Walikota Didesak Bikin Perwal Perlindungan Bahasa Jawa Cilegon

Hut bhayangkara

CILEGON – Kemajuan modernisasi global yang berdampak pada semakin banyaknya masyarakat Cilegon khususnya anak-anak muda yang mulai enggan menggunakan bahasa asli daerah yakni bahasa Jawa Cilegon dan cenderung memilih bahasa gaul dari luar dalam komunikasi sehari-hari, keadaan ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi keberadaan bahasa daerah dalam beberapa generasi kedepan, apabila terus ditinggalkan dan dibiarkan bisa terancam kepunahan.

Hal ini mendapat sorotan serius beberapa komunitas budaya di Cilegon yang Selasa malam (16/5/2017) melakukan pertemuan di Rumah Peradaban Islam di Kawasan Ciwandan. Hasil pertemuan ini mendesak Walikota Cilegon untuk membuat Perwal (Peraturan Walikota) sebagai langkah awal dalam memproteksi bahasa asli masyarakat Kota Cilegon ini.

“Kita lihat saja realitas masyarakat Cilegon saat ini yang makin meninggalkan bahasa Jawa Cilegon, kalau terus dibiarkan bahasa asli Cilegon ini bisa terancam punah. Secara umum punahnya bahasa daerah disebabkan beberapa faktor, seperti jumlah penutur yang berkurang karena meninggal dunia dan tidak ada regenerasi, arus globalisasi, migrasi, bencana alam yang besar, dan peperangan,” kata Rudi Iskandar, Ketua Rumah Budaya.

Lebih lanjut, aktivis kebudayaan yang lebih akrab dipanggil Bob ini lebih spesifik menyebutkan faktor potensial yang menjadi ancaman punahnya bahasa Jawa Cilegon dari Kota Industri ini.

“Secara khusus untuk kasus Cilegon, punahnya bahasa daerah (Jawa Cilegon) di Kota Cilegon justru lebih potensial karena faktor migrasi dampak dari semakin banyaknya Industri. Maka, ini harus segera diproteksi sedari dini dengan regulasi, maka kami mendesak Walikota Cilegon untuk segera membuat Perwal Perlindungan Bahasa Jawa Cilegon!” tegas Bob.

Lebih detail, dampak dari industri ini diungkapkan Derry Adari, budayawan Cilegon yang hadir pada pertemuan malam itu.

“Migrasi sebagai konsekwensi dari keberadaan ratusan industri di Cilegon jelas berdampak pada perubahan sosio-cultur masyarakatnya, seperti interaksi sosial sampai perkawinan silang yang menumbuhkan sikap dan persepsi masyarakat Cilegon terhadap bahasa daerahnya sendiri.
Berdasarkan penelitian kami, hal ini memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap punahnya bahasa daerah, terutama di kalangan anak muda. Lihat aja mereka banyak yang tidak lagi mengunakan bahasa daerahnya,” ungkap Kang Derry.

Loading...

“Bukan menyalahkan keadaan sekarang, tapi karena pemerintah yang memberi izin industri dan berkewajiban ngurusi kebudayaan, sudah seyogyanya bertanggung jawab untuk menjaga bahasa (daerah) Jawa Cilegon ini agar tidak sampai punah,” tegasnya.

Sementara M Ibrohim Aswadi, Komandan Garda Al-Khairiyah yang juga mendesak agar Walikota Cilegon segera menerbitkan Perwal Perlindungan Bahasa Jawa Cilegon yang merupakan bahasa warisan leluhur sejak masa Kesultanan Banten

“Sudah banyak kepala daerah yang membuat Perwal yang wajib menggunakan bahasa daerah pada hari-hari tertentu, seperti Bandung, Purbalingga, bahkan Lebak yang secara teoritis kondisi (bahasa)-nya tidak se-terancam Cilegon sudah menerbitkan aturan perlindungan bahasa daerah. Masa Cilegon tidak bisa? Apalagi bahasa Jawa Cilegon dan Banten umumnya ini merupakan kearifan lokal warisan para leluhur sejak masa Kesultanan Banten yang harus terus dilestarikan. Dari itu, kami mendesak kepada Walikota Cilegon untuk membuat Perwal tersebut!” tegas Ibrohim.

Selain mendesak Perwal, Ibrohim juga mendorong Pemkot Cilegon untuk segera membuat Kamus Bahasa Jawa Cilegon.

“Pemkot kan punya perangkat Dinas Kebudayaan dan Dinas Pendidikan serta anggaran melimpah, masa gak bisa bikin kamus Bahasa Jawa Cilegon baik yang bebasan (halus) maupun yang standar? Teman-teman budayawan ini saja yang tidak ada anggaran dan tidak digaji bisa bikin kamus. Kan bisa dimintai tolong, kalau Pemkotnya tidak malu mah!” pungkasnya.

DPRD Pandeglang

Dengan adanya Perwal yang mewajibkan semua pegawai di lingkungan Pemkot Cilegon menggunakan bahasa Jawa Cilegon pada hari tertentu, baik itu bebasan atau yang standar, diharapkan bisa menjadi contoh dan bisa menstimulasi masyarakat Cilegon untuk terus menggunakan bahasa Jawa Cilegon ini.

Sehingga dengan terus digunakan bahasa Jawa Cilegon ini tidak sampai punah. Karena kalau sampai punah, anak cucu kita kelak harus mencari dokumentasi, merevitalisasi, dan melakukan konservasi untuk mengetahui bahasa nenek moyangnya yang punah, seperti halnya aksara Kawi, Tentu masyarakat Cilegon tidak mengharapkan itu bukan? (*)

Penulis: Ilung.

Ks rc
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien