12 Gurandil Sudah Diperiksa Aparat Terkait Tambang Emas Ilegal di Lebak
SERANG – Satgas Penambangan Tanpa Izin (PETI) telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 Gurandil, atau penambang emas dari empat lokasi pengolahan hasil tambang emas ilegal Kecamatan Lebak Gedong dan Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, terkait dugaan aktivitas ilegal penyebab banjir bandang dan longsor di wilayah Kabupaten Lebak pada awal tahun 2020.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, keempat tambang emas yang ditutup yaitu dua lokasi pengolahan Emas di kampung Cikomara RT 04 /02 Desa Banjar irigasi, Kecamatan Lebak Gedong. Kemudian, di lokasi pengolahan emas di Kampung Tajur RT 06/04 Desa Mekarsari, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak.
Kapolda Banten Irjen Pol Agung Sabar Santoso mengatakan, Satgas PETI telah melakukan penyelidikan dan investigasi langsung ke lokasi-lokasi keberadaan tambang Ilegal di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Lebak.
“Investigasi yang kita lakukan, berdasarkan keterangan yang kita peroleh, bahwa penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, akibat curah hujan yg sangat tinggi, tanahnya labil, adanya garapan sawah di TNGHS dan salah satunya adalah aktivitas PETI,” kata Kapolda.
Menurut Kapolda, dari informasi tersebut Satgas PETI melakukan Penyelidikan dan Investigasi, berupa olah TKP, mengamankan barang bukti, memasang garis polisi dan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi. Kegiatan Satgas PETI ini, terdiri dari Gabungan Penyidik Bareskrim Polri, Ditkrimsus Polda Banten, Polres Lebak dan Satgas dari Dinas Terkait di Pemerintahan.
“Empat tempat pengolahan tambang di wilayah Lebak Gedong dan Cipanas, kita lakukan penindakan berupa pemasangan garis police line. Kita juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi, baik terhadap pekerja, pengawas dan saksi ahli,” terangnya.
Lebih lanjut, Kapolda mengungkapkan untuk memproses kasus tersebut Satgas PETI juga telah mengamankan sejumlah barang bukti, berupa ratusan alat pengolahan emas atau gelundung, mercury hingga batu yang akan diolah menjadi emas.
“Sudah ada 8 orang saksi dari 4 lokasi tersebut yang kita mintai keterangan. Para pekerja dan pengawas juga sudah kita lakukan pemeriksaan. Pekerja bagian glundung dengan upah Rp100 ribu per hari, pemecah urat emas dari batu menjadi serbuk dengan upah perkarung Rp25 ribu per karung, sedangkang untuk saksi ahli ada 4 orang yang telah memberikan penjelasan,” ungkapnya.
Kemudian, Kepolisian masih melakukan penyelidikan dan pengembangan. Apalagi dari keempat lokasi pengolahan pada saat dilakukan pengecekan sedang tidak beroperasi atau tidak ada kegiatan pengolahan emas.
“Para pemilik juga belum kita periksa, karena saat dilakukan penyisiran dan tindakan di lokasi, mereka sedang tidak di rumah. Namun akan terus kita lakukan interogasi dan pemeriksaan, untuk mengetahui peran dan tanggung jawab nya,” tukasnya. (*/Qih)