MK Terbelah 5 Banding 4 soal Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK
JAKARTA – Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Empat hakim ini keberatan terkait putusan perpanjangan jabatan Firli Bahuri dkk.
Empat hakim itu adalah Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
“Menimbang bahwa permohonan berkenaan dalam norma pasal 34 UU 30/2002 adalah inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai secara bersyarat menjadi frasa “5 tahun”, sehingga pemaknaan baru norma a quo selengkapnya menjadi, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan”. Dalam Putusannya, Mahkamah, in casu mayoritas Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon, sehingga masa jabatan Pimpinan KPK yang semula adalah 4 tahun berubah menjadi 5 tahun,” bunyi putusan MK, Jumat (26/5/2023).
“Berkenaan dengan Putusan Mahkamah terhadap frasa ‘4 tahun’ menjadi ‘5 tahun’ a quo, kami, Haki m Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) dengan Putusan dimaksud,” imbuhnya.
Dalam pertimbangan dissenting opinion, empat hakim menilai KPK adalah lembaga independen yang keberadaannya tidak diatur dalam UUD 1945, namun dipandang penting secara konstitusional khususnya dalam memberantas korupsi.
Menurut hakim, independensi kelembagaan dapat dilihat dari susunan kepemimpinan lembaga negara independen yang tidak berasal dari partai politik tertentu.
Tujuannya, lanjut putusan MK, agar kepemimpinan lembaga tetap transparan dan akuntabel, periode jabatan kepemimpinan lembaga negara independen bersifat definitif, selesai masa jabatan secara bersamaan, dan untuk periode berikutnya dapat diangkat kembali maksimal 1 periode.
Menurut hakim, pemohon dalam hal ini Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam argumentasi terkait perubahan masa jabatan sama sekali tidak menyinggung mengenai keterkaitan masa jabatan KPK.
Justru permohonan Ghufron hanya mengatakan kalau masa jabatan pimpinan KPK lebih singkat dari pada lembaga lain.
“Argumentasi yang dibangun oleh Pemohon sama sekali tidak menyinggung mengenai keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dimaksud dalam konteks kelembagaan KPK. Adapun dalil Pemohon yang mengutarakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang lebih singkat dibandingkan dengan beberapa lembaga non kementerian lain berdampak pada munculnya anggapan bahwa kedudukan KPK lebih rendah dibanding dengan lembaga non kementerian lainnya merupakan asumsi belaka karena tidak ditopang oleh bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan,” jelasnya.
“Padahal, karakteristik independensi kelembagaan KPK tetap dijamin tanpa ada keterkaitannya dengan masa jabatan pimpinan. Terlebih lagi, berkenaan dengan masa jabatan sejumlah komisi atau lembaga, telah ternyata terdapat ketidakseragaman dalam pengaturannya. Misalnya, Pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun; Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 tahun; Masa jabatan anggota KPPU adalah 5 tahun; masa jabatan keanggotaan Komnas HAM selama 5 tahun; Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 tahun; dan Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 tahun,” lanjutnya.
Empat hakim menegaskan argumentasi Ghufron terkait tidak adanya keseragaman mengenai masa jabatan komisi negara itu tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminatif.
Ghufron, katanya, membangun argumentasi bahwa adanya ketidakadilan dan tidak adanya perlakuan sama dengan lembaga negara lainnya.
“Terhadap bangunan argumentasi ini, perlu ditanggapi dua hal yaitu: pertama, upaya mengubah masa jabatan pimpinan lembaga negara selayaknya dikaitkan dengan desain kelembagaan dan bukan berkenaan dengan ketidakadilan atau perlakuan yang tidak sama antara masa jabatan satu pimpinan lembaga negara dengan masa jabatan pimpinan lembaga negara lainnya,” ucap hakim.
“Kedua, bilamana yang disoroti dalam membangun argumentasi mengenai pengubahan masa jabatan pimpinan lembaga negara adalah adanya kerugian hak dari Pemohon sebagai pimpinan KPK atas perlakuan yang tidak sama maka sesungguhnya Pemohon membangun dalil mengenai ketidakadilan tanpa mempertimbangkan hak orang lain yang juga berminat untuk mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPK. Terlebih lagi, dengan Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, dikhawatirkan akan memantik permohonan lain di kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan di beberapa lembaga atau komisi negara,” imbuhnya.
Hakim mengatakan dengan dikabulkan permohonan Ghufron, ini akan membawa Mahkamah masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukannya.
Karena itu, empat hakim menolak putusan terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.
“Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, kami berpendapat, Petitum Pemohon yang memohon kepada Mahkamah untuk memaknai norma Pasal 34 UU 30/2002 menjadi “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun”, adalah tidak beralasan menurut hukum sehingga seharusnya Mahkamah menolak permohonan Pemohon a quo,” tegas hakim.
Diketahui, hakim yang setuju dengan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK lima tahun ada lima orang. Mereka adalah Ketua MK Anwar Usman, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, M Guntur Hamzah, Manahan MP Sitompul. (*/Detik)