CILEGON – Selain Masduki, anggota Komisi II DPRD Cilegon lainnya M Ibrohim Aswadi juga mendorong agar dilakukan pemanggilan kepada Direktur Utama PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) agar bertanggungjawab atas dugaan pencemaran lingkungan yang sudah disebabkan perusahaannya.
Hal itu ditegaskan Ibrohim kepada wartawan, usai menyerahkan bantuan di rumah Ibu Reni janda 3 anak yang hidup miskin di Citangkil.
“Kami anggota DPRD dari Fraksi Persatuan Demokrat sudah menyampaikan usulan melalui ketua komisi II, agar disampaikan ke pimpinan DPRD, untuk segera memanggil Dirut PT CAP dan segera dilakukan sidak ke TKP,” ujar Ibrohim, Sabtu (2/5/2020).
Ibrohim menilai, kejadian serupa yang kerap terjadi saat flaring PT CAP seharusnya bisa dihindari dampak negatifnya.
“Dengan seringnya kejadian pembakaran gas atau flaring oleh PT CAP sehingga sering pula mengakibatkan dampak keresahan dan kerugian kepada masyarakat dan lingkungan, maka PT CAP harusnya bertanggung jawab penuh. Bahkan saya mendapatkan laporan bahwa ada beberapa rumah di beberapa RT di sekitar PT CAP sampai ada yang mengalami retak-retak, ini jelas kerugian,” ungkap Ibrohim.
Aktivitas Flaring PT CAP yang dikeluhkan bising dan diduga mencemari lingkungan tersebut, menurut Ibrohim, tidak boleh lagi terulang, karena sudah mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
“Masyarakat mengalami bising yang sangat mengganggu seperti kapal perang, dan juga hujan debu hitam, dan pertanggung jawaban itu bukan hanya di titik kerugian materil saja. Sisi psikologis harus dibangkitkan, dan jaminan kesehatan harus jadi concern perusahaan,” tegasnya.
Sementara di sisi lain, LSM Penggiat Lingkungan BALHI menduga bahwa flaring PT CAP telah menyebabkan hujan asam, yang merugikan untuk kelestarian lingkungan.
“Pihak Chandra Asri seharusnya tahu aturan ambang batas pembuangan cerobong asap yang harus diterapkan, sehingga debu hitam pekat tidak mencemari lingkungan sekitar apalagi pada kejadian kemarin sampai air hujan dan sumur masyarakat sekitar menghitam bisa jadi itu disebut hujan asam, kan fenomena alam hujan asam disebabkan oleh pencemaran udara,” ujar Ketua BALHI Hery A Sukri kepada wartawan, Sabtu (2/5/2020).
BALHI menduga, kandungan senyawa air hujan saat itu bercampur dengan Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Dioksida (NOx), yang kadarnya menyalahi baku mutu.
“Adapun ketentuan baku mutu sudah ditetapkan dalam aturan, kemungkinan ada kendala teknis atau kelalaian atau juga kegagalan teknologi dan itu harus dicermati dan diperbaiki sebagai industri objek vital petrokimia yang sangat berisiko tinggi, sehingga tidak membuat pencemaran lingkungan hidup udara sekitar,” jelas Hery.
BALHI mendorong agar Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup agar melakukan audit investigasi atas dugaan pencemaran oleh PT CAP tersebut.
“Bagaimana mereka melakukan laporan kegiatannya dan kita cek juga CEMS (Carbon Emision Meter System)-nya yang harusnya ada terdapat di cerobong. Apakah melewati ambang batas atau tidak, jika melewati, ya aturan kan sudah jelas dalam UU PPLH apa sanksinya perdata kah atau pidana,” imbuhnya.
“Tentunya PPLH/PPNS Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang memberikan teguran atau sanksinya, kan disebutkan dalam UU PPLH 32-2009 pasal 21 (1) dan Pasal 99 (1) tentang kriteria pencemaran lingkungan yang bisa dikenai sanksi,” tutup Hery.
Sebelumnya diberitakan, aktivitas gas flaring PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) pada Kamis (30/4/2020) lalu, banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat karena dinilai telah mencemari lingkungan. Salah satunya debu pekat dari cerobong pembakaran yang turun ke pemukiman pada saat hujan turun.
Selain itu, aktivitas flaring juga menimbulkan getaran sehingga dikeluhkan warga Link Cilodan, Kelurahan Gunungsugih, yang berdampak sejumlah rumah warga mengalami retak-retak.
Saat itu, Abraham Sinatrawan selaku Manager Corporate Social Responsibility PT CAP, mengakui bahwa flaring yang terjadi merupakan upaya yang sesuai standar demi menjamin keamanan sistem pada pabrik kimia tersebut.
“Pabrik Chandra Asri tanggal 30 April kemarin sedang mengalami sedikit kendala teknis, sehingga untuk menjamin keamanan baik di pabrik dan sekitarnya, serta mengurangi tekanan yang ada dalam perangkat pabrik, maka dilakukanlah pembakaran gas atau flaring,” ujar Abraham, Jumat (1/5/2020).
Dikatakan Abraham, proses flaring ini dilakukan untuk menjaga agar tekanan di perangkat pabrik tidak berlebihan dan berada pada batas wajar.
“Flaring tersebut telah dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku, dimana kami selalu mengukur tekanan serta suhunya agar sesuai dengan standar keamanan yang berlaku,” ungkapnya.
PT CAP juga menegaskan bahwa sistem yang diterapkan di pabriknya telah sesuai standar industri petrokimia dan regulasi yang diterapkan pemerintah.
“Kami dapat sampaikan bahwa proses flaring tersebut dijalankan mengikuti ketentuan yang berlaku, dan benchmark praktik-praktik terbaik tata kelola operasional pabrik baik nasional maupun internasional,” jelas Abraham.
Proses flaring ini pun merupakan proses yang dapat terjadi pada saat pabrik sedang melakukan start-up, Abraham juga menyampaikan bahwa pihaknya akan menyelesaikan proses start-up pabrik dalam beberapa hari ke depan. (*/AdamRT)
Login
Login
Perbaiki Kata Sandi
Pasword akan dikirimkan ke Email anda
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...