Demi Genjot Pariwisata, Arab Saudi Izinkan Turis LGBT Berkunjung

 

JAKARTA – Arab Saudi terus berupaya menarik turis mancanegara demi menggenjot sektor pariwisata, salah satunya dengan mengizinkan kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) berkunjung.

Padahal, kaum LGBTQ+ dianggap menyimpang dari budaya dan nilai sosial Arab Saudi pimpinan Raja Salman yang merupakan negara Islam.

Otoritas Pariwisata Saudi (STA) tampak telah memperbarui bagian Tanya Jawab (Q&A) dalam situs resminya terkait siapa saja yang boleh mengunjungi negara kerajaan itu.

Pihak STA mengatakan kini siapa saja akan diterima saat berkunjung ke Saudi, termasuk kaum LGBTQ.

“Setiap orang dipersilakan mengunjungi Arab Saudi dan pengunjung tidak diminta mengungkapkan detail pribadi tersebut,” bunyi pernyataan STA saat menjawab pertanyaan “apakah pengunjung LGBT boleh mengunjungi Saudi?”

Tidak diketahui secara pasti kapan situs itu diperbarui.

Namun, seorang juru bicara STA mengatakan kebijakan itu sebelumnya telah diterapkan.

Situs STA versi 14 Maret 2023 dan sebelumnya memang tidak memiliki bagian Q&A seperti itu.

Kartini dprd serang

“Setiap orang dipersilakan untuk mengunjungi Saudi, asalkan mereka mengikuti dan menghormati budaya, tradisi, dan hukum kami, seperti yang Anda lakukan saat mengunjungi negara lain mana pun di dunia,” ucap jubir tersebut.

“Seperti pemerintah lainnya, kami tidak mengajukan pertanyaan pribadi kepada pengunjung dan kami menghormati hak privasi.”

Sementara itu, aktivitas seksual sesama jenis merupakan pelanggaran berat di Arab Saudi, menurut Human Rights Watch.

Organisasi pemerhati hak LGBTQ, Human Dignity Trust, memaparkan kaum pelangi dapat diadili di Saudi dengan “bukti substansial dari penegakan hukum.”

Di sisi lain, Arab Saudi memang tengah berambisi memajukan sektor pariwisatanya salah satunya dengan membangun proyek-proyek mega dan futuristik demi menarik wisatawan, terutama kelas menengah atas.

Beberapa proyek itu tak jarang kontroversial lantaran dinilai banyak pihak semakin membuat Saudi menjadi negara yang jauh dengan nilai dan budaya Islam.

Sementara itu, menurut CEO layanan travel perjalanan mewah untuk komunitas LGBTQ Out Of Office, Darren Burns, pelancong LGBTQ+ adalah pasar yang menggiurkan.

Out Of Office merupakan platform perjalanan LGBTQ+ terbesar di dunia.

“Penelitian menunjukkan mereka menghabiskan lebih banyak uang di suatu tujuan daripada pasangan heteroseksual, dan cenderung bepergian lebih banyak dalam setahun,” katanya.

“Ini adalah demografis yang sangat menarik dan menguntungkan, dan negara-negara menghasilkan pendapatan besar untuk itu.” pungkasnya. (*/CNN)

Polda