Pengamat Sebut Bank Banten Cenderung Dijadikan Komoditas Politik

BI Banten Belanja Nataru

SERANG – Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Adib Miftahul, angkat bicara soal kebijakan Gubernur Banten terkait pemindahan rekening umum kas daerah (RKUD) Pemprov Banten dari Bank Banten ke Bank Jawa Barat dan Banten (BJB).

Adib mengaku sepakat, jika pemindahan RKUD dilakukan, terlebih saat pemerintah daerah membutuhkan anggaran cepat untuk mengatasi penanganan Covid-19.

Namun meski sesuai aturan, terbukti dinamikanya tetap berlangsung sengit, dengan munculnya gelombang usulan interpelasi di internal DPRD terhadap kebijakan pemindahan RKUD dari Bank Banten tersebut.

Sehingga ia memaknai bahwa keberadaan Bank Banten dari mulai proses pembentukannya hingga saat ini hanya dijadikan sebagai komoditas politik.

“Bank Banten itu dari dulu sampai sekarang selalu menimbulkan polemik, dan cenderung dijadikan komoditas politik menurut saya,” ujar Adib kepada Fakta Banten, Sabtu (6/5/2020).

Meski hak interpelasi merupakan hak melekat anggota DPRD Banten untuk menanyakan secara komperhensif atas dasar pemindahan RKUD, Adib mengaku tak setuju jika ada wacana hak interpelasi.

“Karena kan kalau kita lihat adalah, hak interpelasi itu hak bertanya, ketika gubernur sudah ada rapat konsultasi (Rapat Dengar Pendapat) dengan DPRD, ketika DPRD bertanya sudah dijawab selesai menurut saya,” katanya.

Maka ia menyimpulkan, jika isu Bank Banten ini sedang dimainkan oleh oknum-oknum politik di Banten.

Pijat Refleksi

“Misalnya terkait Pilkada, masalah ini nongol lagi, tapi tidak pernah ada political will untuk menyelesaikan bersama,” sebutnya.

Tak hanya itu, ia juga menyebut jika sebenarnya interpelasi hanya dilakukan partai-partai yang suka mencari panggung.

Justru dirinya mengusulkan bahwa, jika ingin semuanya selesai dalam menilai kebijakan gubernur soal pemindahan RKUD dan tidak akan terjadi polemik yang berkepanjangan, seharusnya dibentuk Pansus Bank Banten.

“Di situ nanti jelas, dari hulu sampai hilir, dari timbulnya Bank Banten sampai kenapa sekarang terjadi seperti ini, itu menurut saya lebih jelas,” katanya.

“Makanya dalam teori kebijakan publik itu sebenarnya begini, publik itu kan tidak tahu menahu soal masalah Bank Banten, soal apa, yang pentingkan seperti ini, konteksnya ketika mereka butuh Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang harus dicairkan oleh Pemerintah, publik tahunya ada duitnya begitu, makanya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, ketika Pemprov harus butuh duit, yang penting publik dikasih duit, entah itu mau dari Bank Banten, entah itu dari Bank BJB,” papar Adib.

Demikian ia lebih mendorong Pansus agar tak ada lagi Bank Banten menjadi komoditas bagi elit politik, yang dianggapnya sudah tak penting.

“Karena kan yang main Bank Banten hanya elit-elit politik di Banten, rakyat gak pikir tahu menahu soal Bank Banten, tahunya adalah ketika ada BLT, ketika honorer harus digaji, duitnya ada aja kan gitu. Sesederhana itu bagi saya memaknai Bank Banten, makanya saya mendorong, saya pikir solutifnya adalah bikin saja Pansus, di situ akan terkuliti semuanya, menguak tabir soal Bank Banten,” terangnya.

Menurutnya, jika memang Pemprov Banten belum mampu punya bank maka ia menyarankan agar segera diakhiri saja, namun jika memang bisa diselamatkan, kenapa tidak untuk diselamatkan.

“Nah itu menurut saya solusi untuk mengakhiri kemelut dari Bank Banten, ketimbang kita bertarung opini di luar para elit politik itu, para tokoh, yang berseberangan pendapat. Yang main kan hanya mereka-mereka saja, menurut saya, rakyat itu tidak tau menahu. Dengan adanya kemelut Bank Banten menurut saya sangat mempengaruhi psikologis masyarakat,” pungkasnya. (*/JL)

PJ Gubernur Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien