Sengketa Waris Mendiang Giok di Cilegon; Hakim Pengadilan Tinggi Putuskan Anak Angkat Sebagai Pewaris yang Sah

CILEGON – Pengadilan Tinggi (PT) Banten ternyata telah menerima permohonan banding yang diajukan Shandy Susanto atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Serang nomor 171/Pdt.G/2023/PN Srg, pada perkara ahli waris mendiang Kumalawati alias Ong Giok Hwa.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banten pada perkara No.176/PDT/2024/ PT BTN Selasa 27 Agustus 2024, yang menerima permohonan banding tersebut, telah menguatkan status hukum Shandy Susanto sebagai pewaris tunggal dari orang tua angkatnya Ong Giok Hwa.

Dalam putusan tersebut, Ketua Majelis Hakim Aroziduhu Waruwu, S.H., M.H., didampingi anggota majelis yakni Irdalinda, S.H., M.H., dan DR. Siti Suryati, S.H., M.H., M.M., secara tegas membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor 171/Pdt.G/2023/PN Srg tanggal 25 Juni 2024.

Diketahui, perkara tersebut mengenai hak waris atas harta peninggalan mendiang Kumalawati atau dikenal Ong Giok Hwa kepada Shandy Susanto selaku anak angkatnya, yang digugat oleh saudara-saudara ibu angkatnya sendiri, yakni Hestimawati dkk.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banten menyatakan bahwa Hestimawati, dkk, yang telah membuat dan menandatangani Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor 3 tanggal 6 Januari 2023 adalah merupakan perbuatan melawan hukum.

Selain itu, Majelis Hakim juga menyatakan Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor 3 tanggal 6 Januari 2023 yang dibuat oleh Notaris Rafles Daniel, S.H., M.Kn tidak mempunyai kekuatan
hukum.

Rumbi Sitompul, kuasa hukum dari Shandy Susanto mengungkapkan, dengan keluarnya putusan ini semua telah terang benderang bahwa Shandy Susanto adalah ahli waris yang sah atas harta peninggalan Kumalawati atau Ong Giok Hwa.

“Sebagaimana dikutip dalam amar putusan hakim, Menyatakan Pembanding semula Penggugat Dalam Rekonvensi/Tergugat
Dalam Konvensi adalah anak angkat sah dari Kumalawati almarhum alias
Ong Giok Hwa dan berhak mewarisi seluruh harta peninggalan Kumalawati almarhum alias Ong Giok Hwa,” ucap Rumbi, membacakan dan menunjukkan berkas amar putusan hakim Pengadilan Tinggi Banten kepada wartawan, Selasa malam (1/10/2024).

Sebagai informasi, perkara ini bermula dari Shandy yang diangkat anak oleh mendiang Kumalawati alias Ong Giok Hwa.

Setelah kematian ibu Giok yang merupakan seorang pengusaha di Kota Cilegon, Shandy digugat oleh saudara-saudara ibu angkatnya sendiri, yakni Hestimawati dkk.

Lalu saudara sekandung dari mendiang Ong Giok Hwa, Hestimawati bersama saudara-saudaranya mengklaim harta peninggalan mendiang Giok. Klaim itu berbuntut digugatnya Shandy atas hak waris yang diterima ke Pengadilan Negeri Serang.

Shandy Susanto sempat tidak mendapatkan keadilan bahkan haknya dirampas oleh putusan hakim PN Serang nomor 171/Pdt.G/2023/PN Srg tersebut.

Pengadilan Negeri Serang memutuskan bahwa tergugat Shandy Susanto bukan merupakan ahli waris dari mendiang Ong Giok Hwa.

Merasa jadi korban atas ketidakadilan hukum, Shandy melakukan upaya banding perdata ke Pengadilan Tinggi Banten untuk mendapatkan haknya kembali.

Pada putusan sidang banding ini, hakim menetapkan Shandy sebagai anak yang sah dan satu-satunya yang mewarisi harta mendiang Ong Giok Hwa.

PERTIMBANGAN HUKUM 

Diungkapkan Rumbi, bahwa dalam pertimbangan hukum dari putusan hakim Pengadilan Tinggi Banten, menyebut kedudukan Shandy Susanto berdasar Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 tentang anak angkat golongan Tionghoa.

Pada Pasal 12 ayat (1) Staatsblaad 1917 Nomor 129 diatur bahwa jika suami isteri mengadopsi seorang anak laki-laki, maka anak itu dianggap telah dilahirkan dari perkawinan mereka.

