Nelayan Cilegon Kompak Tolak Optimalisasi Lahan Tanjung Peni oleh PT KS
CILEGON – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Cilegon menggelar konsolidasi dan deklarasi penolakan atas adanya rencana optimalisasi lahan oleh PT Krakatau Steel (KS) di kawasan pangkalan Tanjung Peni, Senin (16/9/2019).
Dalam acara yang turut dihadiri salah satu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon Faturohmi tersebut, Ketua DPC HNSI Cilegon Yayan Hambali mengatakan pihaknya bersepakat akan menolak penggusuran pangkalan nelayan Tanjung Peni, yang merupakan salah satu lahan strategis bagi nelayan.
“Kami siap mempertahankan profesi nelayan yang sudah diwariskan turun menurun dari nenek moyang kami, Pangkalan Tanjung Peni ini adalah wilayah strategis bagi nelayan di Kota Cilegon, kita sudah mengalah beberapa kali dipindahkan demi untuk pembangunan industri di Kota Cilegon, kalau pangkalan ini digusur kembali, anak dan istri para nelayan mau makan apa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Haji Yayan ini meminta pemerintah daerah harus turun tangan mengenai permasalahan ini, menurutnya pemerintah dan wakil rakyat harus melindungi hak-hak masyarakat kecil terutama nelayan.
“Perlindungan hukum terhadap nelayan, khususnya nelayan kecil dan nelayan tradisional sudah diatur di berbagai peraturan perundang-undangan, pemerintah eksekutif maupun legislatif harus melihat kondisi nelayan Tanjung Peni yang mau ditiadakan pangkalannya, apapun latar belakangnya dia yang mau berfikir untuk masyarakat kecil dialah pemimpin yang adil dan shalih,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Cilegon Faturohmi menyatakan pihaknya sebagai legislatif akan mengkomunikasikan ke pemerintah daerah dan turut menyuarakan aspirasi masyarakat nelayan di Cilegon khususnya di Tanjung Peni.
“Saya tidak akan main-main mengenai isu ini, saya juga akan sampaikan ke pimpinan dan rekan-rekan dewan Cilegon yang lain supaya nelayan ini mendapatkan dukungan yang kuat dari legislatif,” ucapnya.
Faturohmi juga menyoroti seiring dengan surat edaran dari Krakatau Steel untuk mengosongkan lahan di wilayah Tanjung Peni ini dirinya berpendapat peran dari BUMN adalah mensejahterakan rakyat bukan menyengsarakan masyarakat sekitar, terlebih menurutnya masyarakat nelayan menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks.
“Masalah-masalah nelayan ini antara lain kemiskinan, kesenjangan sosial dan tekanan ekonomi yang datang setiap saat, keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar sehingga memengaruhi dinamika usaha, kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, kualitas sumberdaya manusia yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik. Krakatau Steel jangan menyengsarakan masyarakat baru saja peristiwa PHK masal buruh dan sekarang menyengsarakan nelayan sekitar,” bebernya.
Menurutnya, nelayan di Cilegon yang sudah susah mencari ikan, seiring meningkatnya degradasi kualitas dan kuantitas lingkungan pesisir laut. Degradasi lingkungan ini terjadi karena pembuangan limbah dari wilayah darat atau perubahan tata guna lahan di kawasan pesisir untuk kepentingan pembangunan fisik. Kondisi demikian semakin menyulitkan nelayan memperoleh hasil tangkapan.
“Degradasi sumberdaya lingkungan ini baik di kawasan pesisir, laut, maupun pulau-pulau kecil dan lemahnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional ditambah akan adanya penggusuran jangan adalagi peristiwa seperti Geger Cilegon 1888,” tandasnya. (*/Ilung)