Dzikir Mulud di Ponpes Madarijul Ulum Waringinkurung, dari Malam Hingga Subuh

CILEGON – Biasanya acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal Muludan dilaksanakan dari pagi hingga siang hari. Berbeda dengan perayaan di Pesantren Madarijul Ulum yang melaksanakan Dzikir Mulud sebagai acara utama dilaksanakan pada tengah malam hingga subuh.
Pesantren salafi yang berada Kampung Bubul, Desa Kemuning, Waringinkurung, Kabupaten Serang ini, melaksanakan peringatan Maulid Nabi berlangsung sejak Sabtu Malam setelah shalat Magrib hingga Minggu siang, 17 Desember 2017.
Pengasuh Pondok Pesantren Madarijul Ulum, Ustadz Ahmad Haironi mengatakan, peringatan Maulid Nabi dimulai dengan shalat Magrib bersama dan dilanjutkan dengan Hadarah dan Marhabanan yang diikuti oleh seluruh santri dan undangan dari pengajian majelis taklim dari sekitar Lingkungan Pesantren.
“Ini peringatan atas suka cita para santri yang mengumpulkan iuran dengan suka rela. Sederhana, tapi semoga barokah,” kata Ustadz Ahmad yang mengasuh sekitar 50 santri.
Selesai Marhabanan, acara inti yang biasa dilaksanakan Maulid Nabi di wilayah Banten, adalah Dzikir Mulud. Pelaksananya mengundang ahli Dzikir Mulud dari luar pesantren. Dzikir Mulud pun dilaksanakan sejak pukul 22.00 WIB hingga menjelang shalat Subuh.
“Saat ini kami baru bisa mengundang ahli dzikir mulud dari luar. Semoga kedepannya, kita akan mempelajari dzikir mulud sehingga santri pun bisa mengikutinya. Maklum saja, pesantren kami masih kecil dan seumur jagung,” kata Ustadz Ahmad.
Para santri juga membuat 3 Panjang Mulud dengan hiasan khasnya. Panjang Mulud dikeluarkan pada Minggu pagi bersama peringatan Maulid Nabi di Kampung Bubul.
“Kita juga akan mengikuti arak-arakan seperti biasanya. Kita hanya mampu membuat panjang mulud sederhana,” kata Ustadz Ahmad.
Perlu diketahui, Pondok Pesantren Salafi Madarijul Ulum di Kampung Bubul ini masih terbilang baru dan merupakan cabang dari Pelamunan. Infrastruktur tempat belajar saja dibangun oleh swadaya masyarakat Kampung Bubul. Puluhan santri yang menuntut ilmu tidak dipungut biaya atau gratis. Mereka tinggal dengan membuat rumah-rumah panggung dari kayu yang disebut Kobong. (*/Rama)