Hilangkan Potensi Radikal, PII Sarankan Pemerintah Gandeng Organisasi Pelajar
JAKARTA — Sekretaris Jenderal Pelajar Islam Indonesia (PII) Aris Darussalam menyarankan pemerintah untuk menghilangkan potensi radikal yang menjual nama agama. Menurutnya, pemerintah sebaiknya menggandeng organsiasi mahasiswa dan pelajar, sehingga potensi radikalisme bisa dicegah sejak bangku sekolah.
“Dengan semangat kolaborasi demi menjaga keutuhan generasi penerus bangsa, maka pemerintah dalam melakukan deradikalisasi harus menggandeng pihak terkait, salah satunya organisasi-organisasi ekstra mahasiswa ataupun pelajar,” ujarnya kepada rilis.id, Kamis (1/3/2018).
Dia menilai, senjata ampuh menghilangkan potensi radikalisme apalagi paham terorisme, yakni melalui pendidikan deradikalisasi. Hal ini dalam rangka semangat kolaborasi demi menjaga keutuhan generasi penerus bangsa
Caranya, kata Aris, bisa melalui pendidikan nonformal yang di selenggarakan langsung oleh pemerintah atau pun bekerja sama dengan organisasi pelajar yang ada.
“Tujuan utamanya ialah membentuk kelompok pelajar berpemikiran moderat dan cinta damai, kelompok pelajar yang telah dididik ini lah, lalu dibina secara masif sampai mereka siap terjun ke lapangan untuk menjadi agent of peace di kalangannya sendiri dengan tugas utama menyebarkan bibit-bibit perdamaian pada kawan sebayanya, sehingga tercipta lah suatu iklim pembinaan yang terus berkesinambungan dari masa ke masa,” tukas dia.
Seperti diwartakan sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menilai munculnya radikalisme disebabkan beberapa faktor. Menurutnya, lunturnya pemahaman kebangsaan, lemahnya kemampuan berpikir kritis, serta penyalahgunaan teknologi informasi, menjadi penyebab munculnya radikalisme di lingkungan kampus.
“Hal yang harus dilakukan demi menciptakan mahasiswa berkarakter unggul adalah penguatan tri dharma perguruan tinggi, bagaimana manajemen mengelola mahasiswa dan perguruan tinggi, ini harus kita lakukan bersama-sama” kata Nasir.
Kemenristekdikti hingga saat ini tengah melakukan survei radikalisme dan wawasan kebangsaan pada pelajar dan mahasiswa. Penelitian ini dilakukan bersama LIPI, Perguruan Tinggi dan peneliti-peneliti ilmu sosial.
“Surveinya belum selesai, namun hingga Mei 2017 pernyataan untuk siap berjihad demi tegaknya khilafah pada kelompok mahasiswa mencapai 23,4 persen dan pada pelajar 23 persen” tuturnya.
Angka tersebut merupakan sinyal yang harus disikapi semua pihak, baik Pemerintah, Perguruan Tinggi, sekolah, orang tua maupun masyarakat umum. Mereka harus sadar mengenai pentingnya menumbuhkan kembali rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air. Karena, imbuh Nasir, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945 dan Pancasila sudah final.
Nasir menyebut, sejak awal 2017 Kemenristekdikti telah menggelorakan semangat anti radikalisme, terorisme dan menanamkan kembali wawasan kebangsaan di lingkungan kampus. Hal ini ditandai dengan Deklarasi Anti Radikalisme dan Terorisme di seluruh PT di Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
“Puncaknya adalah Deklarasi Anti Radikalisme dan Terorisme yang dihadiri Presiden Joko Widodo bersama seluruh Pimpinan Perguruan Tinggi se Indonesia pada tanggal 26 September 2017 di Bali,” pungkasnya (*/Rilis.id)