Ketua MUI Cilegon Eks Napi Korupsi, Penolakan dan Kecaman Terus Mengalir

DPRD Cilegon Idul Adha

CILEGON – Sorotan tajam dan penolakan dari elemen masyarakat Cilegon terus bergulir terhadap eks terpidana korupsi Dimyati S Abubakar, yang kembali terpilih menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Cilegon Periode 2019-2024.

Bahkan pada aksi unjuk rasa berbagai elemen masyarakat Cilegon di Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12/2019) lalu, terpampang jelas spanduk di depan Kantor Walikota Cilegon bertuliskan;
“Warga Cilegon TOLAK…! Ketua MUI Mantan Narapidana Korupsi”.

Kali ini sorotan kembali dilontarkan oleh Ketua Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin) Kota Cilegon, Ustadz Ali Juhdi, yang secara tegas mempertanyakan status ke-ulama-an Dimyati S Abubakar pasca terjerat korupsi kasus honorium ganda DPRD Kota Cilegon dengan kerugian Rp2,2 Miliar pada tahun 2005-2006.

DPRD Pandeglang Kurban

“Bahwa ulama itu warisatul ambiya, di zaman milenia ini bersatu yang disebut MUI. Ketuanya mutlak ulama yang benar benar warisatul ambiya. Ini ulama yang terpandang se-Kota Cilegon tak luput dari dosa dan kesalahan memang. Layaknya beliau ini sudah menjalani hukuman karena terpidana korupsi katakanlah itu hak negara,” ujar Ali Juhdi kepada faktabanten.co.id, Rabu (11/12/2019).

“Nah ini MUI ada di ranah negara. Tak logis jika dijadikan ketua MUI yang bernaung di NKRI,” imbuhnya.

Gerindra Banten Idul Adha

Lebih lanjut, Ustadz Ali Juhdi menjelaskan makna anbiya dalam hadist yang dikutipnya tersebut dan sedikit mengisahkan kejadian yang dialami baginda Nabi SAW, sebagai analoginya.

“Lagi ambiya itu ya, Nabi Muhammad SAW. Tegasnya begini, lagi ada tamu penggede lah. Terus datang sahabat yang matanya tidak bisa melihat dan kumuh, lalu Nabi melengos doang. Itu bukan dianggap kesalahan bagi manusia biasa. Itu Nabi ditegur keras. Dan turun ayat ‘Abasya Watawalla..’ Sekarang ulama mantan terpidana apakah masih disebut ulama. Bimakna warisatul ambiya?” tanyanya.

Kpu

“Apakah terpidana itu tidak termasuk berdosa? Apakah prediket ulama itu tidak hilang jika terpidana? Terpidana korupsi lagi. Apakah menjalani hak negara itu sudah menghapuskan dosa korupsi?” ungkapnya mempertanyakan.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan para pengurus MUI Kota Cilegon ke depan, apakah akan terus menjalankan roda organisasi dengan kepemimpinan Dimyati.

“Selanjutnya terserah para ulama yang tergabung di MUI. Bukankah yang berdosa itu bukan ulama namanya?” tegasnya.

Menurut Ustadz Ali Juhdi, seharusnya Ketua MUI yang syarat dengan produk membuat kebijakan berupa keputusan dan atau fatwa, memiliki latar belakang yang bersih dan jujur.

“Ada sedikit kabar beliau ini terpidana karena salah memutuskan aturan honor lazim disebut honor ganda. Unsur nilai uangnya kecil bukan maling (koruptor) katanya. Tapi itu ‘salah memutuskan aturan’ tidak cocok jadi Ketua MUI
yang penuh dengan pekerjaan memutuskan,” bebernya.

“Setahu saya Se-Indonesia belum ada Ketua MUI mantan narapidana. Sudahlah jangan membuat sejarah kelam di ranah MUI. Karena yang menjadi pewaris Nabi terhadap ulama itu ‘uswatun khasanah’ harus bersih, jangan bekas narapidana lah. Wallahu a’lam… Yaa. Sambil berdoa saya hanya bisa berkomentar. Selanjutnya terserah para ulama yang tergabung dalam MUI,” tandasnya.

Untuk diketahui, pada tahun 2015 silam, Dimyati yang saat itu menjabat Ketua MUI Cilegon divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh Mahkamah Agung. Dan entah karena faktor apa, setelah keluar penjara Dimyati bisa masuk bursa calon ketua dan terpilih lagi menjadi Ketua MUI Kota Cilegon. (*/Ilung)

Golkar Banten Idul Adha
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien