Fenomena Antrean di Indonesia Jadi Simbol Kemiskinan Rakyat
FAKTA – Fenomena antrean panjang seakan menjadi potret kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.
Dari kota hingga pelosok desa, antrean panjang seolah menjadi rutinitas yang harus dijalani masyarakat demi mendapatkan hak-hak dasar mereka.
Nenek antre BPJS, bapak antre pertalite, ibu antre gas elpiji, dan anaknya antre lowongan kerja.
Sebuah realitas yang menurut pengamat mengindikasikan persoalan serius dalam tata kelola kebijakan publik dan perekonomian nasional.

Di berbagai daerah, antrean panjang sering terlihat di kantor BPJS, SPBU, pangkalan gas, hingga bursa lowongan kerja.
Para lansia harus antre berjam-jam di kantor BPJS demi mendapatkan layanan kesehatan yang seharusnya mudah diakses.
Para kepala keluarga rela mengantre pertalite di SPBU karena keterbatasan stok dan harga BBM yang tak stabil.
Para ibu harus berebut gas elpiji subsidi karena langkanya pasokan di pasaran.
Generasi muda harus antre panjang dalam bursa kerja demi mendapatkan pekerjaan yang semakin sulit didapat.
Fenomena ini bukan sekadar antrean biasa, tetapi mencerminkan persoalan mendalam yang belum terselesaikan.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Hendra Wijaya, menilai antrean panjang yang terjadi di berbagai sektor merupakan tanda bahwa ada ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan kemampuan pemerintah dalam memenuhi layanan dasar.
“Antrean ini bukan hanya soal ketersediaan barang atau layanan, tapi lebih jauh dari itu, mencerminkan ketidakmampuan sistem dalam memberikan akses yang layak bagi masyarakat,” ungkapnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan fenomena antrean terus terjadi:

1. Kebijakan yang Tidak Pro-Rakyat
Sistem pelayanan publik yang masih birokratis dan lamban membuat masyarakat harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan haknya.
2. Distribusi yang Tidak Merata
Baik gas elpiji, BBM, maupun layanan kesehatan, semuanya masih memiliki masalah dalam distribusi.
3. Lapangan Kerja yang Semakin Sempit
Banyaknya lulusan baru tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga antrean panjang di bursa kerja semakin tak terhindarkan.
Ironisnya, antrean ini terjadi di berbagai generasi dalam satu keluarga.
Dari nenek hingga cucu, semuanya harus berjuang mendapatkan hak yang seharusnya dijamin oleh negara,” tambah Dr. Hendra.
Melihat kondisi ini, pengamat menekankan perlunya reformasi di berbagai sektor untuk mengurangi beban masyarakat. Beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah antara lain:
1. Digitalisasi layanan publik untuk mempermudah akses BPJS dan menghindari antrean fisik.
2. Penguatan distribusi BBM dan gas elpiji agar masyarakat tidak lagi mengalami kelangkaan.
3. Peningkatan investasi dan lapangan kerja agar generasi muda tidak terus-menerus mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
Hingga kini, fenomena antrean masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Pertanyaannya, sampai kapan?
“Kami tidak butuh antrean panjang, kami butuh solusi,” ujar Dian (28), seorang pencari kerja yang sudah berbulan-bulan mengantre di berbagai job fair.
Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan besar: menghilangkan antrean sebagai simbol kesulitan rakyat. (*/Sahrul).
