Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Sankyu

Penulis: Holisah, Baban Taupik, Lukman Nulhakim, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

 

Indonesia adalah Negeri yang memiliki kekayaan yang melimpah, dari Sabang hingga Merauke. Beraneka ragam suku bangsa yang ada membuktikan keberagaman kebudayaan. Selain memiliki budaya etnik terbesar di seluruh nusantara, masyarakat Indonesia juga memiliki kekayaan sumber daya alam. (Mahdayeni et al., 2019)

Sebagai proses dan produk, Kebudayaan pada hakikatnya akan mencakup norma, hasil cipta manusia, dan nilai-nilai. Dengan demikian budaya dapat di susun menjadi tiga aspek, antara lain: (1) aspek mental (budaya imajinasi) yang dinamis, seperti pemikiran manusia, informasi tentang keberadaan, sudut pandang, pemahaman; (2) aspek evaluatif, yaitu menyangkut kualitas dan standar sosial, yang mengarahkan cara pandang dan perilaku manusia dalam budaya, yang kemudian melahirkan moral sosial; dan (3) aspek lambang sebagai kolaborasi keberadaan manusia dalam citra yang digunakan dalam budaya. Dari aspek-aspek ini, sangat jelas budaya mengkaji tentang manusia. Karena penalaran manusia secara umum akan berubah, budaya akan berubah. Manusia adalah manusia, pembuat budaya, namun sekali lagi, budaya membuat permintaan dan cara hidup manusia. Budaya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang tampak pada diri manusia, serta mencakup sesuatu yang dinamis(Herlina, 2018).

Budaya mempengaruhi proses berpikir, merasakan, membayangkan, menjawab dan merespon orang terhadap pola dan kemajuan yang berbeda dalam keadaan mereka saat ini.

Kebudayaan mempengaruhi perangai-perangai fisik, misalnya ekspresi dalam berbagai situasi,baik cara berjalan,cara duduk,makan,tidur, masuk rumah, dan bentuk-bentuk kebiasaan lainnya. Kebudayaan dapat meluas dan melebar serta berkembang di segala sisi eksistensi manusia. Budaya akan menggabungkan semua perhatian, mentalitas, dan perilaku keberadaan manusia.

Dari lahir sampai mati, manusia akan terus menerus membentuk kebudayaan. Ciptaan tersebut disebut budaya barang atau sering disebut budaya material. Sementara itu, budaya yang bersifat dinamis akan muncul dalam siklus sosial itu sendiri. Oleh karena itu dalam banyak kasus disebut budaya sebagai siklus atau tidak penting.

Manusia sebagai makhluk berbudaya mempunyai dua sumber daya yang paling signifikan, khususnya akal dan jiwa atau biasa disebut pikiran dan perasaan. Kemudian melalui adanya akal serta budi sampai kapanpun manusia akan dapat menghasilkan karya dan itu yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Di dalam kehidupan, kebudayaan dan manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang terbaik mereka membuat kebudayaannya sendiri dan menjaganya dari satu zaman ke zaman lainnya. Budaya lahir dari aktivitas sehari-hari dan dari kejadian yang telah diatur oleh yang Mahakuasa. Kebudayaan muncul berdasarkan dari kegiatan atau interaksi yang dilakukan antar manusia sebagai makhluk sosial.

Budaya ada sejak manusia membuatnya dan manusia bisa hidup di tengah kebudayaan yang dibuatnya. Budaya akan tetap hidup bila ada manusia sebagai pendukungnya dan budaya memiliki keuntungan besar bagi orang-orang dalam kehidupan mereka sehari-hari

Budaya merupakan kekhasan yang mencakup semua. Setiap masyarakat dan negara di dunia ini memiliki budaya, meskipun bentuk dan coraknya tidak sama antara masyarakat satu negara dengan negara lainnya.

Budaya jelas menunjukkan kedekatan naluri manusia dari berbagai suku, bangsa, dan ras. Setiap budaya memiliki wadah dan masyarakatnya sendiri yang merupakan pemegang budaya tersebut, sehingga antara budaya dan masyarakat tidak dapat terpisahkan.

Hakikat Manusia

Manusia dalam bahasa Inggris disebut Man. Kepentingan mendasar dari kata ini tidak jelas namun pada hakikatnya bisa dihubungkan dengan mens (latin) dan itu berarti “seseorang berpikir”.

