JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan ada kesalahan bersama terkait dengan masifnya penetrasi semen dan baja impor yang turut menghantam kinerja perusahaan-perusahaan domestik, termasuk yang terjadi dengan emiten di dua sektor tersebut di pasar modal.
Sebagaimana diketahui, BUMN baja, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk amat terdampak dengan serbuan baja impor dari China yang membuat kinerjanya semakin memburuk dengan rugi bersih 7 tahun terakhir di tengah dililit utang yang mencapai di atas Rp 30 triliun.
Sektor lain yakni semen juga terdampak. Penjualan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) pada semester I-2019 turun menjadi 13,78 juta ton dari periode setahun sebelumnya 14,77 juta ton. Persaingan dengan produsen semen asing, terutama dari China juga berpengaruh terhadap penjualan Semen Indonesia.
“Karena mengharapkan investasi asing, semuanya masalah. Yang terjadi di semen dan baja, semen China masuk enggak salah juga butuh efisiensi. Tapi ada gap dan over produksi, ini kesalahan bersama,” kata Wapres dalam forum Beyond Wealth 2019 yang digelar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk di Ballroom Ritz Carlton, Pacific Place, Rabu (7/8/2019).
JK menegaskan ketika permintaan semen naik, pabrik semen menaikkan produksi dan minta kredit di bank berbeda sehingga terjadi produksi berlebih. Sementara, konsumsi tidak bertumbuh dengan persentase yang selaras dengan produksi.
“Sama juga di pabrik baja. Investasi bisa jalan karena ada efisiensi walaupun ada yang rugi. Pemerintah mau mempercepat infrastruktur, semua yang ada di pipeline semua dipercepat. Apakah kereta api dari Bandung atau semi cepat Jakarta-Surabaya, bendungan dipercepat,” tegas JK.
Oleh karena itu, JK mengatakan jika ada masalah pemerintahlah yang harus memberikan insentif. Selain itu, perbankan juga diminta untuk ikut memberikan insentif dengan penurunan suku bunga.
“Saya targetkan semua selesai perundingan akhir tahun jadi bagaimana bank memberikan insentif dan pengusaha, salah satunya turunkan bunga. Peran swasta dunia perbankan punya andil 80% pemerintah hanya 18%.” (*/CNBC)