Gara-gara Masuk Islam, Beasiswa Mahasiswi IPB Disetop oleh Pemda

Sankyu

FAKTA BANTEN – Seorang mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) asal Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dilaporkan terpaksa berhenti kuliah gara-gara beasiswanya disetop oleh pemerintah kabupaten setempat.

Konon, pemerintah memutuskan menghentikan beasiswa yang disebut Beasiswa Utusan Daerah itu gara-gara si mahasiswi, Arnita Rodelina Turnip, dan keluarganya pindah agama yang semula Nasrani menjadi Islam.

Lisnawati, ibunda Arnita, kemudian melaporkan hal yang dialami putrinya kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut pada awal Juli 2018. Ombudsman segera menindaklanjuti laporan warga Desa Bangun Raya, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun itu.

Ombudsman sudah menginvestigasi sementara laporan Lisnawati meski belum memeriksa langsung otoritas di Pemerintah Kabupaten Simalungun, yaitu kepala Dinas Pendidikan. Namun Ombudsman menduga bahwa Dinas Pendidikan telah menciptakan aturan yang bermotof suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

epala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, mengecam keras kebijakan itu. Ombudsman menjadwalkan meminta keterangan Kepala Dinas Pendidikan Simalungun, Resman Saragih, di Medan pada Selasa, 31 Juli 2018.

“Ini kasus sangat sensitif. Laporannya ke Ombudsman RI ada kebijakan Pemkab Simalungun diduga berbau SARA,” kata Abyadi seperti dikutip VIVA pada Senin, (30/7/2018)

Sementara ini, kata Abyadi, Ombudsman sudah berkoordinasi dengan otoritas IPB di Bogor, Jawa Barat, agar tidak memberhentikan atau drop out status kemahasiswaan Arnita. Ombudsman bahkan mengirim surat langsung kepada IPB agar Arnita tidak di-drop out sampai perkaranya beres atau mendapat kepastian.

SEMPAT DEPRESI

Arnita Rodelina Turnip, mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak berhenti kuliah sempat alami depresi. Arnita belum mengerti alasan beasiswa untuknya dihentikan tiba-tiba, meski dia menduga kuat gara-gara dia pindah agama dari Kristen menjadi Islam.

Sekda ramadhan

Sang ibu, Lisnawati, pun tak terima atas hal yang dialami putrinya. Lisnawati bertekad memperjuangkan hak anaknya meski dia dan suaminya tetap memeluk agama Kristen.

Lisnawati berbagi cerita tentang yang dialami Arnita kepada VIVA saat dia berada di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara di Medan pada Selasa pagi, 31 Juli 2018.

Mula-mula dia sempat kaget ketika mengetahui Arnita telah memeluk Islam. Sebab opini publik bahwa mualaf biasanya berubah menjadi radikal dan teroris memengaruhi pemikirannya. Namun dia tak begitu saja percaya.

Lisnawati sempat berencana mengembalikan keyakinan putri sulungnya itu dengan membaptisnya di gereja. Namun Arnita menolak dengan santun sehingga kedua orangtuanya pun mengalah dan menghormatinya.

“Awalnya saya salah persepsi, mengawur. Makanya saya berkoordinasi dengan keluarga di Jakarta untuk menjemputnya ke Bogor. Bilang dia radikal, kita buat pelepasan untuk baptis kembali. Mau dibaptis, dia (Arnita) menolak,” kata Lisnawati.

Setelah tak lagi kuliah, Arnita memang dipulangkan ke kampung halamannya di Desa Bangun Raya, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tetapi dia kemudian depresi karena merasa tertekan gara-gara telah menjadi muslimah, juga berhenti kuliah.

Arnita berkali-kali mengingatkan kepada kedua orangtuanya dan keluarganya bahwa dia tak menjadi radikal setelah memeluk Islam.

“Dia bercerita sama saya, “Mak, aku tidak radikal; aku tidak dicuci otak. Aku ingin kuliah, berjuang, karena aku mau BUD (Beasiswa Utusan Daerah),” ujar Lisnawati menirukan keluh kesah putrinya.

Arnita juga terus-menerus mempertanyakan alasan beasiswanya disetop, padahal tak ada sesuatu yang dilanggarnya, bahkan nilai akademiknya cukup baik. Dia menduga kuat bahwa semua itu gara-gara dia telah memeluk agama Islam.

“Mamak tahu, aku masuk Islam permisi dengan Mamak dan Bapak. Aku bukan radikal, tolong bantu aku, Mak, keluarkan dari kampung ini,” tutur Lisnawati, menceritakan ulang curahan hati Arnita. (*/Viva)

Honda