Dengan hal yang sama, kata antropos (Yunani) tidak terlalu jelas. Pada awalnya antropos berarti “seorang individu yang menoleh ke atas”. Saat ini kata ini digunakan untuk benar-benar menyiratkan “wajah manusia” (Hermawan, 2017, hlm. 58).

Manusia sebagai makhluk hidup serta memiliki kualitas hidup, penting bagi alam semesta sebagai ciptaan Sang Pencipta. Manusia sejauh ini telah menjadi spesies yang dominan dan sukses, namun akan terganggu oleh validitas dari suatu jenis mikroorganisme atau mikroba.

Kelahiran manusia dibedakan oleh orang yang berbeda dalam berbagai cara. Sementara ada yang memandangnya sebagai fakta, mitos dan hak anak untuk dilahirkan. Manusia mempunyai dorongan ke dalam untuk membimbing diri mereka sendiri mencapai tujuan yang positif. Mereka percaya bahwa mereka dapat menentukan nasib mereka sendiri. Hal ini membuat manusia terus berubah dan berkreasi menjadi orang yang lebih baik dan lebih hebat.

Manusia juga dapat menjadi kelompok masyarakat dengan perilaku yang dapat diterima. Mereka juga mengatakan bahwa terlepas dari dorongan ini, manusia dalam hidupnya juga ditentukan oleh rasa kewajiban sosial dan keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Untuk situasi ini, manusia dianggap sebagai makhluk individu dan lebih jauh lagi sebagai makhluk sosial.

Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan atau kualitas mereka sendiri, tidak ada orang yang sama meskipun mereka dilahirkan kembar. Sebenarnya, jika dilihat secara fisik mungkin mempunyai banyak kemiripan, tetapi secara mental mereka akan menunjukkan banyak perbedaan. Kualitas dan kontras ini sering disinggung sebagai karakter.

Karakter individu akan sangat dipengaruhi oleh variabel alam dan ekologi. Selain itu, dalam pandangan humanistik, orang mempunyai lebih banyak potensi dari pada apa yang dapat mereka capai. Manusia sebagai makhluk individu ingin memenuhi keinginan dan kebutuhannya masing-masing, Seperti dia bisa menciptakan kapasitasnya yang sebenarnya.

Semua orang akan berusaha untuk menemukan karakternya yang tidak sama dengan yang lain, tidak ada manusia yang benar-benar perlu menjadi orang lain, dia sebenarnya perlu bertindak secara alami dengan tujuan agar dia selalu memperhatikan keunikannya. Manusia yang  bisa bertanggung jawab penuh dinamakan manusi yang betul- betul manusia

Untuk situasi ini, sebagai guru, orang tua dan pendidik, kita harus pahami bahwa anak-anak mempunyai bakat agar dapat berkembang dan menjadi dirinya sendiri. Anak-anak dalam kemajuan perkembangannya mereka akan mendapatkan dampak dari luar, baik disengaja atau tidak di sengaja, namun mereka itu akan mengatasi terhadap dampak-dampak tersebut.

Mereka akan mengambilnya sendiri, jadi apa yang mereka dapatkan akan menjadi penting untuk dirinya sehingga akan menjadi pribadi individu yang unik dan berbeda dengan yang lain. Demikian juga, para guru harus tahu bahwa pendidikan tidak bisa memaksa anak untuk mengikuti atau menuruti setiap keinginannya, karena dalam diri anak itu ada prinsip pengembangan dan perbaikan yang diputuskan sendiri.

Sekda ramadhan

Manusia selain sebagai makhluk individu, mereka juga adalah makhluk sosial. Orang bisa dianggap sebagai makhluk sosial karena dirinya sendiri ada keinginan untuk berhubungan atau bergaul dengan orang lain, dimana ada kebutuhan untuk melakukan interaksi terhadap orang lain yang sering didasarkan pada kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing. Manusia juga tidak bisa hidup sebagai manusia jika Anda tidak tinggal di antara manusia yang lainnya dan tanpa bantuan manusia lainnya

Kecakapan manusia sebagai makhluk Ciptaan Tuhan YME, yang membedakan dengan mahluk ciptaan lainnya yaitu bahwa Manusia dikaruniai akal, dengan akal Manusia mampu menimbulkan nalurinya dalam berfikir untuk melakukan hal-hal yang patut dilakukan sesuai norma.

Selain itu manusia dibekali dengan kemampuan yang sangat istimewa, yang dengan pemberiannya mampu mendaya cipta, rasa, dan empati serta menerima keadaan dirinya sebagai CiptaanNya. Keistimewaan itu adalah manusia memiliki IQ (Intelectual Quotient), EQ (Emosional Quotient), SQ (Spiritual Quotient) dan PQ (Performance Quotient).

