Fenomena Frustasi Warnai Birokrasi Pemprov Banten, Pengamat: Akumulasi Konflik
SERANG – Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad menilai, pengunduran diri Al Muktabar dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten merupakan sebuah buntut. Di mana, Al tak bisa menjadi representasi dari Gubernur Banten, Wahidin Halim.
“Jika pilihan mundur itu ditawarkan oleh Gubernur maka tentu ada opsi-opsi lain yang juga ditawarkan, pilihan yang paling logis adalah diberhentikan mengingat pengunduran diri tersebut diterima oleh Gubernur,” ujar Ikhsan kepada wartawan, Jumat (27/8/2021).
“Indikatornya, Plt Sekda sangat mudah dikenali sebagai orang dekat WH dan sebetulnya pilihan yang buruk ketika ada pergantian dilakukan diakhir menjelang masa jabatan Gubernur yang seharusnya fokus pada persoaalan yang menumpuk saat ini,” sambung dia.
Ikhsan menduga ada ketidaknyamanan diantara Gubernur dan Sekda jika harus diteruskan berjalan bersama. Diterimanya opsi pengunduran diri Sekda kata dia, secara nalar bisa dipastikan ada evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur.
Dampaknya kata dia, ada kepentingan publik yang dirugikan dari mundurnya Sekda Banten. Pertama, sia-sianya uang rakyat dalam kegagalan reformasi birokrasi yang ditandai dengan ketidakefektifan kepemimpinan yang berjalan.
“Mundurnya Sekda tidak boleh dianggap berdiri sendiri dari kasus-kasus sebelumnya yang terjadi, bisa jadi dengan dugaan kasus hibah Ponpes, dugaan kasus korupsi masker atau apapun,” sebutnya.
“Karena hampir tidak mungkin pengunduran diri Sekda dan diterimanya pengunduran diri Sekda karena alasan-alasan normatif (karena hal itu bisa diselesaikan) atau alasan keluarga,” sambungnya.
Ikhsan mengungkapkan, makna ketidaknyaman Gubernur dan Sekda Banten untuk tetap jalan bersama itu pasti berkaitan dengan pilihan jalan masing-masing atas persoalan maupun kepentingan masyarakat Banten.
“Oleh karena itu tidak boleh hal ini menjadi isu liar, hal ini harus menjadi pembelajaran bersama, pada titik inilah sebetulnya Gubernur harus membuka evaluasi yang terjadi terhadap Sekda, demikian sebaliknya, Sekda harus pula secara transparan, apa yang terjadi dengan birokrasi, mengapa harus dibuka, karena keduanya berhutang kepada masyarakat,” ungkapnya.
Menurutnya, di bawah kepemimpinan Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten, pengunduran diri pejabat bukan hanya terjadi sekali, namun sebelumnya ada juga pengunduran diri para pejabat di lingkungan Dinkes Banten.
“Secara psikologis fenomena pengunduran diri ini dapat dikatakan fenomena frustasi dan fatalistik kepemimpinan dalam birokrasi di Banten, artinya tidak mungkin birokrasi seperti ini mampu mengidentifikasi harapan yang lebih baik untuk Banten ke depan, karena ada akumulasi konflik dan arus tajam persoalan politik kepentingan dan kekuasan,” jelasnya.
Jika ini terus terjadi lanjut dia, maka bisa dipastikan kepemimpinan WH-Andika sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten adalah beban buat rakyat Banten di tengah masa pendemik yang belum surut dan meningkatnya kualitas penderitaan masyarakat. (*/Faqih)