Merasa Korban Rasisme, Kantor DPRD Papua Barat Dibakar Massa

Dprd ied

PAPUA – Puluhan ribu massa dari warga dan Mahasiswa Papua menggelar aksi unjuk rasa di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019), hingga berujung terjadinya kerusuhan. Dalam kerusuhan itu massa pun membakar gedung DPRD Papua Barat.

Dikutip dari KompasTV, akibat kerusuhan itu, sejumlah ruas jalan ditutup. Salah satunya adalah jalan utama didaerah itu, Jalan Yos Sudarso.

Peristiwa berawal dari aksi protes warga atas dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di sejumlah daerah di Jawa Timur, yakni Surabaya, Semarang dan Malang.

Diberitakan bahwa polisi mengangkut paksa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya pada hari Sabtu (17/8/2019) sore. Tindakan tersebut dilakukan polisi setelah menembakan gas air mata dan menjebol pintu pagar asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Alasan mengangkut paksa mahasiswa adalah karena untuk kepentingan pemeriksaan dalam kasus perusakan dan pembuangan bendera merah putih ke selokan. Hal tersebut diungkapkan Wakapolrestabes Surabaya, AKBP Leonardu Simarmata

Massa di Manokwari yang memprotes tindakan yang dilakukan oleh Ormas dan oknum aparat terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur menyebar ke sejumlah jalan di Manokwari sambil membawa senjata taham dan spanduk sebagai bentuk protes. Massa pun menebang pohon untuk memblokade jalan.

Selain itu, massa juga melempar pecahan botol dan merobohkan papan reklame serta tiang lampu lalu lintas di pinggir Jalan Yos Sudarso, bahkan terlihat massa menjarah sejumlah toko dan membakar bendera merah putih.

Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani, mengatakan pihaknya tengah melakukan negosisasi dengan pemimpin aksi.

Seperti yang dilaporkan kontributor Kompas TV, Budy Setiawan, Lakotani menyebutkan ia sudah berkoordinasi dengan kapolda dan panglima TNI untuk bertemu pemimpin aksi agar situasi tenang.

“Kami sedang mencari jalan untuk bertemu dengan pimpinan aksi,” terang Lakotani.

Hingga pukul 08.00 WIT, akses Jalan Yos Sudarsi di perempatan lampu merah Sanggeng, Jalan Trikora Wosi, dan beberapa tempat lain masih diblokade warga.

dprd tangsel

Sebelumnya dikutip dari suarapapua.com, Gubernur Papua, Lukas Enembe, menyebutkan Pemerintah Provinsi Papua menghargai upaya hukum yang dilakukan aparat keamanan terkait angkut paksa terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya.

Lukas mengatakan pihaknya akan menghargai tindakan aparat keamanan selama dilakukan secara proporsional dan profesional, serta adil.

Lukas juga meminta pada aparat keamanan agar tidak membiarkan tindakan persekusi dan main hakim sendiri oleh kelompok atau individu yang bisa melukai hati masyarakat Papua.

“Pemprov Papua menyatakan empati dan prihatin terhadap insiden yang terjadi di Kota Surabaya, Semarang dan Malang, yang berakibat adanya penangkapan atau pengosongan asrama mahasiswa Papua,” ujar Lukas saat menggelar jumpa pers di Gedung Negara Jayapura, Minggu (19/08/2019).

Lukas pun menegaskan bahwa rakyat Papua bukan bangsa monyet sebagaimana teriakan yang dilontarkan ormas dan oknum aparat kepada mahasiswa Papua di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

“Kami bukan bangsa monyet. Kami adalah manusia Papua yang punya harga diri dan martabat sama dengan suku bangsa lain. Tindakan rasial yang dilakukan di Surabaya itu harus dihentikan, itu sangat melukai hati rakyat Papua,” tegas Gubernur Lukas.

Ia pun meminta kepada masyarakat Non Papua maupun aparat di seluruh wilayah Indonesia untuk tidak melakukan hal-hal atau tindakan-tindakan inkonstitusional, seperti persekusi, main hakim sendiri, memaksakan kehendak, bertindak rasis, dan diskriminatif, intoleran dan lain-lain yang dapat melukai hati masyarakat Papua serta mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita sudah 74 tahun merdeka. Seharusnya tindakan-tindakan intoleran, rasis, dan diskriminatif tidak boleh terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama,” katanya.

Sebelum sempat ada pengakuan dari salah satu mahasiswi Papua yang berada di asrama Papua Surabaya, juga pengurus Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Dolli Iyowau yang mengaku mendengar kata-kata makian, cacian dan kata-kata ancaman yang dikeluarkan untuk dua mahasiswi dan 13 orang mahasiswa yang berada di asrama tersebut.

“Dorang bikin yel yel di depan asrama dengan kata-kata ‘pulangkan ke papua’, lalu mereka juga bilang kami ‘monyet’, bahkan diteriaki kotoran manusia dan masih banyak kata-kata makian,cacian dan rasis yang dilontarkan pada kami,” ungkap Iyowau kepada media pada Jumat, (16/8/2019) malam dari Surabaya, Jawa Timur. (*/Ndol)

Golkat ied