Ternyata Pewarna Merah yang Sering Kita Konsumsi Ini dari Serangga?
Penulis: Ratu Cyintia Asti, mahasiswa dari Jurusan Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
KALIAN pasti sering membeli produk seperti yogurt, susu, es krim, jeli snack dan permen yang rasa strawberry dan berwarna merah atau pink bukan?
Kalian tahu gasih kalau warna pink atau merah tersebut berasal dari pewarna carmine, dan ternyata pewarna ini berasal dari seekor serangga loh. Ko bisa? Ayoo mari kita bahas!
Apa itu carmine?
Carmine atau karmin adalah pewarna alami yang dihasilkan dari serangga bernama Cochineal atau Dactylopius Coccus atau juga disebut kutu daun yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di Amerika Tengah dan Selatan, seperti Peru.
Pewarna ini terkenal karena memberikan warna merah atau merah muda yang cerah dan sering digunakan dalam industri makanan atau minuman, dan bukan hanya di makanan atau minuman tetapi pewarna ini juga sering digunakan di produk seperti kosmetik.
Bagaimana cara memperolehnya?
Untuk memperoleh karmin, prosesnya melibatkan beberapa langkah yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan serangga Cochinea.
Serangga Cochineal, yang biasanya hidup pada kaktus pir berduri, dipanen. Hanya betina yang digunakan karena mereka menghasilkan asam karminat yang diperlukan untuk pewarnaan.
Setelah dipanen, serangga tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari. Proses ini menghilangkan kelembapan dan mempersiapkan serangga untuk tahap selanjutnya. Serangga kering kemudian digiling menjadi bubuk halus. Bubuk karmin dapat direbus dalam larutan basa untuk mengekstrak warna. Zat yang tidak larut kemudian disaring, dan tawas ditambahkan untuk mengendapkan garam aluminium dari asam karminat. Endapan yang dihasilkan dicuci dan dikeringkan lagi sebelum digiling menjadi bubuk halus siap pakai.
Setelah semua proses selesai, karmin dikemas untuk digunakan dalam berbagai produk makanan dan kosmetik.
Keamanan
Dalam segi keamanan produk yang mengandung karmin telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang menunjukkan bahwa mereka aman untuk dikonsumsi.
Meskipun karmin umumnya dianggap aman untuk dikonsumsi, ada beberapa individu yang mungkin mengalami reaksi alergi terhadap carmine, seperti gatal-gatal atau ruam kulit. Dalam kasus yang jarang terjadi, bisa juga menyebabkan reaksi alergi yang lebih serius seperti syok anafilaksis
Kehalalan
Kehalalan pewarna karmin, yang berasal dari serangga Cochineal, menjadi topik perdebatan di kalangan masyarakat dan ulama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal adalah halal, asalkan produk tersebut bermanfaat dan tidak membahayakan kesehatan.
MUI menegaskan bahwa serangga ini tidak hidup dari makanan najis, sehingga tidak dianggap najis.
Namun sebaliknya, LBM NU Jawa Timur berpendapat bahwa karmin adalah najis dan haram untuk dikonsumsi. Pendapat ini didasarkan pada kajian yang menyatakan bahwa bangkai serangga dianggap najis menurut hukum Islam, terutama dalam Madzhab Syafi’i.
LBM NU menekankan bahwa hewan yang tidak memiliki darah mengalir, seperti Cochineal, termasuk dalam kategori hewan yang tidak boleh dimakan tanpa disembelih.
Kesimpulan
Pewarna merah yang sering digunakan menjadi produk pangan atau produk kosmetik ini adalah pewarna carmine, pewarna ini berasal dari serangga bernama Cochineal atau Dactylopius Coccus atau juga disebut kutu daun.
Proses pembuatan karmin melibatkan pengumpulan dan pengolahan serangga Cochineal, di mana hanya betina yang dipanen karena mereka menghasilkan asam karminat yang diperlukan untuk pewarnaan.
Carmine telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menunjukkan bahwa produk yang mengandung karmin aman untuk dikonsumsi.
Namun, beberapa individu mungkin mengalami reaksi alergi terhadap karmin, seperti gatal-gatal atau ruam kulit.
Mengenai kehalalan, terdapat perdebatan di kalangan ulama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa karmin adalah halal berdasarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2011, asalkan produk tersebut bermanfaat dan tidak membahayakan kesehatan.
Sebaliknya, LBM NU Jawa Timur berpendapat bahwa karmin adalah najis karena bangkai serangga dianggap najis menurut hukum Islam. (***)