SERANG – Dalam rangka menyambut malam Nuzulul Qur’an, anggota DPR RI dari Dapil Banten, Desmond J Mahesa, mengundang Guru Bangsa yang merupakan sahabat dan seniornya di era pergolakan reformasi yakni Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun untuk mengisi acara yang bertemakan Ngaji Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng.
Acara berlangsung di Kediaman Desmon di Kompleks Depag, Cipocok, Kota Serang, Rabu (6/6/2018) malam.
Tampak hadir beberapa para kasepuhan Ulama Banten dalam acara yang dihadiri oleh ribuan jama’ah atau masyarakat Banten tersebut. Diantaranya Abuya Muhtadi, KH Fathul ‘Adzim, Martin Syarkowi dan sebagainya.
Dalam sambutannnya selaku tuan rumah, Desmon J Mahesa, dalam acara ini ingin mengajak masyarakat Banten untuk bersilaturahmi dan menyerap ilmu dari tokoh nasional sekaligus Guru Bangsa Cak Nun. Bahkan Desmon menegaskan kalau acara ini bukanlah agenda politik partainya.
“Acara keagamaan ini dalam rangka silaturahmi semoga bermanfaat bagi masyarakat Banten. Malam ini adalah kita ngaji bareng dengan Cak Nun dan Kyai Kanjeng. Silahkan ikut berdialog bertanya dalam interaksi. Dan kita sahur bersama. Inilah aspirasi saya sebagai wakil rakyat. Ini bukan forum partai Gerindra disini forum masyarakat Banten,” tegas Ketua DPD Partai Gerindra Banten ini.
Sementara itu, Cak Nun banyak memaparkan soal ibadah puasa dan Al-Qur’an secara substansial. Dimana Cak Nun diawal Ngaji Bareng terlebih dahulu membeberkan tentang tema acara, yang perlahan mengajak para jama’ah untuk meluruskan pikiran dan mengidentifikasi mana Qoth’i dan Dzon’i dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
“Al-Qur’an itu Qoth’i sementara tafsirnya itu Dzon’i. Makanya sering saya katakan di Maiyah untuk Mentadabburi Al-Qur’an, ketimbang meributkan soal kebenaran tafsir masing-masing, kalau tadabbur kan rujukannya asal output hidup kita menjadi lebih baik,” paparnya.
Lebih lanjut Cak Nun memaparkan, soal tema ini acara secara tawadhu’ dan demokratis kepada para jama’ah dan para tokoh Banten yang hadir.
“Berapa banyak orang yang ribut soal Dhon-dzon ini yang aslinya adalah prasangka. Ada yang Qoth’i tapi pada aplikasinya Dzon’i, itulah yang saya tawarkan pada tema malam ini. Jadi yang bersama kita malam ini adalah marji’ul ilmi. Rujukan-rujukan kita untuk menanyakan kepastian ilmu yang akan kita bicarakan. Disini ada para tokoh Banten yang bisa menjadi masyayi’ul akhlaq yang menjadi panutan, merupakan wacana utama Pancer ilmu yang lebih luas. dimana Indonesia hanya sebagian kecil dari ilmu manusia yang ada di indonesia, kita tidak mengabdi pada Indonesia kita mengabdi pada Tuhan, dalam tugas skala Indonesia. Jangan keliru spektreumnya,” papar Cak Nun, yang secara serius disimak oleh para ribuan jama’ah yang hadir.
Selain itu, masih banyak dan lebih luas lagi paparan yang disampaikan oleh Cak Nun dalam konteks Agama dan negara. Diantaranya soal perdebatan Islam dan Pancasilais, padahal di dalam Pancasila ada 7 kata yang diambil dari Al-Qur’an dan Islam.
Para jama’ah pun sangat antusias untuk bertanya, beberapa penanya tersebut diantaranya dari Cilegon, Serang, Pandeglang, Serang, Tangerang dan Solo.
Berbeda dengan acara pengajian pada umumnya, Cak Nun lebih berjalan dua arah sehingga acara Ngaji Bareng tampak lebih hidup, tidak kaku dan interaktif. Bahkan acara tampak cair dengan kehadiran musik Islami yang dibawakan oleh Kyai Kanjeng dan dinyanyikan bersama-sama dengan jama’ah.
Dan hebatnya lagi, grup musik Kyai Kanjeng dengan beberapa alat musik tradisional seperti Gamelan, Saron, Bonang yang dipadu dengan alat musik modern ini mampu mengelaborasi lagu Barat seperti Maroon Five dengan lagu daerah Gundul Pacul, yang membuat para hadirin berdecak kagum.
Dan wajar, bila hingga pukul 00.00 WIB acara ini dijadwalkan selesai, ribuan jama’ah masih tampak setia tidak meninggalkan tempatnya duduk. Bahkan meminta acara terus dilanjutkan, dan karena panitia seperti tidak sanggup, acara ini diakhiri hingga pukul 01.00 lebih.
Tentu berbeda dengan forum pengajian lainnya, dimana para jama’ah yang ngantuk di tengah acara ada saja yang pulang lebih awal sebelum selesai. (*/Ilung)