Cara Polisi Hadapi Aksi Mahasiswa Dikritik Komnas HAM

Dprd ied

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta polisi tidak lagi menggunakan cara represif saat menghadapi massa unjuk rasa seperti saat mahasiswa berdemo di depan gedung DPR di Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Unjuk rasa itu berakhir dengan ricuh saat polisi berusaha membubarkan massa yang menutup badan jalan S Parman di depan gedung DPR dan meluber hingga jalan tol dalam kota ke arah Slipi.

Polisi membubarkan massa dengan tembakan gas air mata, kayu, dan pentungan. Pantauan Beritagar.id di lapangan menunjukkan mahasiswa juga sempat memprovokasi polisi. Akibatnya bentrokan tak bisa dihindari dan berikutnya memicu korban luka.

Menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, polisi semestinya belajar dari penanganan demo pasca-pemilu di depan kantor Badan Pengawas Pemilu di Sarinah, Jakarta Pusat, pada 22-24 Mei 2019.

Selepas unjuk rasa itu, kawasan Tanah Abang dan sekitarnya mengalami kerusuhan hingga pagi hari. Ini pula yang terjadi selepas demo mahasiswa di depan gedung DPR kemarin. Massa membakar dan merusak sejumlah fasilitas umum.

Choirul mengatakan bahwa tindakan berlebihan yang dilakukan polisi justru akan melahirkan pelanggaran HAM baru. Selain itu, katanya pada Selasa (24/9) malam, perdamaian pun terancam.

“Tindakan berlebihan tidak hanya akan melahirkan pelanggaran HAM, namun lebih jauh akan berpotensi mengancam aksi damai itu sendiri,” kata Choirul.

Lebih lanjut Choirul berharap tim Profesi dan Pengamanan Polri (Propam) mau menyelidiki insiden kericuhan yang membuat seorang mahasiswa terluka parah di kepala dan tulang bahu kanannya patah.

“Investigasi diperlukan untuk memastikan bahwa semua tindakan berlawanan dengan pedoman penanganan akan ditindak sesuai dengan hukum,” tukas Choirul.

Akan meminta proses hukum

Di tempat terpisah, Komisioner Komnas HAM Amiruddin menegaskan kesiapan pihaknya untuk menempuh jalur hukum atas tindakan kekerasan yang dialami para mahasiswa dalam unjuk rasa di Jakarta kemarin.

Untuk sementara, kata Amiruddin, Komnas HAM sedang mengumpulkan keterangan dan kesaksian dari para mahasiswa, termasuk Faisal Amir –mahasiswa Universitas Al-Azhar yang baru saja melewati masa kritis karena pendarahan di kepala dan patah tulang bahu kanan.

dprd tangsel

“Pasien sudah membaik dan semoga bisa memberi keterangan. Jadi nanti semuanya bisa ketahuan dan jika sudah ketahuan kami akan meminta proses hukum,” ujar Amiruddin usai menjenguk korban di RS Pelni, Petamburan, Jakarta, Rabu (25/9), pagi WIB.

Amiruddin sengaja datang ke RS Pelni untuk mencari tahu kondisi Faisal sebenarnya. Maklum, kabar yang beredar di media sosial dan grup-grup WhatsApp menyatakan mahasiswa fakultas hukum semester tujuh itu meninggal dunia.

“Kabar yang beredar itu ternyata tidak benar. Kami juga menghargai kecepatan RS Pelni menangani korban,” tukas Amiruddin yang juga berharap polisi bisa menghadapi unjuk rasa mahasiswa lebih baik lagi agar tak jatuh korban.

Amiruddin menambahkan sudah berbicara dengan ibu korban dan direncanakan bakal datang ke Komnas HAM untuk mengadu secara formal. “Sementara ini kami masih menunggu informasi dan kesaksian lebih detail dari Faisal atau teman-temannya.

“Termasuk mencari tahu soal tempat kejadian perkara, mungkin bisa cek juga CCTV di sekitar lokasi kejadian. Sejauh ini belum ada informasi soal itu, jadi kami masih mengumpulkan supaya tidak simpang siur,” ujar Amiruddin yang juga akan berkomunikasi dengan polisi.

Puluhan orang ditangkap

Sementara itu Polda Metro Jaya sudah menangkap 90 orang yang menjadi peserta aksi unjuk rasa kemarin. Menurut Karopenmas Divisi Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, 90 orang itu adalah perusuh dan diduga bukan mahasiswa yang turut berdemo.

Sampai saat ini, Polda Metro Jaya masih memeriksa 90 orang itu. “Itu sudah perusuh. Sudah disampaikan kalau demo yang damai, selesainya harus damai. Kalau malam tidak segera bubar, maka jadi perusuh,” ujar Dedi, Rabu (25/9).

Adapun dari kericuhan termaksud, menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono, total 265 mahasiswa dan 39 personel polisi mengalami luka-luka. “11 orang mahasiswa dirawat inap,” kata Gatot dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Rabu (25/9).

Gatot menuding kericuhan dipicu oleh aksi mahasiswa yang menyalahgunakan toleransi dari polisi. Sekitar pukul 16.00 WIB, kata Gatot, mahasiswa mulai mendorong pagar dan memprovokasi polisi dengan melemparkan batu dan botol minuman.

“Tujuan mereka masuk dan menguasai (gedung) DPR,” tutur Gatot.

Tindakan massa demo disebut Gatot makin anarkistis sehingga polisi mulai melakukan tahap pertama untuk memukul mundur dengan menembakkan air melalui water canon. Karena massa tidak mundur dan justru makin beringas, kata Gatot, polisi mengeluarkan tembakan gas air mata.

“Ada tiga bagian pagar yang dirusak, dua di antaranya betul-betul jebol. Atas nama undang- undang polisi melakukan tindakan tegas menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa supaya adik-adik mahasiswa ini mundur,” tegasnya. (*/Beritagar)

Golkat ied