Selanjutnya, pertimbangan hukum lainnya yakni Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 pada poin Nomor 3 disebutkan “Semula di lingkungan Golongan Penduduk Tionghoa (Stb 1917 Nomor 129) hanya dikenal adoptie terhadap anak laki-laki dengan motif untuk memperoleh keturunan laki-laki, tetapi yurisprudensi tetap menganggap sah pula pengangkatan anak perempuan”.

Hakim juga mengambil pertimbangan hukum lain dari sejumlah ketentuan yang ada, di antaranya;

• Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983.

• Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 679 K/SIP/1968 tanggal 24 Desember 1969 dipertimbangkan bahwa “Anak angkat pewaris berhak atas barang gawan yang diperoleh dari usaha pewaris sendiri dan tidak perlu dibagi dengan ahli waris kesamping”.

• Selain itu juga pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 102/ K/SIP/1972 tanggal 23 Juli 1973 dipertimbangkan bahwa
“menurut hukum adat yang berlaku seorang anak angkat berhak mewarisi harta gono-gini orangtua angkatnya sedemikian rupa, sehingga ia menutup hak waris para saudara orangtua angkatnya”.

• Putusan Mahkamah Agung Nomor
1413 K/PDT/1988 tanggal 18 Mei 1990 mempertimbangkan bahwa “Penggugat asal adalah anak angkat dan berhak mewarisi tanah sengketa”.

• Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara
Perempuan berhadapan dengan hukum menganut asas kesetaraan gender dan juga persamaan di hadapan hukum.

“Dari sejumlah pertimbangan hukum yang diambil oleh hakim, diperoleh kaidah hukum bahwa anak angkat dalam golongan tionghoa berkedudukan sama dengan anak kandung, dan tidak membedakan anak laki-laki atau perempuan berhak mewarisi harta peninggalan orangtua
angkatnya,” tegas Rumbi.

AKTA NOTARIS HAK MEWARIS PALSU

Rumbi juga bersyukur bahwa hakim Pengadilan Tinggi Banten memutuskan bahwa Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor 3 tanggal 6 Januari 2023 yang dibuat di Pandeglang oleh Notaris Rafles Daniel tidak mempunyai kekuatan hukum.

Akta Notaris tersebut dijadikan alat bukti oleh saudara-saudaranya untuk menggugat seluruh harta warisan Ong Giok Hwa dibagi sama oleh 10 orang ahli waris termasuk Shandy Susanto sendiri.

“Pembuatan Akta Notaris itu cacat hukum, karena tumpang tindih dan tidak dilakukan dengan prosedur yang benar. Karenanya ini jadi bahan untuk bukti kami dalam gugatan di Pengadilan Negeri Pandeglang untuk membatalkan Akta Mewaris dari Notaris Rafles Danies. Ibu Shandy dan ada juga saudara ibu Giok lainnya, tidak pernah datang dan menandatangani akta itu, tapi kok bisa akta itu diterbitkan,” jelas Rumbi.

Dampak hukum dari Putusan Pengadilan Tinggi Banten ini, Shandy Susanto ditetapkan sebagai ahli waris golongan I, sedangkan untuk golongan II, III dan IV tertutup haknya untuk mewarisi harta peninggalan Ong Giok Hwa.

Sebelumnya, Shandy Susanto yang merupakan anak keturunan Tionghoa merupakan satu-satunya ahli waris dari Ong Giok Hwa, yang telah disahkan pengangkatannya oleh Penetapan Pengadilan Negeri Serang pada tahun 2003.

Dijelaskan juga, sebelum adanya Akta Notaris yang diterbitkan Rafles Daniel yang menjadi bukti hukum putusan hakim PN Serang, terlebih dulu pada tanggal 3 Maret 2021, setelah Ong Giok Hwa meninggal, Shandy telah mengurus penerbitan Surat Keterangan Waris (SKW) yang dibuat oleh Notaris Arjamalis Roswar.

Notaris Arjamalis Roswar menerbitkan Akta Nomor : 25 / N/AR/ III/ 2021 yang menyebutkan bahwa Shandy Susanto adalah satu-satunya Ahli Waris dari mendiang Ibu Angkatnya Kumalawati alias Ong Giok Hwa.

Meski di Pengadilan Tinggi Banten telah merasa mendapatkan keadilan hukum, kata Rumbi, pihak penggugat masih mengajukan kembali upaya hukum perkara ini ke Mahkamah Agung.

“Mereka sudah membuat memori kasasi, itu kita sudah terima, kita juga sudah membuat kontra memori kasasi. Kami juga akan membuat surat ke Mahkamah Agung agar perkara ini dipantau dan diawasi,” tutupnya. (*/Ika)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien