SERANG – Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan sistem kekerasan yang kerap dilakukan di beberapa sekolah, masih terjadi hingga saat ini. Padahal aksi tersebut sudah dikecam keras, dan tak boleh lagi dilaksanakan. Pemerintah pun sudah melarang, namun hingga kini larangan tersebut masih saja terus dilanggar.
Aksi kekerasan saat kegiatan MOS seakan jadi tradisi turun temurun, yang selalu dianggap hal yang menyenangkan bagi para pelaksana kegiatan, terutama oleh para senior kepada juniornya.
Namun akhirnya tragedi terjadi, kegiatan MOS yang bermuatan aksi kekerasan, diduga menyebabkan hilangnya nyawa calon siswa. Seperti yang dialami FR, salah satu calon siswa di SMK Pelayaran Nusantara Kota Serang.
FR yang bertempat tinggal di Kampung Kaduranca, Desa Cibojong, Kecamatan Padarincang Serang ini, harus meregang nyawa sebelum MOS usai dilaksanakan. Sementara keluarga menduga adanya aksi kekerasan yang dilakukan oleh panitia pelaksana kegiatan tersebut kepada FR.
Diketahui kegiatan MOS digelar sejak Senin (16/72018) hingga Jumat (20/7/2018). Menurut keterangan Juju Haeriyah, kakak kandung ibu FR, bahwa almarhum berangkat sejak hari Minggu 15 Juli 2018, karena kegiatan MOS di sekolah tersebut siswa harus menginap.
“Berangkat hari Minggu, nginep disana, kemarin hari Kamis dibawa ke Rumah Sakit Sari Asih sama kepala sekolahnya, terus nelepon keluarga karena nggak ada yang nungguin kan, saya kesana,” ucapnya kepada wartawan, Minggu (22/7/2018).
Lebih lanjut, kata Juju, saat dirawat di RS Sari Asih FR tidak berhenti mengigau dan tidak mau membuka matanya. FR terus merintih karena merasa kesakitan, dan kalimatnya seperti sudah mendapat siksaan.
Keluarga mengaku merasa aneh saat di rumah sakit dokter mengatakan, bahwa FR tidak mengalami sakit apa-apa, bahkan dokter pun menyerahkan pada keluarga mau dirawat atau dibawa pulang.
“Sekitar jam 12 malam diinfus, nggak ada tindakan apa-apa, kata dokternya keadaan normal. Mau dirawat juga gimana, soalnya keadaan sehat begitu. Terus mau dibawa pulang atau gimana?” Ceritanya, sambil menirukan ucapan dokter.
Juju mengaku ada aksi kekerasan yang diterima FR, dari ucapan FR saat mengigau.
“Padahal anaknya merem aja tapi mengigau terus, ngomong jangan ditendangin sih, jangan dipukulin terus sih, sakit nih, sakit nih,” kata Juju menirukan almarhum.
“Orang-orang juga pada ngeliatin aja, terus teriaknya lebih keras, kayak kesel, kaya ngebatin gitu, ibunya juga dibentak-bentak. Hey jangan nempelengin aja (menirukan ucapan almarhum). Terus ada bekas kerokannya gitu di belakangnya, di bagian telinga ada luka memar, ya bilangnya kesakitan aja, kan tinggal sehari lagi hari Jumat beres ospeknya,” jelasnya.
Juju mengaku keluarga belum bisa menerima kejadian tersebut, sebab FR dalam keadaan baik-baik saja sebelum mengikuti kegiatan MOS di sekolah tersebut.
“Keluarga juga nggak terima, orang tadinya sehat-sehat aja, malah jadi kayak gini,” cetusnya.
Walaupun hanya dugaan ada tindak kekerasan, Juju berharap, calon-calon siswa yang akan memasuki sekolah barunya tidak mengalami hal-hal yang tidak terpuji dari siswa-siswi panitia atau seniornya di sekolah selama dalam masa orientasi.
“Semoga kasus kayak gitu nggak terjadi lagi, kan masih banyak calon-calon siswa yang mau masuk sekolah,” harapnya. (*/Dave)