FAKTA BANTEN – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Agustus 2018 di angka 5,34 persen, membaik dibandingkan tahun lalu sebesar 5,5 persen. Meski secara nasional menurut, tingkat pengangguran di desa justru meningkat.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan TPT yang menurun ini sebanding dengan jumlah pengangguran yang juga menurun. Jumlah pengangguran terbuka Indonesia tercatat 7 juta orang atau turun dari tahun lalu 7,04 juta orang.
Penurunan tingkat pengangguran terjadi di tengah kenaikan angkatan kerja dari 128,06 juta orang menjadi 131,01 juta orang per Agustus kemarin. Artinya, penyerapan tenaga kerja berbanding lurus dengan pertambahan jumlah tenaga kerja.
Hanya saja, Suhariyanto menyoroti tingkat pengangguran yang terjadi di desa. BPS mencatat, tingkat pengangguran di desa Agustus kemarin di angka 4,04 persen atau naik dari posisi yang sama tahun lalu 4,01 persen. Sementara itu, tingkat pengangguran di kota turun dari 6,79 persen menjadi 6,45 persen.
“Ternyata ada perbedaan pola kenaikan pengangguran baik di desa maupun di kota. Di desa ini tingkat pengangguran memang meningkat sedikit,” ujar Suhariyanto, Senin (5/11).
Ia menuturkan, kenaikan tingkat pengangguran di desa meningkat lantaran jumlah pekerja sektor pertanian yang juga menyusut.
BPS melansir, pekerja di sektor pertanian tercatat 35,7 juta orang atau 28,79 persen dari jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa. Sementara di tahun lalu, jumlah pekerja sektor pertanian di angka 35,9 juta orang atau 29,68 persen dari jumlah penduduk bekerja 121,02 juta orang.
Namun, Suhariyanto bilang, hal ini merupakan kondisi yang wajar. Sebab, pekerja sektor pertanian ingin mencari penghidupan yang lebih layak sehingga memutuskan untuk berhenti bertani. Namun, ada yang berhasil mendapatkan pekerjaan baru, tapi ada pula yang masih menjadi pengangguran.
Selain itu, eks petani kadang harus rela merantau ke kota demi mencari pekerjaan yang lebih layak. Sayangnya, mereka tidak segera mendapat pekerjaan, sehingga memberatkan angka pengangguran di kota. Ia mencontohkan provinsi Banten yang memiliki tingkat pengangguran 8,52 persen karena banyak pendatang yang ingin bekerja di sektor industri, tetapi tak terserap.
“Fenomena ini sebetulnya wajar. Kalau ada transformasi ekonomi, seharusnya tenaga kerja pertanian ini berkurang. Tapi ini memberatkan prekonomian,” imbuh dia.
Tingginya angka pengangguran di desa, lanjut Suhariyanto, juga bukan indikasi bahwa program padat karya tunai dari dana desa (cash for work) tidak berhasil. Menurutnya, program cash for work menitikberatkan pada pekerjaan konstruksi, bukan penggarapan sawah.
Sementara itu, jumlah pekerja konstruksi bertambah dari 8,13 juta jiwa di tahun lalu menjadi 8,3 juta pekerja di tahun ini. “Kami juga masih mempelajari fenomena ini, nanti pada Desember kami akan menerbitkan survei potensi desa untuk membedah apa saja yang terjadi di tingkat desa,” papar dia. (*/CNNIndonesia)
[socialpoll id=”2521136″]