Ini 10 Fatwa Ki Hajar Dewantara yang Penting untuk Para Pendidik

DPRD Pandeglang Adhyaksa

FAKTA BANTEN – Nama Ki Hajar Dewantara selalu disinggung saat peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei.

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pelopor pendidikan di Indonesia. Tanggal kelahirannya ini lah yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Merujuk harian Kompas edisi 2 Mei 1968, penetapan tersebut merupakan bentuk penghargaan Pemerintah atas jasa Ki Hadjar Dewantara yang telah memelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional.

Ki Hajar Dewantara bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.

Ki Hajar Dewantara bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia.

Setelah lulus ia bersekolah di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) yang saat ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Namun, ia tidak dapat tamat di sekolah tersebut karena sakit.
Senang Menulis

Setelah itu Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi dan juga menulis. Tulisannya yang paling terkenal berjudul Seandainya Aku Seorang Belanda.

Akibat tulisan ini, ia ditangkap dan diasingkan ke Belanda pada tahun 1913.

Di Belanda, Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Perhimpunan Hindia.

Di sinilah ia kemudian mulai mewujudkan cita-citanya untuk dapat memajukan kaum pribumi. Ia ingin bangsa Indoneisa belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh ijazah pendidikan yang bergengsi.

Pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia. Ia bergabung dan menjadi guru dalam sekolah binaan saudaranya.

Di sini ia mempunyai pengalaman mengajar yang kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang akan dia dirikan.

Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara berhasil mendirikan sebuah sekolah Perguruan Nasional Taman Siswa.

Perguruan ini menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada bangsa Indonesia.

Hal ini agar mereka mencintai bangsa dan tanah air, serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Pemerintah Belanda sempat akan menutup sekolah ini pada 1 Oktober 1932. Namun karena kegigihan Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan haknya, sehingga rencana tersebut gagal.

Menjadi Slogan

Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Dimakamkan di Taman Wijaya Brata, makam untuk keluarga Taman Siswa.

Bagian dari semboyan ciptaannya yaitu tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan), menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional.

Dalam sistem yang dia kembangkan, Ki Hadjar Dewantara mengeluarkan “10 Fatwa akan Sendi Hidup Merdeka”.

Di belakang hari, ajaran ini dikenal dan dikaji lagi antara lain dengan penyebutan beken “pendidikan karakter”.

Seperti dikutip dari salah satu situs web lembaga pendidikan Taman Siswa, kesepuluh fatwa Ki Hajar Dewantara tersebut berikut penjelasannya adalah:

1. Lawan sastra ngesti mulya

Terjemahan bebasnya, “dengan pengetahuan kita menuju kemuliaan”.

Penjelasan poin ini mencakup pula frasa lain, yaitu sastra herjendrayuningrat pangruwating dyu, yang terjemahannya, “ilmu yang luhur dan mulia menyelamatkan dunia serta melenyapkan kebiadaban”.

2. Suci tata ngesti tunggal

Penjelasan bebasnya, “dengan suci batinnya, tertib lahirnya menuju kesempurnaan”.

3. Hak diri untuk menuntut salam dan bahagia

Merujuk situs web tersebut, fatwa ini menjelaskan bahwa bagi Tuhan semua manusia itu pada dasarnya sama, sama haknya dan sama kewajibannya, sama haknya mengatur hidupnya serta sama haknya menjaIankan kewajiban kemanusiaan untuk mengejar keselamatan hidup lahir dan bahagia daIam hidup batinnya.

Loading...

Intinya, jangan kita hanya mengejar keselamatan lahir, dan jangan pula hanya mengejar kebahagiaan hidup batin.

4. Salam bahagia diri tak boleh menyalahi damainya masyarakat

Penjelasan fatwa ini, ”Sebagai peringatan, bahwa kemerdekaan diri kita dibatasi oleh kepentingan keselamatan masyarakat.

Batas kemerdekaan diri kita iaIah hak-hak orang lain yang seperti kita masing-masing sama-sama mengejar kebahagiaan hidup.

