yang lalu kami biasa mengusir nelayan dari luar, khususnya dari pulau Tidung dan pulau seribu, karena mereka rombongan 8 orang, 10 orang dan mengambil semua biota di sana. Karena berdasarkan otonomi daerah kami asli Pulau kami mempertahankan itu dan kami usir mereka,” lanjut Ocid

Loading...

“Masalahnya sekarang kami diusir dengan cina, itu yang buat saya sakit hati, itu terjadi di kampung saya di Pulau Tunda dengan beralaskan investor yang kedua biota laut yang ada di sana,” tambahnya.

Lanjut, Ocid sangat menyangkan dengan adanya investor di Pulau Tunda, menurutny masyarakat lokal merasa sudah terbatasi khususnya dalam mencari mata pencaharian sebagai nelayan.

“Sampai saat ini belum ada salah satu dari diantara mereka (investor-red) baik dari petinggi ataupun pengembang dan tokoh yang di sana bertemu dengan saya secara langsung. Sesungguhnya saya menginginkan klarifikasi dengan dasar apa pelarangan tersebut,” ujar Ocid.

Saat ditanya mengenai apa nama pengembang perusahaan di Pulau Tunda, dirinya mengaku tidak tahu, tetapi dilarang untuk mengambil ikan.

DPRD Pandeglang

Lanjut, Ocid menurutnya pembangunan villa mewah di barat daya Pulau tunda tidak ramah lingkungan dan menyebabkan kerusakan laut.

“Sedangkan kerusakan laut yang disana begitu parah juga yang terjadi mereka mengendam dari Tanjungan barat dari villa barat daya, dari dermaga kayu dengan dermaga Marina, itu mereka mengendam dengan menggunakan batu-batu laut,” ujarnya.

“Dan juga dengan villa yang begitu mewahnya dia bangun dengan menggunakan pasir yang ada di pesisir, itu kan merusak lingkungan juga yang terjadi. Dengan pembangunan dermaga di barat daya dengan Marina yang begitu besar, kayu, dan di Tanjungan bohong begitu dan berapa ratus kubik batu yang mereka bongkahan disitu dan terjadilah degradasi khususnya lingkungan, yang Seharusnya mereka membangun disitu harus menggunakan batu-batu dari luar bukan batu-batu dari Pulau Tunda,” tambahnya.

Sekarang sudah membangun villa yang begitu mewah dengan fasilitas kolam renangnya di barat daya Pulau tunda, di Tanjungan bohong dia membuat villa dari kayu dan kolam renangnya, dan alat berat seperti excavator dan dump truk ada berapa biji.

“Mereka nonstop 24 jam menggunakan listrik dan setiap sudut dibangunan tersebut ada CCTV yang tidak mudah kita masuk ke dalam,” pungkasnya. (*/Fachrul)

Ks rc
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien