Fakta Pemilu Turki, Erdogan Unggul Meski Kalah Disurvei
JAKARTA – Kemenangan petahana Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pemilu putaran pertama membawa keterkejutan banyak pihak.
Hasil pemilihan tidak mirip dengan perkiraan lembaga survei yang menunjukkan kandidat oposisi memimpin.
Sebelumnya, jajak pendapat dari berbagai perusahaan selama berminggu-minggu menunjukkan Kemal Kilicdaroglu di depan Erdogan.
Ini menguat dengan hipotesis bahwa Erdogan memang dilemahkan akibat inflasi yang melonjak dan krisis biaya hidup.
Salah satu perusahaan jajak pendapat, MAK, dalam survei yang diterbitkan pada 7 Mei menunjukkan Kilicdaroglu menang 50,9% dalam pemilihan presiden. Ini cukup untuk mengamankan kemenangan di putaran pertama.
Sebaliknya, dengan Erdogan memenangkan 49,5% suara. Kilicdaroglu dibawahnya dengan 44,96% suara.
Hasil ini memang belum final. Dengan tak satu pun dari kandidat yang mendapatkan lebih dari 50%, pemungutan suara akan lanjut di putaran kedua, 28 Mei.
Ketua MAK Mehmet Ali Kulat sediri mengakui perbedaan hasil ini. Ia “menyalahkan” survei yang dipersulit oleh faktor-faktor termasuk gempa besar yang melanda Turki pada Februari dan bulan suci Ramadhan, yang berlangsung dari Maret hingga April.
“Ada periode 20 hari setelah Ramadhan dan Anda tidak dapat melakukan pemungutan suara secara legal dalam 10 hari terakhir. Ini membuat kami tersesat lebih jauh,” katanya dimuat Reuters.
“(Namun) Kami, sebagai perusahaan riset, seharusnya tidak mencari alasan,” tambahnya.
Yang mengejutkan lagi adalah, Aliansi Rakyat Erdogan termasuk Partai AK yang berakar Islam dan mitra nasionalisnya, juga akan memenangkan mayoritas di parlemen baru dengan 321 dari 600 kursi. Ini diartikan sebagai peningkatan peluangnya dalam putaran kedua presiden.
Sementara itu, kepala strategi pasar negara berkembang di SEB, Erik Meyersson, mengatakan jajak pendapat di Turki- seperti di banyak negara lain- seringkali bisa menyesatkan. Termasuk dengan orang-orang yang tidak jujur tentang siapa yang akan mereka pilih.
“Masing-masing jajak pendapat berbeda dengan bias dan masalah yang berbeda juga akan rata-rata akan menciptakan ‘keriuhan’ yang tetap tidak mewakili niat memilih,” katanya.
“Pemilih mungkin memberikan sinyal, untuk meningkatkan ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan pemerintah dengan kenaikan suara oposisi dalam jajak pendapat, tetapi akibatnya dukungan ke petahana dalam pemilihan,” tambahnya.
Menang di Pusat Gempa
Secara detil, partai Erdogan keluar sebagai pemenang di 10 dari 11 provinsi yang dilanda gempa dahsyat di Februari. Ini pun mengejutkan.
Reuters memuat memang warga mengeluhkan lambannya bantuan datang. Namun di saat yang sama, mereka berterima kasih atas bantuan dan pasukan keamanan.
“Memberikan sedikit bukti bahwa masalah tersebut akan mengubah cara orang memilih,” tulis media tersebut.
Salah satunya Ibrahim Kadir, yang kehilangan putrinya. Ia mengaku bersyukur dengan layanan pemerintah.
“Saya berharap presiden kita menang langsung (di putaran pertama),” ujarnya.
Seorang pendukung oposisi, Aslihan Cengiz, mengatakan dia mengharapkan reaksi yang lebih besar terhadap AKP di provinsi asalnya Hatay, yang paling parah terkena dampak gempa. Tetapi ia menambahkan bahwa basis elektoral yang lebih saleh mungkin membantunya.
“(Pemilih AKP) mengatakan gempa bumi adalah tindakan Tuhan,” kata Cengiz.
Mehmet Ali Kulat juga mengatakan analisisnya. Aliansi oposisi, kata dia, telah gagal memenangkan cukup banyak pemilih dan mereka akhirnya menaruh kepercayaan pada pemerintah untuk memperbaiki keadaan mereka.
“Para penyintas gempa telah mengkritik serius tanggapan pemerintah dalam jajak pendapat dan mereka mengatakan tidak akan memilih mereka. Tetapi orang-orang ini juga mencari jawaban atas pertanyaan siapa yang akan membangun kembali rumah saya, siapa yang akan membangun kembali tempat kerja saya?,” kata Kulat.
“Mereka melihat bahwa Erdogan yang bisa melakukan ini. Ini adalah salah satu faktor terpenting,” tambahnya. (*/CNBC)