Konsolidasi Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Penggunaan APBN untuk Pertemuan IMF-WB di Bali
JAKARTA – Dilansir dari website agraindonesia.org, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) bekerjasama dengan INDIES menginisiasi pertemuan organisasi masyarakat sipil untuk membahas dan merumuskan respon bersama terkait dengan rencana Pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia ( di Bali Oktober mendatang.
Pertemuan yang dilaksanakan pada 5 Juni di Hotel Soyan Tebet ini, selain diskusi juga dirangkaikan dengan buka puasa bersama sebelum libur panjang Lebaran.
Meskipun tidak banyak organisasi yang hadir, Rahmat, selaku Ketua AGRA merasa senang karena konsolidasi awal ini sudah dapat melibatkan 18 organisasi antara lain; ELSAM, IGJ, KIARA, KRUHA, Fatayat NU, GEMPITA, LIPS, PENABULU, ASIA Forum, LMND, AJI Jakarta, FMN, KABAR BUMI, SERUNI, PEMBARU Indonesia, GSBI, INDIES dan AGRA.
Pertemuan diawali dengan pemaparan AGRA terkait dengan pandangan dan sikap terhadap Bank Dunia dan IMF serta rencana khusus untuk merespon pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Bali mendatang.
Pada pokok materi yang disampaikan oleh AGRA, IMF dan Bank Dunia dinilai sebagai lembaga kapital finance milik Imperialis yang beroperasi di berbagai Negeri untuk melancarkan skema ekonomi, melalui kerjasama, hutang dan hibah.
Secara khusus AGRA juga menyoroti masalah anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan rapat tahunan Bank Dunia dan IMF, menurutnya anggaran yang gelontorkan dari APBN itu sangat fantastis, karena mencapai Rp810 miliar, belum lagi anggaran untuk persiapan yang mencapai Rp 6 triliun untuk sarana penunjang.
Menurut Rahmat, ini bertolak belakang dengan keadaan masyarakat yang perekonomianya terus tergerus. AGRA juga mempersoalkan rencana larangan penjualan BBM bersubsidi jenis premium sepanjang acara pertemuan Bank dunia dan IMF.
“Pemerintah Jokowi sudah terbalik fikirannya, orang miskin disuruh mensubsidi orang kaya, hanya karena kita ingin memberikan udara yang baik bagi delegasi Bank dunia dan IMF. Atas kebijakan pemerintah ini AGRA menyatakan menetang,” tegas Rahmat.
Pendapat yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh para peserta. Perwakilan dari KIARA menjelaskan, bahwa masyarakat dan gerakan rakyat harus merespon pertemuan di Bali mendatang. Pasalnya dua lembaga ini sama sekali tidak berguna bagi rakyat, sebaliknya Bank Dunia dan IMF telah mendorong kerjasama dengan pemerintah yang merugikan rakyat.
Diketahui ada program Bank Dunia yang mendukung program pembangunan pariwisata termasuk wisata pesisir. Setidaknya ada 3 proyek yaitu Mandalika, Toba dan Borobudur. Saat ini terdapat sekitar 10 proyek pembangunan kawasan wisata dan 7 diantaranya adalah di kawasan pesisir di Belitung, Wakatobi, Morotai, maupun Kepulaun Seribu yang keseluruhannya menggunakan skema PMA.
“Dampak dari program ini adalah pengusiran ruang hidup dan pekerjaan masyarakat pesisir dan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil. Selain itu juga mengubah kultur masyarakat, nelayan terpaksa berpindah mata pencaharian sebagai buruh pariwisata,” tegas perwakilan KIARA.
Yang lain adalah proyek “green” yang didalamnya terdapat proyek infrastruktur skala besar, ada ratusan proyek pengembangan pariwisata, yang dilakukan di pulau-pulau kecil, 140 diantaranya adalah skala kecil dan 122 skala menengah, untuk proyek ini pemerintah juga sudah membentuk Badan Otoritas Pariwisata.
