Reformasi Birokrasi Pemprov Banten, Bukan Politik Akomodatif
SERANG – Rotasi dan mutasi yang dilakukan di jajaran OPD Provinsi Banten beberapa waktu lalu, diharapkan dapat memberikan kontribusi dan optimalisasi peningkatan kinerja para birokrat Banten ke arah yang lebih baik.
Pengamat politik, penulis, cendikiawan muslim yang merupakan akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, Eko Suprianto angkat bicara menyoal rotasi jabatan yang dilakukan Gubernur Banten Wahidin Halim.
Ia berharap rotasi dan mutasi yang dilakukan sebagai sarana koreksi perbaikan pemerintahan dan didasari atas dasar kinerja dan pertimbangan akademik. Karena peran pimpinan daerah sangat vital untuk memajukan daerah, dan keduanya tak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan elemen lain, terutama birokrasi.
“Rotasi mutasi bukan politik akomodasi. Rotasi mutasi sepenuhnya adalah hak prerogatif gubernur. Meski demikian, idealnya Rotasi mutasi tidak ditempatkan sebagai instrumen untuk melakukan akomodasi politik terhadap kekuatan politik yang ada,” kata Eko melalui WA messenger, Rabu (11/4/2018).
Dikatakan Eko, perlu diketahui Pemprov Banten masih diisi oleh aparatur pemerintahan yang dinilai tidak kompeten, tidak profesional, dan tidak disiplin. Di Banten masih banyak yang bekerja dengan metode 804.
“Masuk pukul 8, pulang pukul 4 petang, di tengah-tengah kosong alias tidak tampak batang hidungnya,” ucapnya.
Menurutnya, dalam tradisi kebijakan publik ada yang disebut dengan hasil audit PNS, para PNS akan dikelompokkan dalam empat kategori yakni PNS yang berkinerja baik dan kompeten yang tentu kelompok masa depan dan harus diganjar promosi, PNS yang kinerjanya baik, tetapi tidak kompeten. Menurutnya, Kelompok yang ini harus dikirim ke lembaga pendidikan, PNS yang kinerjanya buruk, tetapi kompeten.
Dikatakan Eko, walaupun lebih baik mengambil program karir kedua, nah kelompok ini harus dirotasi, yang terakhir PNS yang kinerjanya buruk serta tidak kompeten pula.
“Jelas, ini harus di pensiun dinikan,” ucapnya.
Soal kinerja PNS, menurut Eko, setiap pegawai mesti memiliki program kerja, rencana aksi, termasuk time frame dan biayanya.
“Jangan dibalik ya. Sebab PNS biasanya money follow function. Anggarannya berapa, baru mikir apa yang mau dilakukan dengan uang itu. Akibatnya, ya apa lagi kalau bukan buat dibagi-bagi? Lalu rakyatnya tak dapat apa-apa dan Gubernurnya dicaci-maki. Memang tidak mudah mengorganisasi hal ini,” ujarnya.
Dikatakannya, sekecil apa pun kebijakan yang akan diambil di lingkungan birokrasi akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan kegiatan yang akan dan sudah dilaksanakan.
“Dukungan yang tidak sepenuhnya dilakukan oleh seluruh OPD akan berdampak langsung pada persoalan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya,” ucapnya.
Pemerintahan WH-Andika, diterangkan Eko, harus memanfaatkan SOTK (Sistem Orfanisasi Tata Kerja) baru untuk Optimalisasi Kinerja. Gubernur Banten perlu mematangkan langkah dan strategi dalam pengisian SOTK sebab konsep the right man on the right place menjadi kata kunci tercapainya visi misi Gubernur.
“Agar pengisian SOTK memiliki akuntabilitas maka perlu memperhatikan tujuannya yakni mengoptimalkan fungsi pelayanan serta mampu mendorong dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah saat ditemui usai musyawarah rencana pembangunan RKPD Provinsi Banten hari Selasa tanggal 10 April 2018 di Hotel Ultima Ratu mengatakan bahwa reformasi birokrasi bukan sekedar rotasi promosi yang menggugurkan kewajiban semata tetapi harus dengan adanya perbaikan yang memiliki sasaran dan target yang jelas. Dewan sendiri menurutnya mengawal pembahasan RPJMD termasuk dengan program prioritas pemprov Banten.
“Dari sisi kebijakan pak gubernur yang tadi pak gubernur sampaikan juga bahwa beliau diberi kewenangan untuk melakukan diskresi disisi yang lain ya itu tinggal di lihat di sisi mana penguatan dari kebijakan itu harus dilakukan,” tukasnya.
“Yang saya tekankan reformasi birokrasi kan perbaikan, bukan hanya rotasi promosi tanpa ada perbaikan-perbaikan kedepan, kalau tidak ada perbaikan itu namanya berarti bukan reformasi birokrasi, itu hanya mindah-mindahin orang doang,” tegasnya. (*/Ndol)