Hakikat Kebudayaan

Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal atau budi. Berdasarkan ahli budaya, kata budaya adalah gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya (sidi Gazalba, 1998 :35). Budi mengandung arti penting akal, pikir, renungan, penilaian, usaha, perasaan, sedangkan daya mengandung arti penting tenaga, kekuatan kapasitas. Sekalipun akar kata budaya diderivasi dari akar kata yang berbeda,dapat dikatakanbahwa kebudayaan merupakan hal-hal yang berkenaan budi atau akal.(Sulasman, 2013, 49-50).

Kebudayaan merupakan suatu ide abstrak, karena adanya dalam state of mind. Sedangkan hasil kelakuan manusia muncul sebagai konsekuensi dari berinteraksi dan beroperasinya sistem suatu ide.

Setiap individu tidak terlepas dari persoalan yang muncul dari wujud hidupnya sendiri. Setiap individu memberikan makna hidupnya yang berbeda-beda sesuai dengan model-model pengetahuan yang menjadi muatan mosaik kebudayaannya. Sementara individu memberi makna pada setiap akses kehidupannya adalah serba berkebutuhan, dan tidak jarang menimbulkan rasa sulit dan menyedihkan serta syarat dengan kemandegan, sehingga mereka senantiasa terperangkap oleh rasa pesimistis.

Berbeda dengan sekelompok individu lain yang memiliki kelugasan dalam memberikan makna tentang hakekat hidupnya. Mereka mengakui bahwa hidup ini memang tidak serba mudah, sehingga manusia berfikir bahwa untuk mencapai keinginan yang sesuai harap jangan mudah menyerah.

Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dilihat sebagai inspirasi terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri, maupun bagi bangsa pada umumnya.

Pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan yang beretika. Dengan kata lain dapat diartikan  kualitas kebudayaan beretika pada suatu negara tergantung kualitas  manusia dalam  memajukan suatu Teknologi yang bermanfaat, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi.

Manusia disinggung sebagai makhluk berbudaya dan bermoral pada umumnya memanfaatkan batinnya untuk memperoleh kepuasan, karena yang memenuhi rasa keberadaan manusia pada dasarnya adalah sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang berusaha menjadikan kebaikan, kebenaran dan keadilan adalah manusia yang memenuhi syarat sebagai manusia yang berbudaya.

Kebudayaan memiliki dua segi bagian yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan segi kerohanian. Segi kebendaan meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun dan teratur yang keduanya tidak bisa diraba.

Refleksi

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan jumlahnya milyaran, dan meski banyaknya manusia yang kita jumpai, namun tak satupun yang sama meski mereka terlahir kembar. Kita sebagai manusia tidak mengenal secara rinci karakter manusia itu sendiri.

Manusia mengenal dan memahami realitas tentang objek-objek melalui sistem simbol yang diciptakan oleh kebudayaan. Amatlah langka seorang manusia yang hidup tanpa kelompok manusia lain. Seseorang amat sulit untuk menjadi seorang manusia yang berbudaya seandainya orang tersebut tidak tumbuh dan berkembang ditengah-tengah kehidupan suatu masyarakat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Herlina. (2018). Konsep Pendidikan Humaniora Terhadap Makhluk Berbudaya. 2, 159–165.

Mahdayeni, M., Alhaddad, M. R., & Saleh, A. S. (2019). Manusia dan Kebudayaan (Manusia dan Sejarah Kebudayaan, Manusia dalam Keanekaragaman Budaya dan Peradaban, Manusia dan Sumber Penghidupan). Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 7(2), 154–165. https://doi.org/10.30603/tjmpi.v7i2.1125

Hermawan, A. H. (2017). Filsafat Pendidikan Islam. In Inspiratif Pendidikan (Vol. 6, Nomor 2). https://doi.org/10.24252/ip.v6i2.5231

Mahdayeni. (2019). Manusia dan Sejarah Kebudayaan, Manusia  Dalam Keanekaragaman Budaya dan Peradaban, Manusia dan Sumber penghidupan.Tadbir:Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Sumaatmadja, Nursid. 2020. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Alfabeta, Bandung

Sulasman,2013, Teori-teori Kebudayaan, Bandung, Pustaka Setia,

Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma BaruPendidikan Nasional. Bandung: Rineka Cipta.Teneko

 

 

 

Honda