Presiden Jokowi, Fazlur Rahman, Fahri Hamzah, dan PT 20 %

BI Banten Belanja Nataru

*) Oleh: Delianur

KETIKA pagi tadi membaca berita hasil dan proses pengesahan RUU Pemilu oleh sidang paripurna DPR RI, setidaknya ada tiga orang di kepala saya yang akan dan sedang mengalami kesulitan dengan pengesahan RUU ini.

Pertama adalah Fazlur Rahman. Aktivis politik yang sekarang menjabat sebagai Komisaris BUMN sebagai reward atas konstribusinya pada Pilpres lalu, tidak akan lagi bisa menjadi Calon Presiden Independen. Karena siapa saja yang mau jadi Presiden, harus mendapat dukungan 20-25% partai.

Kedua adalah Presiden Joko Widodo. Bila pada kampanye lalu Presiden bisa dengan gagah mengatakan tidak akan bagi-bagi jabatan kalau terpilih jadi Presiden karena tidak memiliki deal apa-apa dengan partai, meski faktanya tidak terpenuhi, maka pada Pilpres yang akan datang Presiden tidak bisa lagi berkata gagah seperti itu.

Meskipun Joko Widodo adalah Presiden, tapi untuk maju menjadi Capres 2019, dia harus deal terlebih dahulu dengan partai-partai yang ada. Dan semuanya mafhum, tidak ada makan siang yang gratis apalagi dalam politik. Bila pada Pilpres 2014 saja berjanji tidak akan membagi-bagikan jabatan karena merasa tidak mempunyai deal apapun dengan partai pendukung, apalagi Pilpres 2019. Presiden Joko Widodo tidak akan pernah bisa menjadi Capres kalau tidak melakukan deal politik dengan 20-25% partai.

Pijat Refleksi

Karenanya, dalam banyak hal saya juga aneh. Kenapa para fans Presiden diam saja mendengar RUU ini diputuskan. Apakah mereka tidak sadar kalau RUU ini punya potensi besar menjegal idola mereka menjadi Capres lagi? Benar bahwa pengusung RUU ini partai-partai pendukung pemerintah, tapi bukankah politik kita itu cair dan partai-partai terlalu oportunis. Sekarang mendukung, bulan depan bisa menikam. Bahkan bisa jadi RUU ini sebetulnya menguntungkan buat Prabowo. Setidaknya Prabowo sudah punya partai sendiri dan mempunyai koalisi yang sangat ideologis sampai saat ini : PKS

Ketiga adalah Fahri Hamzah. Menurut saya, inilah politisi yang sangat berjasa atas pengesahan RUU Pemilu usulan pemerintah ini. Betul, orang yang sering mengeluarkan kata-kata tidak enak terhadap Presiden serta KPK serta orang yang juga sering dibully dan diejek oleh para die hard Presiden.

Secara positioning politik, Fahri secara jelas mengatakan bila dia tidak setuju dengan PT 20-25% yang diusulkan Presiden. Tetapi sebagai pimpinan DPR, Fahri tetap duduk tidak ikut Walk Out bersama teman-temannya yang menentang usulan pemerintah. Tentunya ini pilihan yang sulit.

Setidaknya akan ada dua hal bila Fahri ikut Walk Out bersama PKS, Gerindra, PAN dan Demokrat. Secara moral, putusan politik ini akan dipertanyakan. Karena diketok palu oleh Ketua DPR yang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Secara legal, maka sidang akan deadloack. Karena sidang paripurna hanya bisa disahkan oleh minimal dua pimpinan DPR. Tidak bisa oleh seorang Setya Novanto saja. RUU Pemilu usulan Presiden, telah diselamatkan dan diloloskan oleh orang yang sering dibully fans Presiden. (*)

*) Penulis adalah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII)

PJ Gubernur Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien