Masyarakat Dihimbau Tidak Jadikan Isu Rohingya Pemicu Konflik SARA di Dalam Negeri

PANDEGLANG – Menyikapi tragedi kemanusiaan yang terjadi di daerah Arakan, Rakhine, Myanmar, lembaga publik, Rafe’i Ali Institut meminta masyarakat Indonesia untuk bersikap bijak dan tidak terprovokasi isu yang berkembang.

Berdasarkan rangkuman dari beberapa laporan lembaga kredibel dunia RAI, dalam rilisnya yang diterima Fakta Banten, menyimpulkan telah terjadi dehumanisasi di negara mayoritas beragama budha tersebut.

Dari rangkuman yang dimiliki RAI, menurut laporann UN Office of The High Commissioner for Human Rights (OHCR) tahun 2017, diketahui bahwa 60 ribu lebih etnis Rohingya telah pergi dari daerah konflik karena merasa terancam nyawanya, ribuan korban telah tewas dibunuh secara keji dan sebagian besar lainnya dihilangkan.

Sebanyak 64% dari etnis Rohingya pernah mengalami penyiksaan fisik maupun mental, 52% perempuan Rohingya mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual.

Itu ditambah dengan penangkapan dan penyiksaan selama penahanan terhadap ribuan orang Rohingya, perusakan dan penjarahan rumah, harta benda, makanan dan sumber makanan warga Rohingya, serta pengabaian dan ketiadaan perhatian pada kondisi kesehatan para korban.

Dari kajian yang dilakukan RAI, lembaga publik tersebut bersikap sebagai berikut;

Kartini dprd serang

Rafe’i Ali Institute (RAI) memandang bahwa krisis di Arakan-Rakhine (Rohingya) merupakan krisis kemanusiaan yang berlatar belakang geopolitik negara Myanmar.

Rafe’i Ali Institute (RAI) menyerukan agar komunitas ASEAN, badan dunia PBB harus bertindak tegas dan menekan pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan segala persekusi di wilayah Arakan-Rakhine. Serta mengakui status kewarganegaraan etnis Rohingya dan memperlakukannya secara manusiawi.

Rafe’i Ali Institute (RAI) menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar mengedepankan sikap arif dan bijak dalam menanggapi persoalan Rohingnya. Karena permasalahan Rohingya sungguh sangat kompleks, bukan hanya faktor agama.

“Untuk itu, kita harus menanggapi dengan kepala dingin agar konflik di Myanmar tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk membawanya ke dalam negeri serta membenturkan isu SARA demi keuntungan pribadi/kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun politik,” ujar Direktur Eksekutif RAI, Atih Ardiansyah, Senin (4/9/2017).

Rafe’i Ali Institute (RAI) juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak memperkeruh suasana dengan cara membagikan (share) gambar-gambar atau video sadisme dan kebrutalan, terlebih bila foto atau video tersebut tidak jelas dan terindikasi hoax yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab demi keuntungan pribadi.

Rafe’i Ali Institute mendorong, mendesak, serta mempercayakan kepada pemerintah untuk turut serta dalam upaya rekonsialisasi konflik Myanmar sebagaimana yang termaktub dalam preambule UUD 1945 untuk menciptakan perdamaian dunia. (*)

Polda