3 Orang Nelayan Asal Kramatwatu Diduga Jadi Korban Salah Tangkap Terkait Penyelundupan Baby Lobster
SERANG – Tiga orang nelayan asal Desa Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang ditangkap oleh polisi saat mengantar penumpang yang menyelundupkan Baby Lobster.
Padahal, ketiga nelayan yang diketahui bernama Arifin, Marwan dan Juher ini hanya menjadi jasa angkutan kapal perahu menuju Lampung.
Ketua BPD Desa Terate, Muhammad Toha mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada (5/5/2021) beberapa waktu lalu sebelum Lebaran Idul Fitri 2021.
Ia menceritakan bahwa warganya yang berprofesi sebagai nelayan itu mendapat tawaran dari seseorang yang tidak dikenal untuk mengantarkannya ke Lampung menggunakan kapal.
“Peristiwanya mah tanggal 5 Mei sebelum Lebaran. Sebelum lebaran kejadiannya jadi ada orang mungkin dari pihak pemilik barang datang ke salah satu warga sini yang mungkin kenal dekat mencari sewaan perahu untuk orang mudik karena ada penghalang Prokes mangkannya dia pake jalur perahu nelayan untuk nyebrang ke Lampung,” ujarnya kepada awak media, Kamis (10/6/2021).
Saat itu ketiga nelayan itu akan diberikan upah sebesar Rp4 juta untuk mengantarkan mereka.
“Kalo ditanya waktu itu bahasa gini, untuk mudik sekitar 20 orang dan membawa barang berupa ikan asin. Disitu tawar menawar lah, karena nelayan itu tergiur dengan upah sekitar Rp 4 juta, lumayan buat Lebaran,” katanya.
Pada malam harinya, mereka pun mempersiapkan perahu untuk berangkat menuju Lampung. Namun ketiga nelayan tersebut dikatakan Toha, tidak berfikir negatif terkait barang-barang yang mereka bawa.
“Berangkatnya itu malam, nelayan persiapkan perahu. Karena waktu itu mereka bilangnya ikan asin, ya nelayan tidak berfikir macam-macam ya. Posisi nelayan di perahu tidak ada, dan lagi persiapkan yang lainnya,” tuturnya.
“Bahkan pertama datang itu kaya dorongan bayi, ransel dan satu lagi kaya berupa tempat tidur kecil. Orang kan yang di lihat itu tuh ya itu dikira orang mudik,” lanjutnya.
Namun saat hendak berangkat, ternyata hanya tiga orang saja yang akan pergi menuju Lampung. Namun lagi-lagi nelayan tersebut tidak berfikir negatif apapun.
“Tapi nyatanya yang berangkat itu sekitar 3 orang dengan barang. Tapi nelayan itu kan berfikirnya targetnya sampai dan dapet ongkos aja,” ucapnya.
Namun setelah sampai di Lampung, diceritakan Toha, mereka tiba-tiba langsung disergap oleh Polairud daerah Lampung lantaran barang-barang yang dibawa oleh penumpangnya itu tidak lain adalah Baby Lobster.
“Pas sampai di Lampung disergap oleh Polairud, dan nelayan kami tahu itu isinya baby lobster itu pas udah disergap. Tapi setelah itu kan berangkat berenam, yang tiga nelayan kita mah ditahan, yang tiga nganter barang (penumpang) mah di lepasin,” tegasnya.
Pihaknya pun mengaku merasa ada yang aneh dengan hal itu, padahal warganya yang ditangkap tersebut hanyalah mengantar penumpang dan tidak tahu menahu soal Baby Lobster.
“Mangkannya kades kita ini ngotot pengen memperjuangkan, karena di sini ada ketidakadilan. Nelayan kita dibohongi untuk nganter itu, yang pemilik barang baru dinyatakan DPO pas udah di lepasin, itu pun tidak semuanya DPO hanya satu diantara tiga orang,” tuturnya.
“Nyatanya mereka menyatakan lepas itu katanya lolos dengan punya surat, entah surat pemeriksaan prokes atau apalah,” jelasnya.
Setelah satu minggu setelah kejadian, ia mengatakan baru satu orang dinyatakan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Baru seminggu kejadian itu baru satu dinyatakan DPO. Kalo kita sudah dua kali kirim perwakilan untuk mencoba memfasilitasi nelayan ini supaya bebas. Tapi katanya posisi itu sudah dilimpahkan ke kejaksaan, sudah P21,” ungkapnya.
Pihak desa pun menyerahkan masalah ini kepada pengacara dan berharap agar warganya tersebut dapat dibebaskan, lantaran mereka dikatakan tidak bersalah. (*/Roel)