Hidup di Rumah Papan Berlantai Tanah, Pasutri di Cilegon Ini “Nol Bantuan” dari Pemerintah

Sankyu

CILEGON – Cilegon kini terkenal dengan julukan Kota Dollar dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sekitar Rp 2 triliun per tahun. Namun sayang dengan PAD yang sangat besar itu, ternyata belum bisa menyejahterakan warganya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim Fakta Banten di lapangan, ternyata masih banyak warga di Kota Cilegon yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Seperti yang ditemukan di Kecamatan Cibeber, ada pasangan suami istri (Pasutri) bernama Kiagus Muhammad Soleh (32) dan Yuliani (32) warga Link Kedung Baya RT 08 RW 04, Kelurahan Kalitimbang, yang mana pasutri tersebut hidup di bawah garis kemiskinan dan mendiami rumah berbahan papan dan berlantai tanah, dengan luas rumahnya pun hanya berukuran 4 X 5 M2.

Yuliani, istri dari Kiagus Muhammad Soleh mengaku mendiami rumah berbahan papan dan berlantai tanah itu semenjak anak pertamanya Daffa (9 Tahun) lahir dan hingga kini.

“Tanah yang saya tempati ini pemberian dari orang tua saya, karena suami saya bekerja serabutan jadi boro – boro untuk membangun rumah, cukup buat makan saja. Keluarga saya hidup dari belas kasihan tetangga,” ungkap Yuliani sambil menitikkan air mata saat ditemui Tim Fakta Banten, Minggu (13/9/2020).

Apalagi lanjut Yuliani, semenjak merebaknya wabah covid-19 kehidupan keluarganya semakin terpuruk ditambah saat ini Pemerintah Kota Cilegon memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat suaminya (Kiagus Muhammad Soleh) tidak mendapat penghasilan akibat tempat bekerja harus ditutup sementara, tanpa batas waktu yang belum ditentukan.

“Yah, beginilah nasib keluarga kami Kang, bingung harus berbuat apa,” ucapnya lirih.

Yang paling miris adalah atap rumahnya yang sudah lapuk dan gentengnya sudah banyak yang melorot, jika hujan deras dan angin kencang datang rasa was-was menghantui keluarga ini karena khawatir roboh.

Sekda ramadhan

“Kalau hujan deras saya selalu was-was, sebab atap bocor dan dipastikan kebanjiran. Dan ketika hujan lebat saya dan anak-anak selalu ngungsi ke rumah saudara,” imbuhnya.

Keinginan kuat mempunyai rumah yang layak itu, sebenarnya ada dalam benak pasutri ini. Namun karena penghasilan suaminya tidak menentu dan hanya cukup buat makan jadi keinginan itu hanya menjadi hayalan belaka.

Yuliani menambahkan, semenjak pandemi covid-19 ini juga putranya yang bersekolah harus belajar dari rumah dengan menggunakan media Handphone. Ia mengaku kebingungan sebab untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ)
harus menggunakan HP, sementara HP yang ia punya bukan jenis HP android.

“Yang lebih sedih lagi kang, saya harus hutang HP buat sekolah putra saya, kalau nggak hutang HP, saya kasian dengan anak saya ketinggalan pelajaran, tapi harus gimana lagi,” jelas Yuliani.

Nol Bantuan Pemerintah

Ketika disinggung pernahkan mendapat bantuan dari Pemerintah, baik pemerintah Kelurahan dan Pemerintah Kota Cilegon, Yuliani mengaku tidak pernah secuilpun ada bantuan dari pihak pemerintah, baik bantuan untuk rehab rumah tidak layak huni (RTLH), bantuan sosial (Bansos) covid – 19 dan bantuan lainnya.

Padahal menurutnya, di sekitar kediamannya ternyata banyak keluarga lain yang lebih layak, yang malah menerima bantuan.

“Kalau suami saya berpenghasilan besar kaya orang-orang enggak mungkin berkeluh kesah seperti ini kang, rasa malu itu ada, apalagi mengungkapkan soal ini, tapi yah apa boleh buat, malu tinggal malu kang,” tutupnya. (*/Red/Rizal)

Honda