Gerindra

Waduh, Laut Tangerang yang Dipagari Bambu Ternyata Berstatus HGB

 

TANGERANG – Jagat media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan kabar bahwa lahan seluas 30 kilometer di laut Tangerang, Banten, telah dipagari bambu secara misterius dan disertifikasi dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).

Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang proses sertifikasi tersebut.

Kompas.com melakukan investigasi melalui aplikasi BHUMI milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di alamat www.bhumi.atrbpn.go.id.

Hasilnya, ditemukan bahwa kavling-kavling di wilayah tersebut telah berstatus pecah sertifikat HGB.

HUT Gerindra Atas

Luas total area yang telah disertifikasi mencapai lebih dari 537,5 hektar atau setara dengan 5.375.000 meter persegi.

Luas tiap kavling bervariasi, mulai dari 3.458 meter persegi hingga yang terbesar mencapai 60.387 meter persegi.

Pengamat perkotaan Elisa Sutanujaya mengungkapkan bahwa total luas area tersebut cukup besar untuk membangun kota mandiri baru, bukan sekadar perumahan.

“Ini sudah masuk level kota mandiri baru. Hal ini jelas memunculkan kejanggalan,” ujarnya kepada Kompas.com pada Minggu (19/1/2025).

Menurut Elisa, terdapat indikasi bahwa pihak-pihak tertentu memanfaatkan celah hukum dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2024, yang mengubah regulasi sebelumnya tentang tata cara penetapan tanah musnah.

Gerindra tengah

“Kronologinya berbeda dibandingkan dengan proses reklamasi Pulau C dan D yang terjadi pada 2017. Kali ini, sertifikasi pecah dilakukan lebih dulu sebelum perizinan diterbitkan, yang menimbulkan banyak pertanyaan,” jelas Elisa.

Elisa juga menyoroti ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat. Ribuan warga di berbagai daerah pesisir seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Demak, dan Semarang masih kesulitan mendapatkan sertifikat lahan meski telah bertahun-tahun mengajukan reforma agraria.

“Hal ini sungguh menyakitkan, mengingat luas tanah yang didaftarkan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) tidak mencapai 25 persen dari luas kavling laut HGB di Tangerang,” tambahnya.

Menanggapi kehebohan ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, memberikan penjelasan bahwa aplikasi BHUMI merupakan platform berbasis partisipasi masyarakat.

Validitas data di aplikasi ini harus dicek langsung ke kantor pertanahan terkait.

“Peta pada aplikasi BHUMI bukan peta real-time. Masyarakat dapat memperbarui data, termasuk menambahkan tanah dan bangunan mereka sendiri,” jelas Harison.

Harison juga menambahkan bahwa beberapa wilayah sepanjang 30 kilometer laut Tangerang telah berubah menjadi daratan, sehingga memungkinkan untuk dilakukan proses sertifikasi.

Maka, kasus pagar bambu di laut Tangerang dan status HGB yang menyertainya mengundang tanda tanya besar.

Proses sertifikasi yang mendahului perizinan, serta ketimpangan dalam distribusi lahan untuk reforma agraria, menjadi isu yang memerlukan perhatian serius.

Ke depan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lahan harus menjadi prioritas demi memastikan keadilan bagi seluruh masyarakat. (*/Kompas)

 

KPU Pandeglang Penetapan Pemenang Pilkada
Gerindra bawah berita
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien