Refleksi Harba PII Ke-74 : PII Wadah Pengembangan Potensi Pelajar

Dprd

Penulis: Muhammad Shaifullah (Kader PII)

Tidak terasa PII telah memasuki usia ke 74 tahun semenjak didirikan 4 Mei 1947. Pertanyaan yang muncul setelah melewati fase yang panjang tersebut, apa yang telah PII hasilkan, untuk umat Islam dan Bangsa Indonesia. Banyak jawaban yang bermunculan, tapi secara umum jawabannya ialah PII telah mampu melahirkan tokoh-tokoh cendikiawan, ulama, dan pemimpin- pemimpin di negara ini.

Pertanyaan lanjutan yang muncul adalah, seberapa banyak dari tokoh-tokoh tersebut yang murni dilahirkan dari proses Kaderisasi PII? Beberapa Tokoh-tokoh PII yang sering kita dengar seperti JK Mantan Wapres 2 periode, Muhadjir Efendi Menko PMK era Jokowi, Mahfudh MD Menkopolhukam, Yusril Ihza Mahendra Ahli hukum tata negara Mantan mensesneg, Syofyan Djalil Mentri setiap Presiden di Indonesia, dan tokoh-tokoh PII baik tingkat nasional maupun lokal lainnya. Jawabannya dikembalikan kepada kita masing-masing. Sebagian besar dari mereka hanya mengikuti salah satu proses Kaderisasi di PII yaitu Training pengkaderan dasar saja. Lalu kemana mereka yang berproses sampai tingkat struktur Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, dan bagaimana dengan kader yang sudah menyelesai training tertinggi?

Hal ini haruslah menjadi renungan kita bersama, sejauh mana kontribusi PII dalam menyiapkan kader-kadernya untuk mampu sampai ke puncak tertinggi dalam kehidupannya. Atau PII tidak punya kemampuan melahirkan tokoh-tokoh hanya dari rahim PII saja?, atau PII butuh lembaga lain untuk mematangkan kadernya? Atau selama ini kita tidak pernah memikirkan hal tersebut.

Kita telah melewati berbagai zaman sehingga sampai pada usia sekarang. Mulai dari masa Agresi Militer I dan II dilanjutkan dengan Masa orde lama, orde baru dan sekarang masa reformasi. Berbagai tantangan masing-masing masa sudah ia lewati dengan baik tantangan akan melawan Belanda, PKI serta rezim penguasa orba yang menuntutnya harus berjuang di bawah tanah. Saya pikir dengan usia sepanjang itu dan pengalaman sebanyak itu PII harus lah mampu menjawab pertanyan sederhana di atas.

Sankyu rsud mtq

Ada semacam pameo di PII Kader-kader yang terbaik akan pergi sesuai dengan pilihan masing-masing dan yang tertinggal hanya bagi mereka yang tidak memiliki pilihan. Menurut saya ada benarnya juga, dan ada pula yang kurang pas dari pameo di atas. yang benar kita melihat sendiri realitas yang ada di PII kader terbaik yang dihasilkan di training PII akan menyebar ke berbagai lembaga yanga ada baik itu intra sekolah maupun organisasi lain. Mereka akan aktif dan besar di lembaganya masing-masing. Meskipun ada juga yang masih bertahan di PII.

Dede pcm hut

Mereka yang tidak memilih PII sebagai tempat berproses punya beragam alasan pula. Ada yang tidak mendapat restu orang tua, sibuk dengan Pendidikan, kurang terwadahi bakat dan minatnya, ada yang merasa kurang nyaman dengan PII, dan berbagai alasan yang lain. Pada intinya hanya persoalan PII belum mampu menjadi wadah yang tepat dan sesuai bagi mereka dalam mengembangkan diri mereka. Dan mereka-merekalah yang kemudian tumbuh menjadi tokoh-tokoh sesuai dengan profesi dan keahlian masing-masing.

Pada dunia pertanian kita mengenal istilah, “bibit unggul haruslah membutuhkan lingkungan (tanah,Iklim, Intensitas Cahaya Matahari, dan lain-lain) yang baik (cukup) pula untuk mendapatkan potensi hasil yang maksimal.” bibit biasa juga bisa produktif dengan baik jika lingkungannya baik, sesuai dengan batas kemampuannya ,Tapi bibit unggul belum tentu mampu berproduksi dengan baik jika tidak mendapatkan lingkungan yang kurang baik. Kita kan mendapatkan Produktifitas bagus apabila bibit yang kita semai baik (unggul) serta lingkungannya pun mendukung pula.

 Ibaratkan Kaderisasi Kultural (Training, Kursus, dan tal’im) adalah Laboratorium tempat merakit bibit unggul, sedangkan struktural adalah wadah (lingkungan). Saya pikir PII Sudah sangat banyak merakit bibit-bibit calon Tokoh-tokoh masa depan umat islam dan negara Indonesia. Setiap musim Libur PII selalu melakukan perakitan ( Leadership Training). Ratusan kader bibit-bibit pemimpin umat Islam dan negara masa depan dirakitkan setiap musimnya. Pasca training ratusan kader ini hanya tertinggal beberpa saja, yang melanjutkan Proses. PII mampu merakit bibit unggul hanya saja PII belum mampu menjadi wadah (lingkungan) yang baik untuk mengembangkan bibit unggul ini secara maksimal.

Dalam kaderisasi PII kita mengenal Kaderisasi kultural seperti Training Leadership, Taklim, serta kursus. Hanya saja kita sering lupa bahwa Struktural merupakan bagian dari bagan Kaderisasi. Kita sering lupa bahwa Proses struktural juga merupakan proses Penting dalam membentuk kepribadian Kader PII itu sendiri. Kita selalu fokus memperbaiki Kaderisasi secara Kultural tapi tidak pernah mengevaluasi Kondisi Struktural. Kita selalu berbicara masalah PII adalah persoalan kaderisasi secara kultural dan melupakan pentingnya peran struktural.

PII sebagai organisasi tua, harusnya sudah memiliki kultur yang baik dalam berlembaga. Kultur yang baik ini, harusnya sudah mengakar baik dalam diri kader PII dan dalam mengelola PII. Secara nyata yang kita lihat PII masih saja berkutat tentang bagaimana cara mengelola PII secara baik dan benar. Bagaimana cara mengelola setiap eselon struktural, bagaimana membentuk eselon di bawah dan sebagainya. Bagaimana cara menurunkan cita-cita besar agar bisa terimplementasikan dengan baik. Padahal banyak persoalan umat Islam dan bangsa yang harusnya PII selesaikan, tapi kita masih terjebak dalam hal menyamakan persepsi bagaimana mengurus PII dengan baik dan benar. Apabila ada gagasan untuk menjawab persoalan tersebut, dalam mengimplementasikan gagasan tersebut selalu terbentur persoalan Konsolidasi ide, kesiapan PII secara berjenjang untuk menyelesaikannya dan juga persoalan PII yang belum mengakar di tengah pelajar. Sehingga PII masih saja terjebak dalam menyelesaikan persoalan dirinya sendiri. Hal ini menandakan kita secara Kelembagaan belum matang, Meski secara usia sudah tua.

Untuk itu, PII kedepannya haruslah fokus berbenah Persoalan Kelembagaan, membangun Kultur atau iklim yang sesuai. Membangun Kultur atau iklim ini haruslah dimulai dengan merumuskan kultur apa yang cocok dan sesuai dengan kondisi sekarang dan direalisasikan dalam bentuk produk kebijakan yang lebih jelas dan terperinci. Jika kebijakan ini di implementasikan, secara perlahan-lahan ia akan menjadi budaya yang baik bagi PII dan Kader-kader PII. Sehingga jangka panjang PII tidak lagi berkutat pada persoalan dirinya sendiri. Harapannya kedepan PII secara lembaga mampu menjadi wadah dalam mengembangkan potensi-potensi kadernya tanpa harus menumpang dengan lembaga lain lagi.(***)

Bank bnten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien