CILEGON – Menanggapi terjadinya penggembokan Masjid Agung Cilegon pada malam Ramadhan pada beberapa waktu lalu, yang mendapatkan sorotan dari banyak pihak, termasuk oleh unsur pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Cilegon.
Meskipun saat ini pihak DKM sudah membuka 24 jam Masjid Agung Cilegon, namun tetap saja penggembokan masjid tersebut menjadi sesuatu yang dinilai ganjil, terlebih di Kota Cilegon yang katanya Kota Santri. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Komite Pemberdayaan Ekonomi MUI Kota Cilegon, Alawi Mahmud.
“Oleh karena itu saya menyarankan kepada DKM agar memperbaiki tata kelola Masjid agar betul-betul dapat berfungsi sebagaimana umumnya. Terlebih saat ini bulan suci yang tentunya banyak warga yang ingin melakukan itikaf dan tadarrus di Masjid kebanggaannya. Termasuk adanya kemungkinan musafir yang akan melakukan ibadah Sholat di Masjid Agung Kota Cilegon,” ungkap Alawi dalam siaran persnya, Rabu (23/5/2018).
Sebagai Ketua Komite Pemberdayaan Ekonomi MUI Kota Cilegon, Alawi mengaku menyayangkan atas alasan yang dikemukakan oleh DKM, yaitu hanya faktor keamanan. Itu artinya DKM menunjukkan bahwa tata kelola yang diterapkan di Masjid Agung masih di bawah standar umum.
“Idealnya Masjid Agung itu dibuka 24 jam, kalau dengan alasan tidak ada personil keamanan, itu kan masalah teknis, bisa dirembukkan DKM atau dengan MUI Kota Cilegon, bahkan dengan Pemerintah Kota untuk mencarikan solusi bersama. Itu kan bukan sesuatu hal yang rumit, tinggal gimana ambil jalur solusinya untuk mencarikan keamanan untuk bergiliran menjaga Masjid Agung,” papar Alawi yang juga Ketua DPD PAN Kota Cilegon ini.
Lanjut Alawi, setidaknya sistem tata kelola masjid ada dua hal pokok yang harus diterapkan.
“Yang pertama pengamanan dan yang kedua pelayanan. Dalam hal pengamanan dan pelayanan umumnya terbagi tiga shift. Agar jangan sampai terjadi keberadaan masjid semegah itu menjadi sunyi di tengah keramaian. Terutama di bulan suci Ramadhan ini,” pungkasnya. (*/Asep-Tolet)