Garuda Indonesia dan Krakatau Steel Disebut BPK Terkait Penyaluran PEN Bermasalah

 

JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan catatan baru dalam pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan yang termasuk dalam sepanjang 2021.

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, lembaga auditor eksternal itu menemukan adanya Rp15,31 triliun insentif perpajakan yang belum sepenuhnya memadai.

Selain itu, BPK juga mencatat adanya piutang pajak macet senilai Rp20,84 triliun yang belum dilakukan tindakan penagihan.

Di luar tata kelola insentif dan fasilitas perpajakan tersebut, lembaga itu juga mencatat adanya sisa dana investasi pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 dan 2021 kepada PT Garuda Indonesia senilai Rp7,5 triliun dan PT Krakatau Steel dengan nilai Rp800 miliar tidak dapat disalurkan.

Kartini dprd serang

“Hasil pemeriksaan BPK mengungkap temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern [SPI] dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Ketua BPK Isma Yatun dilansir dari Bisnis.com, Selasa (14/6/2022).

Dia menambahkan, kelemahan SPI lainnya juga tecermin dari adanya penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja non-PEN pada 80 kementerian dan lembaga (K/L) minimal Rp12,52 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Selain itu juga ditemukan sisa dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler Tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai piutang transfer ke daerah.

Isma menambahkan, meskipun kondisi ini tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021, pemerintah tetap perlu menindaklanjuti temuan BPK tersebut untuk perbaikan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tujuannya adalah untuk memperbaiki tata kelola anggaran dan menjaga kredibilitas fiskal.

Dalam rangka memenuhi ketentuan perundang-undangan, BPK telah menyampaikan hasil pemeriksaan atas LKPP tersebut secara tertulis pada 31 Mei 2022 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden Joko Widodo. (*/Bisnis)

Polda