Terkait dengan rencana pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF nanti di Bali, Farid dari KIARA mengusulkan, agar hal ini bisa direspon secara besar dan melibatkan banyak masyarakat.
“Untuk sementara kami mengusulkan 3 hal, yaitu pertama masing-masing organisasi membuat lembar fakta proyek IMF dan Bank Dunia serta dampaknya, baik terkait kebijakan maupun sektoral. Kedua, membuat diskusi luas, dan ketiga melakukan mobilisasi aksi terlepas apakah akan dilakukan di Bali atau di Jakarta,” jelas Farid.
Sekar Perwakilan dari ELSAM, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan respon terhadap proyek-proyek tersebut, meskipun bentuknya seperti apa belum final.
Sedangkan terkait dengan rapat tahunan Bank Dunia dan IMF, Sekar menjelaskan, bahwa pertemuan di Bali adalah pertemuan terakhir, sebab ada putaran rapat tahuan ADB di India dan pertemuan tahunan AIIB Philipina.
“Untuk pertemuan pucaknya nanti pada bulan Oktober Bank Dunia dan IMF mengorganisir dua petemuan, sebagai rangkaian dari pertemuan inti mereka. Pertama ada people forum dan youth forum. People forum untuk memfasilitasi masyarakat sipil membuat pertemuan dengan berbagai tema sedangkan Youth Forum diorganisir dalam kepentingan semacam kaderisasi Bank Dunia kedepan. Bank-bank dan lembaga finansial sperti ADB dan AIIB ini sebenarnya adalah bagian dari Bank Dunia. Pasca krisis tahun 2000, mulai membentuk korporasi Bank di tingkat regional,” jelas Sekar.
Sedangkan Erpan, perwakilan dari INDIES menyampaikan, pada prinsipnya banyak orang atau kalangan sudah tahu kalau lembaga seperti IMF dan Bank Dunia inilah yang membuat labil ekonomi di sebuah negara. Bahkan banyak yang sudah menyebutkan kalau saat ini sudah cukup kerjasama dengan mereka (IMF-WB).
“Campur tangan mereka terhadap satu negeri sudah banyak diketahui, misalnya melalui Structural Adjusment Project (SAP) atau proyek penyesuaian structural yang isinya adalah liberalisasi, privatisasi dan deregulasi. Dalam lembar fakta nanti bisa kita sesuaikan dengan isi kebijakan yang ada sekarang,” jelas Erpan.
Sedangkan perwakilan dari IGJ menyampaikan kalau pihaknya dan beberapa organisasi lain seperti KIARA, WALHI dan Solidaritas Perempuan sudah ada rencana untuk menyikapi dan isu yang sudah mengerucut adalah soal pajak, lingkungan dan korporasi.
Sementara itu perwakilan dari AJI Jakarta, menyampaikan bahwa isu WB – IMF ini belum banyak diketahui oleh wartawan, apalagi pandangan jika isu ini seharunya bisa diback-up dengan mengangkat persolan rakyat atau dampak yang diterima oleh masyarakat.
“Kita perlu strategi khusus agar mendapat pemberitaan yang baik, sebab saat ini framing pemberitaan lebih dominan ditarik pada isu politis, dari pada dampak dari kebijakan. Selain itu pihaknya mengusulkan, jika akan melakukan mobilisasi aksi nanti sebaiknya tidak hanya melibatkan CSO tetapi lebih banyak melibatkan kelompok masyarakat yang terdampak langsung, misalnya petani, buruh ataupun nalayan,” jelas perwakilan AJI.
Dari seluruh diskusi pada akhirnya menarik kesimpulan bahwa, perlu dilakukan respon terhadap rencana rapat tahuan Bank Dunia dan IMF mendatang, dan dalam waktu dekat bisa menggalang petisi bersama untuk menolak penggunaan APBN dalam pembiayaan pertemuan Bank Dunia dan IMF. Sedangkan untuk konsolidasi lanjutan dan upaya perluasan keterlibatan organisasi akan dilaksanakan di KIARA setelah libur lebaran. (*/Cholis)