JAKARTA – Rumah kediaman Ketua Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Buya Abdul Majid, yang berlokasi di Kramat Lontar, Senen, Jakarta Pusat diserang ratusan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan puluhan massa yang diduga kelompok Ambon.
Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 23.40 WIB. Namun, sampai berita ini diturunkan, belum diketahui motif penyerangan tersebut.
Sejumlah warga yang kebetulan berada di lokasi menuturkan, kericuhan yang terjadi di depan kediaman Ketua FPI DKI Jakarta, Buya Abdul Majid, berawal saat datangnya ratusan massa yang diduga dari Banser dan kelompok Ambon tiba-tiba menyeruduk rumah yang beralamat di Keramat Lontar,Senen, Jakarta Pusat.
“ini kejadiannya di rumah Buya Majid, ketua FPI DKI yang diserang Ambon dan Banser. sangat tiba-tiba. Sebagian merapat ke sana tapi sebagian di Markas FPI Petamburan,” kata Alby Alatas melalui akun twitternya.
Warga Lainnya, Abdullah juga menginformasikan hal serupa. Menurutnya, kericuhan terjadi karena massa dari banser dan Ambon tiba-tiba meringsek ke kediaman Ketua FPI DKI Jakarta tersebut. Puluhan FPI yang kebetulan berada di lokasi pun berusaha menghalau kelompok Banser dan Ambon tersebut.
“Ya, tiba-tiba diserang kelompok yang mengatasnamakan Banser dan ormas lain, yang mirip Ambon,” terangnya.
Sampai berita ini diturunkan, lokasi bentrok sudah dapat dikendalikan oleh aparat berwajib. kedua belah pihak sudah berhasil dipisahkan, meskipun masih bergerombol di sejumlah titik di dekat lokasi kericuhan.
“Sudah dibubarkan aparat, tapi mereka masih bergerombol. Warga takut juga, takut kena imbas aja,” ungkapnya Abdullah.
Berikut kronologis peristiwa penyerangan di Kramat Lontar, seperti disampaikan Ketua FPI DKI di Kramat Lontar, Buya Abdul Majid kepada Panjimas:
Kronologis Peristiwa di Kramat Lontar
Pada hari Senin, 17 April 2017, pukul 17.00 WIB sore, dua buah truk besar mengangkut tenda datang ke rumah Buya Majid, Ketua Tanfidz DPD FPI DKI. Buya merasa heran dengan kedatangan truk pengangkut tenda tersebut, mengingat dirinya tidak memesan tenda. Setelah dijelaskan, orang yang mengantar tenda tersebut lalu bilang maaf, salah alamat.
Usut punya usut, tenda tersebut dipesan oleh Saudari Ita, Ketua RELANU DKI yang beberapa waktu lalu mengadakan pengajian dan mendatangkan Paslon No. 2, Djarot Hidayat ke rumahnya. Saat itu warga menolak dengan kehadiran Djarot, acara pun bubar. Saudari Ita adalah putri dari Ibu Hizbiyah, Tokoh Fatayat NU.
Rumah Ita kemudian didatangi oleh perwakilan dari warga, Bang Japar dan ACTA. Tapi si empunya rumah malah keluar, sambil berteriak-teriak memaki tim ACTA, dan memprovokasi warga. Mereka merasa diawasi dan menuduh ACTA menfitnah mereka.
Di lapangan, warga mendapati tiga buah mikrolet yang diparkir untuk menjeput ibu-ibu dari acara pengajian yang diadakan oleh timses nomor dua di rumah Ibu Ani. “Dari situ ibu-ibu pengajian tersebut dibawa ke rumah Saudari Ita karena letaknya dekat.”
Buya melanjutkan, salah seorang ibu yang keluar dari rumah Ita telah direkam dengan membawa sebuah kantong plastik entah berisi apa. Rupanya, akan ada pembagian sembako, tepatnya setelah pengajian, tapi pembagiannya tidak jadi di lokasi sini. Kabarnya, sembako itu akan dibagi di GOR Senen, sekaligus acara Istighosah. Dari dalam mikrolet, warga menemukan sejumlah kotak makanan dan tumpukan sajadah yang masih baru sebagai barang bukti (barbuk).
Pihak ACTA rencananya akan melaporkan hal ini ke Panwaslu. Tak mau kalah, Ibu Hizbiyah juga melaporkan tim ACTA ke Polres Jakarta Pusat. Pantauan Ketua RW 07 (Bapak Murni) dan beberapa petugas kepolisian ada di dekat Jalan Sentiong.
Akhirnya team ACTA dan warga pun membubarkan diri. Pada pukul 00.00 WIB, Buya Majid yang baru pulang dari ceramah Isra Mi’raj di Poltangan, Pasar Minggu, sudah melihat kerumunan massa yang tak dikenal di sekitar Kramat Lontar.
Tiba-tiba sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, warga mendatangi rumah Buya Majid. Warga hendak melaporkan, bahwa ada konsentrasi massa berseragam Banser dan sejumlah preman bertampang Ambon di sekitar Kramat Raya. Sontak, warga keluar dan menghalau mereka. Melihat warga kompak membuat barikade, massa berseragam Banser dan berwajah Ambon itu mundur. Tapi, jumlah mereka kian banyak.
“Kami pun tidak tinggal diam. Saya segera menelpon laskar FPI. Sambil mengacungkan senjata tajam, massa berseragam Banser dan preman-preman itu menuju rumah kami, sambil berteriak, mana kyai?! Keluar!!.” Lalu mereka kembali merangsek masuk ke Jalan Kramat Lontar.”
Setelah itu, di depan kantor KPJ (Komunitas Peduli Jakarta), mereka mulai memukuli orang-orang yang sedang duduk. Di warung, dan di jalan. Tiga orang laskar yang sedang duduk memesan kopi jadi sasaran mereka.
Kira-kira 10 meter dari rumah Buya Majid, sontak warga bersama laskar berhadapan langsung dengan preman bertampang Ambon dan massa berseragam Banser. Sempat terjadi bentrok fisik di barisan depan. Karena jumlah kami cukup banyak, akhirnya mereka lari tunggang langgang.
Terlihat ada beberapa wartawan yang sedang meliput di TKP. Anehnya, tak ada satu pun aparat yang datang. Padahal Polres Jakarta Pusat cukup dekat dengan kediaman Buya Majid.
Setelah situasi mereda, baru kemudian Kapolres Jakpus datang ke lokasi dan meminta untuk tetap menahan diri. Situasi mulai kondusif dan Kapolres minta pada Buya untuk membubarkan warga dan laskar yang berjaga-jaga dari serangan preman dan kelompok berseragam Banser tersebut.
Dalam pantauan warga, saat itu para preman masih ada di sekitar Gedung Palang Merah Indonesia (PMI) di Jalan Kramat Raya dan Kawi-Kawi, Sentiong. Hingga pagi ini situasi kembali kondusif. Allah Maha Pelindung, Allah Maha Besar. Allahu Akbar! Allahu Akbar.
Demikian kronologis, seperti disampaikan Buya Abdul Majid. (*)
Sumber: Panjimas