Tangis Sunyi Balita di Lebak Berjuang dengan Kelainan Usus, Dinkes Janji Upayakan Bantuan Lewat Program Sosial
LEBAK – Di ujung jalan tanah Kampung Cipadung, Cileles, Lebak, di sebuah rumah papan yang nyaris rapuh, suara tangis kecil seorang balita menjadi saksi perjuangan hidup yang sunyi.
Amirah Lashira, baru dua tahun usianya, tapi sudah harus menanggung derita kelainan usus yang memaksanya hidup dengan kantong kolostomi dan kontrol rutin ke rumah sakit besar di Jakarta.
Ini bukan sekadar cerita tentang sakit, melainkan tentang harapan yang berusaha terus hidup di tengah kemiskinan.
Amirah lahir dari pasangan Misnah dan Ahmad, keluarga sederhana yang sehari-harinya menggantungkan hidup dari penghasilan serabutan.
Saat anak-anak lain seusianya mulai belajar berjalan dan bicara, Amirah justru lebih sering terbaring lemas.
Sejak usia enam bulan, tubuhnya menolak makanan dengan gejala muntah, perut kembung, kejang-kejang, hingga akhirnya harus menjalani pemeriksaan intensif di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung.
“Pertama muntah terus, lalu panasnya tinggi sekali. Habis itu kejang. Saya bawa ke rumah sakit, kata dokter harus dirujuk karena ususnya bermasalah,” kenang Misnah dengan suara bergetar saat ditemui di rumahnya.
Dari Adjidarmo, Amirah dirujuk ke RS Harapan Kita di Jakarta. Di sanalah diketahui bahwa Amirah mengalami gangguan usus serius yang mengharuskannya menjalani operasi.
Namun kondisi tubuh Amirah yang lemah membuat tindakan medis harus ditunda. Kini, ia hanya bisa bertahan dengan alat bantu medis dan susu khusus.
Setiap bulan, keluarga harus menyiapkan biaya tambahan untuk kontrol ke Jakarta, membeli kantong kolostomi, dan memenuhi kebutuhan gizi Amirah.

Sayangnya, tak semuanya bisa dicover BPJS. Ahmad, sang ayah, hanya mengandalkan pekerjaan serabutan, kadang menjadi buruh, kadang memulung barang bekas.
“Kalau ke rumah sakit, ongkos paling murah Rp250 ribu sekali jalan. Itu belum beli susu atau kantong kolostomi. Saya kerjain apa saja, yang penting anak saya bisa tetap hidup,” ucap Ahmad sambil menahan air mata.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat, dr. Firman Rahmatullah, menyampaikan bahwa Amirah telah mendapatkan penanganan awal di RSUD Adjidarmo sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan nasional.
“Amirah ini salah satu pasien yang memang membutuhkan perhatian lebih. Kami sudah melakukan rujukan ke Jakarta, dan saat ini kami sedang mengupayakan agar bantuan tambahan bisa diberikan melalui jalur sosial,” ujar dr. Firman.
Ia menambahkan, program seperti DTKS dan bantuan dari Baznas sedang diusulkan untuk membantu pembiayaan non-medis, seperti akomodasi dan konsumsi keluarga selama proses pengobatan.
“Kami akan dorong agar keluarga Amirah tidak berjalan sendiri. Bantuan akan kita kawal melalui jalur resmi,” tegasnya.
Dalam tubuh mungil Amirah tersimpan kekuatan yang luar biasa.
Di balik raut wajahnya yang pucat, ada harapan untuk tumbuh, bermain, dan menjalani hidup yang layak seperti anak-anak lainnya.
Kisah Amirah juga menggambarkan bahwa di balik angka dan data, masih banyak anak-anak di daerah yang butuh perhatian nyata.
Dinkes Lebak berjanji mengawal kondisi Amirah hingga mendapat bantuan yang layak, sementara masyarakat juga semoga bisa ikut serta dalam meringankan beban keluarga ini.
Di balik tubuh mungilnya, Amirah menyimpan semangat besar untuk bertahan. (*/Sahrul).