SERANG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten mengungkapkan rasa kecewanya terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten, pasalnya KPU sebagai penyelenggara pemilu telah lalai dalam administrasi sehingga dari data daftar pemilih tetap (DPT) yang dirilis KPU Banten hampir 88.599 orang berpotensi kehilangan hak suaranya.
Direktur LBH Rakyat Banten, Raden Elang Yayan menilai, penyelenggara pemilu belum melakukan hal yang sangat substansi dalam melakukan verifikasi daftar pemilih, hal ini diindikasikan dari berpedaan yang mencolok antara DPT Pilgub dibandingkan DPT Pemilu 2014.
Dimana data DPT Pilpres/Pileg 2014 pemilih di Banten sebanyak 7.985.599, sedangkan DPT Pilgub Banten 2017 sebanyak 7.734.485 pemilih. Penurunan DPT sebanyak 251.114 pemilih atau 3,14%.
“Hal yang paling substansi menghilangkan hak pilih masyarakat Banten, dimana dari hasil investigasi dan pemantauan yang kami lakukan pada November – Desember 2016 menunjukan perbedaan validasi DPT pemilih Pilkada Banten 2017 mengalami pengurangan yang signifikan sekitar 3,14% jauh berbanding terbalik jika dibandingkan dengan DPT Pilpres 2014 lalu,” kata Yayan saat melakukan dialog publik dengan KPU Banten, Sabtu (21/1) kemarin.
Menurut Yayan, adanya dugaan penghilangan hak pilih pada Pilgub Banten kali ini berpotensi terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga tidak boleh ada upaya menghilangkan Hak Sipil dan Politik, ini juga sesuai Undang-undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights,” jelas Yayan di aula LBH Rakyat Banten, Pakupatan Serang.
Lanjut Yayan, tidak hanya itu KPU Banten dianggap terlambat dalam mendistribusikan buku panduan PPDP, Formulir Model A.A-KWK dan Formulir model A.A.1-KWK.
“Ini disinyalir ada unsur kesengajaan dari penyelenggara pemilu, ini dapat dilihat dari pengumuman lelang tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ada,” tegasnya.
“Yang seharusnya penetapan DPT tidak terpaku pada KTP elektronik, mangkanya dari DP4 sampai ditetapkannya DPT ada tahapan coklit yang dilakukan oleh PPDP yang tidak berjalan, hal ini dikarenakan PPDP menerima formulir A.A-KWK dan A.A.1-KWK setelah melakukan coklit, sehingga warga masyarakat yang memiliki hak suara tapi tidak memiliki KTP elektronik tidak terdata untuk dimasukan dalam DPS. Ini kesalahan fatal KPU Provinsi Banten, selain itu penetapan DP4 data yang diperoleh dari Disdukcapil tidak disinkronisasi dengan daftar pemilih pemilu sebelumnya (DPT Pilpres), KPU Banten melanggar UU dan PKPU,” jelas Yayan.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Banten, Agus Supriatna menungkapkan bahwa angka tersebut muncul karena calon pemilih tidak terekam dalam DPT yang salah satunya dikarenakan tidak memiliki E-KTP sebagai pra-syarat menjadi pemilih.
“Namun, masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap tersebut masih bisa menggunakan hak suaranya dengan membawa surat keterangan dari Disdukcapil setempat,” kata Agus saat hadir dalam acara tersebut bersama Komisioner KPU Banten, Didih M Sudi.
Data yang dirilis KPU Banten ada 88.599 orang yang berpotensi tidak bisa menggunakan hak pilihnya, karena belum melakukan perekaman e-KTP, dan tersebar ditujuh Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten.
Berikut rincian datanya, Kota Cilegon sebanyak 1.198 orang, Kota Serang sebanyak 120 orang, Kota Tangerang sebanyak 512 orang, Kota Tangerang Selatan sebanyak 8.108 orang, Kabupaten Pandeglang sebanyak 29.635 orang, Kabupaten Serang sebanyak 1.674 orang dan Kabupaten Tangerang sebanyak 47.352 orang.
“Hanya Kabupaten Lebak yang tidak ada,” Didih M Sudi menambahkan. (*)