Pasca Renovasi Pasar Kranggot, Pedagang Dimintai Biaya Puluhan Juta untuk Kembali Menempati Awning
CILEGON – Sebagai pasar tradisional terbesar di Kota Cilegon, Pasar Kranggot yang dibangun pada tahun 2009 dan merupakan salah satu dari empat mega proyek Pemerintah Kota Cilegon ini awalnya terdiri dari 679 kios, 288 los dan 1.284 awning.
Kini selama 8 tahun terakhir ini, berbagai renovasi dan penambahan sudah dilakukan, termasuk melalui alokasi dana APBD 2016 lalu.
Akhir-akhir ini para pedagang Pasar Kranggot dibuat resah dan susah karena tidak bisa menempati awning tempat mata pencahariannya, setelah dilakukan renovasi oleh kontraktor.
Sebelum adanya renovasi awning pedagang lama dikenakan biaya sewa pertahun kisaran Rp 5 juta, namun setelah adanya pembangunan awning pada akhir 2016 lalu, para pedagang dipatok harga sampai puluhan juta rupiah.
Mahalnya harga awning Pasar Kranggot ini dirasa sangat memberatkan para pedagang, apalagi di tengah menurunnya daya beli masyarakat belakangan ini, tentu saja mendapat keluhan dari para pedagang yang menempati awning ini.
Mumun, salah seorang pedagang mengungkapkan, dirinya yang sudah lama berdagang di Pasar Kranggot ini mengeluhkan mahalnya awning baru yang harus ditebusnya di kisaran harga puluhan juta rupiah.
“Saya dagang sejak pertama pasar ada disini, pas direnovasi saya mau nebus dari pengembang, kenapa pengembang tidak mau memberikan awningnya kepada saya, dan saya tidak tau alasannya,” ungkap Mumun.
Mumun juga menambahkan dirinya seakan dipermainkan oleh pihak pengembang dan pengelola Pasar Kranggot.
“Saya merasa dipermainkan oleh orang yang bernama Bastari, pengembang awning Pasar Kranggot itu. Disuruh nemuin inilah itu lah,” kata Mumun kesal.
Pedagang lain yang berada di samping awning yang dulu ditempati ibu Mumun membenarkan bahwa awning yang berada di Pasar Kranggot itu, saat ini ditawarkan kepada pedagang lain dengan harga mencapai puluhan juta rupiah.
“Tempat itu (awning milik Mumun) dibandrol dengan harga Rp24 juta, pembayaran langsung ke Bapak Bastari selaku pengembang, dengan syarat harus mempunyai KTP Cilegon,” tegasnya.
Namun ketika Fakta Banten coba melakukan konfirmasi kepada Bastari selaku pihak yang disebut sebagai pengembang, telepon selulernya dalam keadaan tidak aktif. (*)