Ini “Nyanyian” Komisaris Krakatau Steel yang Mundur, Terkait Blast Furnace

BPRS CM tabungan

JAKARTA – Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas buka-bukaan soal proyek yang merugikan perusahaan hingga triliunan Rupiah. Hal tersebut sangat disayangkan olehnya, karena ada keputusan Kementerian BUMN.

Kementerian BUMN memaksakan pengujian blast furnace untuk selesai hanya dalam waktu dua bulan. Padahal, ada banyak item yang harus diuji kehandalan dan kemanannya. Dalam kontraknya, proyek ini harus dilakukan pengujian minimal 6 bulan.

“Enggak punya pengalaman. Sekarang mereka berproduksi dengan membuang gas holdernya ke udara. Artinya ada satu tekanan pokoknya jadi dulu dah urusan mah belakangan,” ujarnya.

Menurutnya, proyek ini merupakan proyek serba salah, yang mana jalan manapun yang diambil akan tetap merugikan perusahaan. Jika terus dijalankan, maka perseroan akan merugi sekitar Rp1,3 triliun, sedangkan jika dihentikan maka akan kehilangan uang Rp10 triliun.

Roy menambahkan, alasan mengapa Kementerian BUMN memerintahkan hanya dilakukan pengujian dua bulan karena tiga hal. Alasan pertama adalah jangan sampai adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kemudian alasan kedua adalah klaim dari kontraktor Blast Furnace dari MCC CERI (Capital Engineering and Research Incorporation Limited). Lalu alasan ketiga adalah karena perseroan hanya memiliki bahan baku untuk dua bulan saja.

Padahal kontraktor sendiri bersama sama dengan Krakatau Steel sudah tiga kali melakukan amandemen untuk penguluran waktu. Ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada Deputi BUMN, yang bersangkutan tidak tahu sama sekali jika proyek tersebut beroperasi hanya dua bulan.

“Pokoknya ada tiga alasan, pertama itu takut ada temuan BPK. Kedua ada MCC CERI dan ketiga alasannya kita cuma punya bahan baku 2 bulan,” ucapnya.

Roy pun mengaku tidak mengetahui nasib proyek ini selanjutnya apakah bisa jalan atau tidak. Mengingat, tidak ada itikad baik dari Kementerian BUMN untuk membantu proyek ini.

Loading...

“Solusi saya adalah modifikasi ada enggak teknologi yang bisa modifikasi ini. Sejak pertama saya hitung memang HPP-nya enggak masuk,” ucapnya.

Diketahui, persiapan operasi Project Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah dimulai sejak tahun 2011. Hingga saat ini PT Krakatau Steel sudah mengeluarkan uang sekitar US$ 714 juta atau setara Rp 10 triliun.

Dijelaskannya, bahwa proyek Blast Furnace Krakatau Steel ini telah terjadi over-run atau membengkak Rp 3 triliun, dari rencana semula Rp 7 triliun.

Roy menyebutkan, dewan komisaris sudah berkali-kali memberikan surat kepada direksi PT KS dan kementerian BUMN yang isinya adalah mengingatkan dan bahkan meminta pertimbangan seluruh pihak termasuk kepada Kementerian BUMN terkait proyek Blast Furnace ini, yaitu:

1. Bahwa keterlambatan penyelesaian Project Blast Furnace yang sudah mencapai 72 bulan.

2. Harga Pokok Produksi (HPP) slab yang dihasilkan Project Blast Furnace lebih mahal US$ 82/ton jika dibanding harga pasar. Jika produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian PT Krakatau Steel sekitar Rp 1,3 triliun per tahun.

3. “Dipaksakannya” beroperasi Blast Furnace hanya untuk dua bulan kemudian akan dimatikan dengan alasan jangan sampai menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Klaim dari kontraktor Blast Furnace dari MCC CERI (Capital Engineering and Research Incorporation Limited), padahal bahan baku hanya tersedia dua bulan. Kontraktor sendiri bersama-sama dengan PT KS sudah 3 kali melakukan amandemen untuk penguluran waktu.

4. Dewan Komisaris sudah meminta berkali-kali agar dilakukan audit bisnis maupun audit teknologi untuk mengetahui keandalan, keamanan, dan efisiensi Project Blast Furnace ini. Hingga saat ini tidak dilakukan.

5. Tidak adanya kepastian siapa-siapa yang bertanggung jawab terhadap proyek ini, baik tanggung jawab teknis maupun kerugian keuangan. Pernyataan tanggung jawab hanya dibuat oleh level manager dari kontraktor. (*/Okezone/CNBC)

KPU Pdg Coklit
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien