Akhiri Praktik Ilegal dan Jaga Lingkungan, Pemkab Lebak Dorong Penetapan Tambang Rakyat Legal
LEBAK – Pemerintah Kabupaten Lebak mulai mengambil langkah tegas untuk menata kegiatan penambangan emas di wilayahnya.
Lewat rencana pengajuan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pemkab berharap aktivitas tambang rakyat di Lebak bisa berjalan legal, tertib, dan ramah lingkungan.
Langkah ini sekaligus menjadi jawaban atas persoalan tambang emas ilegal yang selama ini marak di wilayah Lebak Utara dan menimbulkan dampak sosial maupun ekologis.
Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk mematikan mata pencaharian masyarakat, melainkan menata ulang agar kegiatan tambang berjalan sesuai aturan.
“Usulan WPR ini muncul dari aspirasi masyarakat. Pemerintah hanya ingin menertibkan agar aktivitas tambang rakyat bisa memiliki legalitas dan tidak lagi melanggar hukum,” ujar Amir, Minggu (2/11/2025).
Menurutnya, selama ini sebagian masyarakat menggantungkan hidup pada sektor tambang, namun praktik yang tidak berizin kerap menimbulkan persoalan baru mulai dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, hingga risiko kecelakaan kerja.
Karena itu, Pemkab akan menggandeng Dinas Lingkungan Hidup untuk memetakan dampaknya secara komprehensif.
“Dengan adanya WPR, pemerintah bisa hadir memberikan perlindungan dan pengawasan. Jadi bukan melarang, tapi menata,” tambah Amir.
Amir menjelaskan, pengajuan WPR berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 174 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Kedua aturan itu, kata Amir, menjadi fondasi agar kegiatan tambang rakyat diatur secara transparan, berkeadilan, dan berkelanjutan.
“Dengan dasar hukum ini, pemerintah bisa menata tambang rakyat tanpa mencabut hak ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Proses pengajuan WPR dilakukan oleh Dinas ESDM Provinsi Banten berdasarkan aspirasi dari pelaku tambang, disertai verifikasi lokasi dan data lapangan.
Surat pengajuan penyesuaian wilayah pertambangan sendiri telah disampaikan oleh Gubernur Banten kepada Kementerian ESDM sejak 16 Juni 2025.
Selain menyiapkan dasar legalitas, Pemkab Lebak juga memperkuat koordinasi lintas instansi untuk memastikan pengawasan dan penegakan hukum di lapangan berjalan efektif.
“Kami tidak akan mentolerir pelanggaran. Penegakan hukum akan tetap berjalan jika ada aktivitas tambang yang merusak lingkungan atau melanggar izin,” tegas Amir.
Sebagai upaya jangka panjang, pemerintah daerah juga akan menggelar program sosialisasi dan pelatihan teknik tambang yang aman, efisien, dan ramah lingkungan bagi masyarakat setelah WPR disetujui.
“Edukasi menjadi kunci. Kami ingin penambang rakyat memahami keselamatan kerja sekaligus menjaga kelestarian alam,” katanya.
Menariknya, hingga kini Pemkab belum menerima penolakan dari masyarakat atau kelompok penambang terkait rencana penetapan WPR.
Sebagian besar justru menyambut baik langkah pemerintah yang dinilai bisa memberi kepastian hukum sekaligus membuka peluang ekonomi baru.
“Kami berharap dengan adanya WPR, kegiatan tambang di Lebak bisa lebih tertib, tidak ada lagi tambang ilegal, dan lingkungan tetap terjaga,” pungkas Amir.
Dengan inisiatif ini, Pemkab Lebak berharap dapat menutup bab kelam praktik tambang liar sekaligus membuka lembar baru bagi penambang rakyat yang mandiri, legal, dan berwawasan lingkungan. (*/Sahrul).

