Diduga Ilegal, Warga Desa Pejaten Serang Tolak Proyek Wisata Gunung Pinang
SERANG – Mayoritas warga di wilayah Desa Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, menyatakan penolakan terhadap aktivitas proyek wisata alam di kawasan Gunung Pinang yang diduga belum mengantongi izin lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Mewakili warga, Ketua Karang Taruna Desa Pejaten, Agung Saeful, mengungkapkan bahwa proyek tersebut telah berjalan selama lebih dari satu minggu tanpa adanya koordinasi dengan pihak desa maupun masyarakat sekitar.
“Kegiatan pembangunan wisata itu sudah berjalan, pohon-pohon sudah ditebang, sementara masyarakat khawatir akan dampak banjir dan longsor terutama saat musim hujan,” ujar Agung kepada Fakta Banten, Selasa (29/4/2025).
Menurut Agung, kawasan Gunung Pinang sebelumnya dikenal sebagai hutan lindung yang seharusnya dilestarikan.
Ia juga menyesalkan tidak adanya transparansi administratif dari pihak pengelola proyek.
“Dulu pihak Perhutani menyatakan kawasan itu hutan lindung yang tidak boleh ditebang. Tapi sekarang pohonnya gundul dan sudah ada penerangan di malam hari. Ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat,” jelasnya.
Agung menambahkan bahwa pihaknya telah meminta dokumen legalitas seperti izin pembangunan dan Amdal, namun pengelola proyek tidak dapat menunjukkan bukti tersebut.
“Kami minta surat-surat izinnya, tapi tidak bisa dibuktikan. Masyarakat ingin ada keterbukaan, bukan hanya segelintir orang yang tahu,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa proyek tersebut melibatkan pihak swasta yang berasal dari luar daerah, namun ironisnya justru tidak melibatkan masyarakat setempat secara administratif.
“Ini proyek besar, tapi tidak ada komunikasi dengan pemerintah desa. Sangat disayangkan, bahkan Perhutani Provinsi Banten pun belum mengambil langkah administratif yang menyeluruh,” tegas Agung.
Senanda dengan hal itu, Kepala Desa Pejaten, Ahmad Rofei, menyatakan bahwa mayoritas warga, baik kalangan muda maupun tua, secara tegas menolak keberadaan proyek tersebut.
“Sebelum pohon-pohon ditebang saja kawasan itu sudah sering banjir, apalagi sekarang tidak ada lagi penahan air. Selain banjir, warga juga khawatir akan potensi longsor karena kawasan yang ditebang berada di area dengan curah hujan tinggi,” ujarnya.
Rofei menambahkan, hingga saat ini tidak ada koordinasi dari pihak pelaksana proyek kepada pemerintah desa.
Ia menerima laporan dari RT dan RW setempat bahwa tidak ada izin resmi atas kegiatan tersebut.
“Insya Allah, besok akan ada audiensi antara pihak desa, Perhutani, dan Karang Taruna untuk menyampaikan keberatan dan menuntut kejelasan,” katanya.
Ia berharap pertemuan tersebut dapat berlangsung kondusif dan menjadi langkah awal untuk menghentikan proyek yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar.
“Intinya, masyarakat Desa Pejaten tidak ingin proyek ini dilanjutkan. Kami hanya ingin memastikan keselamatan dan kenyamanan warga tetap terjaga,” tandasnya.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Subseksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perusahaan pada Perum Perhutani KPH Banten, Adang Mulyana mengatakan yang menggarap proyek pembangunan ini ialah PT Tampomas Putraco.
Perusahaan tersebut ditunjuk oleh Perhutani untuk membangun ulang kawasan wisata Gunung Pinang.
“Gunung Pinang memang dijadikan wisata, asalnya juga wisata kewenangannya di Perhutani, pelaksanaannya (pembangunan) 2 tahun, per 2 tahun ditandatangani 8 April 2025, berarti berakhir 7 April 2027,” tutupnya.(*/Nandi)