Segala kepentingan bersama harus diletakkan di atas kepentingan diri masing-masing akan hidup selamat dan bahagia, apabila masyarakat kita terganggu, tidak tertib dan damai.

Janganlah mengucapkan ‘hak diri’ kalau tidak bersama-sama dengan ucapan ‘tertib damainya masyarakat’, agar jangan sampai hak diri itu merusak hak diri orang lain sesama kita, yang berarti merusak keselamatan hidup bersama, yang juga merusak kita masing-masing.

5. Kodrat alam penunjuk untuk hidup sempurna

Sebagai pengakuan bahwa kodrat alam, yaitu segala kekuatan dan kekuasaan yang mengelilingi dan melingkungi hidup kita itu adalah sifat lahirnya kekuasaan Tuhan yang Maha Kuasa, yang berjalan tertib dan sempuma di atas segala kekuasaan manusia.

Janganlah hidup kita bertentangan dengan ketertiban kodrat alam. Petunjuk dalam kodrat alam kita jadikan pedoman hidup kita, baik sebagai alam kita jadikan pedoman hidup kita, baik sebagai orang seorang atau individu, sebagai bangsa, maupun sebagai anggota dari alam kemanusiaan.

6. Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan

Penjelasannya, bahwa hidup kita masing-masing itu ada dalam lingkungan berbagai alam-alam khusus, yang saling berhubungan dan berpengaruh.

Alam khusus tersebut adalah alam diri, alam kebangsaan, dan alam kemanusiaan.

Rasa diri, rasa bangsa, dan rasa kemanusiaan, ketiga-tiganya hidup dalam tiap-tiap sanubari kita masing-masing manusia, yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.

7. Dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kita kepada sang anak

Dalam mendidik, penghambaan kepada sang anak tidak lain daripada penghambaan kita sendiri.

Sungguh pun pengorbanan kita itu kita tujukan kepada sang anak, tetapi yang memerintahkan kita dan memberi titah untuk berhamba dan berkorban itu bukan si anak, melainkan diri kita masing-masing.

Di samping itu kita menghambakan diri kepada bangsa, negara, pada rakyat, dan agama, atau terhadap lainnya.

Semua itu tak lain penghambaan pada diri sendiri, untuk mencapai rasa bahagia dan rasa damai dalam jiwa kita sendiri.

8. Tetep–mantep–antep

Dalam melaksanakan tugas perjuangan kita, kita harus memiliki ketetapan hati (tetep), termasuk tekun bekerja, tidak menoleh ke kanan dan ke kiri.

Kita harus tetap tertib dan berjalan maju. Kita harus selalu mantep, setia dan taat pada asas itu, teguh iman hingga tak ada yang akan dapat menahan gerak kita atau membelokkan aliran kita.

Sesudah kita tetap dalam gerak lahir kita, lalu mantep dan tabah batin kita, segala perbuatan kita akan antep, yaitu berat berisi dan berharga, tak mudah dihambat, ditahan-tahan, dan dilawan oleh orang lain.

9. Ngandel–kendel–bandel

Kita harus ngandel, percaya, kepada kekuasaan Tuhan dan percaya kepada diri sendiri. Kendel, berani, tidak ketakutan dan was-was oleh karena kita percaya kepada Tuhan dan kepada diri sendiri.

Bandel, yang berarti tahan dan tawakal.

Dengan demikian maka kita menjadi kendel, tebal, kuat lahir batin kita, berjuang untuk cita-cita kita.

10. Neng-ning–nung–nang

Dengan meneng (neng), tenteram lahir batin, tidak nervous, kita menjadi wening (ning), bening, jernih pikiran kita, mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah, lalu kita menjadi hanung (nung), kuat sentosa, kokoh lahir dan batin untuk mencapai cita-cita, hingga akhirnya menang (nang) dan mendapat wewenang, berhak dan kuasa atas usaha kita. (*/Surya.co.id)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien