Cari Solusi Ekonomi Negara, PB HMI Gelar Symposium Nasional

KPU Cilegon Coblos

JAKARTA – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menggelar acara Symposium Nasional yang menghadirkan 50 ekonom lintas generasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Ketua Bidang Ekonomi Pembangunan Nasional PB HMI, Hadi Rusmanto mengatakan, kegiatan Symposium adalah untuk membahas persoalan perekonomian bangsa Indonesia yang terjadi saat ini, acara tersebut sekaligus menjadi momentum untuk mengevaluasi kinerja pemerintah selama empat tahun Jokowi-JK dalam memimpin bangsa.

Acara tersebut menghadirkan praktisi ekonomi, akademisi, teknokrat ekonomi, serta mahasiswa.

“Kami menyayangkan ketidakhadirannya dari pihak pemerintah yang kami undang dalam hal ini kementrian keuangan dan kementrian koordinator bidang perekonomian, kami ingin membantu pemerintah untuk mencari solusi dari permasalahan yang tengah dihadapi pemerintah dalam bidang ekonomi, karena permasalahan ekonomi harus kita pecahkan bersama-sama dan saling berbenah di semua sektor,” ungkap Hadi, Senin (22/10/2018).

Menurutnya, selama empat tahun Jokowi-JK memimpin tentu banyak catatan-catatan dan kritikan dalam kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi yang diklaim 5,27% tetapi daya beli masyarakat masih lemah, artinya antara pertumbuhan ekonomi yang diklaim dan daya beli tidak seimbang, karena tujuan ekonomi tumbuh untuk kesejahteraan rakyat.

“Apalagi rupiah tidak bisa membendung dolar terus meroket, rupiah tembus lebih Rp. 15.000/ Dolar, hal ini semakin mendorong naiknya harga barang khususnya produk yang menggunakan bahan baku di peroleh dari impor, bahan baku impor itu semua dibeli menggunakan dolar, jadi semua itu otomatis ke biaya produksi naik semua tentu akan tambah menekan daya beli masyarakat,” katanya.

Selain itu Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno mengungkapkan, yang juga menjadi salah satu pembicara mengungkapkan, pemerintah perlu memperbaiki masalah struktural kebijakan pemerintah, kenaikan dolar memang sebagian dipengaruhi faktor dari luar, tapi harus diingat juga ada faktor internal yang mempengaruhi, ada masalah dalam struktur Ekspor-impor kita.

“Ekspor kita masih buruk, lambatnya perkembangan penetrasi pasar ekspor ke negara-negara luar, Indonesia memiliki sedikit perjanjian perdagangan internasional yang dapat membuka akses pasar, ini menjadi PR buat pemerintah,” ungkap Eddy.

“Pemerintah harus segera mengatasi struktur ekspor–impor kita, agar kita bisa melindungi potensi ekonomi bangsa kita, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Karena kemajuan suatu negara diukur dari kemajuan ekonomi di negara tersebut, pemerintah harus mempunyai skala prioritas dalam menangani perekonomian bangsa ini,” terangnya.

Selain itu Forum masyarakat ekonomi Syariah Mega Oktaviani menambahkan, Indonesia merupakan negara muslim yang besar, harusnya pemerintah dapat menjadikan peluang untuk meningkatkan ekonomi bangsa ini, karena hari ini yang berkembang di Indonesia masih industri syariah yang hanya masih fokus di sektor keuangan saja, pemerintah harus memperkuat sektor ril, sektor barang dan jasa berbasis syariah untuk menunjang ekonomi syariah di Indonesia agar daya beli meningkat.

“Indonesia saat ini hanya masih menjadi konsumen saja, padahal pengeluaran muslim di dunia mencapai 12% dan ini diprediksi akan terus meningkat, harusnya pengelolaan ekonomi syariah dilakukan secara terpadu agar hasil yang optimal, menangkap peluang dengan 85% penduduk Indonesia muslim,” tutupnya. (*/Asep-Tolet)

[socialpoll id=”2521136″]

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien