Kembangkan Ponpes, PCNU Kota Cilegon Bentuk RMI
CILEGON – Untuk pengembangan Pondok Pesantres (Ponpes) dan pendidikan keagamaan, jajaran Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Cilegon secara resmi membentuk Rabithah Ma’ahid Islam (RMI).
Diketahui, lembaga Nahdlatul Ulama dengan basis utama Ponpes sekitar 23.000 di seluruh Indonesia ini, lahir sejak Mei 1954 dengan nama Ittihad Al-Ma’ahid Islamiyah yang dipelopori oleh KH. Achmad Syaichu dan KH. Idham Kholid.
Meski di Kota Cilegon diakui terbentuknya RMI terlambat, namun menurut Ketua PCNU Kota Cilegon KH. Hifdullah, keberadaan RMI sangat penting yang berfungsi sebagai katalisator, dinamisator, dan fasilitator bagi Ponpes menuju mandiri dalam orientasi menggali solusi-solusi kreatif bagi negeri.
“Untuk Cilegon memang dibentuknya RMI telat, seharusnya bersamaan dengan terpilihmya Ketua PCNU periode pertama. Tapi Alhamdulillah kita sudah membentuk RMI dengan terpilih Ketua Ustadz Ade Fachrudin, dari Ponpes Al-Bustaniyah. Terbentuk 1 Agustus sekaligus sosialisasi produk BNI Syariah untuk warga nahdliyin, di Aula MTs Al-Jauharotunnaqiyyah,” ujarnya saat ditemui faktabanten.co.id, Selasa (6/8/2019).
“Untuk pelantikan, insyaallah Minggu ketiga bulan Agustus,” imbuhnya.
Hifdullah juga menjelaskan, eksistensi Ponpes yang sangat strategis dalam penanaman nilai moral dan pembentukan jati diri manusia berbudi luhur dengan prinsip tathawwur, tawasuth, tawazun, i’tidal dan tasamuh.
“Rabithah Ma’ahid Islam berpijak pada upaya pengembangan kapasitas lembaga, penyiapan kader-kader bangsa yang bermutu dan pengembangan masyarakat,” jelasnya.
Menurut data yang dihimpun PCNU Cilegon, keberadaan puluhan Ponpes di Kota Cilegon perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak demi keberlangsungan dan perkembangannya ke depan.
“Ponpes baik yang salafiyyah murni maupun ada yang tumpangan sekolah ada berkisar 50-an, dan kondisinya sebagian memprihatinkan, butuh kerjasama antar Ponpes, perhatian pemweintah yang telah menganggap Cilegon sebagai kota santri, kota seribu masjid dan kota industri yang Islami,” ungkapnya.
Saat disinggung soal peran dan perhatian dari Pemkot Cilegon kepada ponpes-ponpes yang ada di Cilegon, Hifdullah menilai sejauh ini masih kurang. Dan untuk itu, pihaknya mendorong Pemkot untuk lebih peduli dan turut aktif mendukung dan memberikan pos anggaran untuk eksistensi Ponpes-ponpes.
“Tetapi kalau kita lihat dari sisi anggaran sepertinya minim perhatian. Patut kita pertanyakan kepedulian dari Pemkot Cilegon untuk mengalokasikan anggaran untuk Ponpes dalam APBD, khususnya Ponpes Salafiyah yang sarana prasarananya kurang memadai,” bebernya.
Selain itu, Hifdullah juga berharap dengan terbentuknya RMI PCNU Cilegon, juga bisa menangkal masuknya paham radikal, wahabi di pondok pesantren. Karena menurutnya, model penyebaran paham tersebut melalui paham pendidikan formal, menguasai masjid-masjid di perumahan dan sebagainya.
“Ini tidak cocok dengan Kota Cilegon yang dibangun oleh nenek moyang yang berpaham Ahlusunah Waljamaah pengikut Syeikh Abdul Qodir Jailani. Cilegon perlu kembali disemarakan gerakan ‘Ayo Mondok!’ untuk mengimbangi derasnya arus globalisasi, menangkal kenakalan remaja agar tidak terjerumus pada perbuatan maksiat, seperti Cilegon ini unik, maka pihak terkait perlu disentil,” tandasnya. (*/Ilung)