Eksploitasi Gunung Pinang dan Pekatnya Debu Jalan Serang-Cilegon

SERANG – Bermula dari keluhan warga yang merasa terganggu dengan banyaknya tumpahan material tanah liat dan batu krikil saat melintasi Jalan Raya Cilegon-Serang, akhirnya terungkap rusaknya kawasan hijau lereng Gunung Pinang, yang berlokasi di belakang Kampung Toyomerto, Desa Wanayasan Desa Sukadalem, Kecamatan Kramatwatu. Pasalnya, saat ini kawasan tersebut menjadi tandus dan terdapat kubangan-kubangan akibat aktitvias eksploitasi tambang galian C.

“Dari Lampu Merah JLS – akses Tol Timur Cilegon sampai Toyomerto jalannya berdebu dan banyak tanah, krikil dan lubang. Ini merusak mata, pernafasan dan bahaya, karena sering ada motor yang jatuh,” ungkapnya, kepada faktabanten.co.id, Sabtu (16/3/2019).

Dari penelusuran langsung di lokasi pada Minggu (17/3/2019) siang, diketahui material tanah dan krikil yang jatuh di jalan nasional tersebut, berasal dari truk-truk angkutan dari lokasi tambang galian C di Lereng Gunung Pinang. Tampak ada sekitar belasan titik lokasi penambangan yang sedang beroperasi mengeruk dengan alat berat eskavator dan memuatnya ke truk-truk besar jenis tronton. Ironisnya ada beberapa truk yang terpantau tidak menutup terpal pada bak berisi muatan yang jatuh ke jalan dan terbang ke udara.

Ada puluhan eskavator yang sedang membabat kawasan hijau tersebut, yang dikhawatirkan bisa menyebabkan banjir di pemukiman warga yang letaknya tidak terlalu jauh dari kerusakan alam tersebut.

Bahkan, di lahan yang sepertinya bekas dilakukan penambangan, karena terdapat kubangan besar, terdapat Papan Keterangan yang menyatakan tanah milik negara. Dimana aset tersebut dalam Pengawasan dan Penguasaan Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang luasnya 775.315 meter persegi.

Dari sekitar 5 perusahaan yang melakukan penambangan di kawasan hijau lereng Gunung Pinang, diketahui dari salah satu kepala pengawas nama empat perusahaan. Saat coba dikonfirmasi, kepala pengawas tambang milik PT. KGB, yang mengaku bernama Amin mengatakan pemilik tambang sedang tidak ada di lokasi.

“Langsung sama bos saja pak, saya mah gak tahu soal perizinan, kerusakan dan keluhan itu. Saya pengawas saja. Bosnya Pak Tarigan. Tapi yang lain juga ditanya juga dong, kan banyak, sepuluh titik tambang mah lebih, perusahaan juga banyak, lima mah ada. Saya di PT. KGB. Kan ada juga PT. SJA, PT. BU, PT. PMP,” ujarnya.

“Bos mah jarang ke lokasi pak, apalagi ini hari Minggu. Kita ada batu belah, boldas, tanah urug. Banyaknya sih dibawa ke Wilmar, ke tempat lain juga ada,” imbuhnya.

Begitu juga saat coba konfirmasi ke lokasi tambang lainnya, Kasir PT. SJA yang mengaku bernama Eka, juga mengatakan pemilik tambang sedang tidak ada di lokasi tambang.

“Ini pemiliknya pak Abadi, gak ada kang, coba aja hubungi pak Pri dulu,” ujarnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada pemilik tambang galian C yang bisa dikonfirmasi terkait keluhan masyarakat akan kotor dan tercemarnya jalan nasional Cilegon- Serang, dan Izin Usaha Penambangan (IUP).

Dan meskipun para pengusaha tersebut mengantongi dokumen IUP, sepertinya perlu untuk dilakukan kajian ulang oleh pemerintah terkait, mengingat parahnya kerusakan di kawasan tersebut yang kemungkinan tidak sejalan dengan amanah Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apalagi terdapat tanah aset negara di dalamnya. (*/Ilung)

Honda