EBAK– Ketua GERAK Indonesia (Gebrakan Advokat Indonesia), Erick Yusrisal, SH., angkat bicara terkait dugaan pemukulan kepada salah satu wartawan yang sedang bertugas beberapa waktu lalu.
Berdasarkan kronologis yang diceritakan korban (Gusriyan-red) , bahwa delik aduan yang diadukannya telah memenuhi unsur pidana dalam KUHP Pasal 170 bukan Pasal 352 yang selama ini ditetapkan oleh penyidik kepolisian.
Saat dihubungi via telpon oleh wartawan fakta banten, Sabtu (27/1), Erick menjelaskan dalam Openlijk Geweld yaitu melakukan kekerasan secara terang-terangan dimuka umum telah terpenuhi sesuai Yurisprudensi tetap No. 10 K/Kr/1975 tanggal 17-03-1976.
“Hasil visum sudah keluar, artinya luka-luka itu ada dan dilakukan di tempat umum oleh beberapa orang,” katanya.
“Kejadian tersebut dilihat oleh beberapa orang yang sedang bekerja di pertambangan pasir, sehingga berakibat terganggunya ketertiban umum,” jelas Anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) angkatan XII ini.
Sedangkan, kata dia, Pasal 352 itu penganiayaan dilakukan tidak terang-terangan atau tidak ditempat umum seperti yang diterapkan kepada para tersangka pemukulan beberapa waktu ini.
“Jangan sampai ada indikasi atau dugaan suap menyuap perubahan pasal. Jika mengarah dan terbukti sangat mencoreng intitusi Polri, tentu kami akan laporkan kepada Propam,” ungkapnya.
Sekretaris GERAK Indonesia, Ghodam, SH., juga mengatakan, Polisi bekerja harus berdasarkan laporan korban bukan berdasarkan pengakuan para pelaku, karena pelaku itu pasti tidak mengaku atas perbuatannya, apalagi jika saksi itu adalah awal dari penyebab permasalahan.
“Ketua RW tersebut juga harus masuk turut serta dalam melakukan pengeroyokan, karena mereka bersama-sama. Dan jika dikaji, permasalahan diduga akibat RW, sehingga ketiga orang bersamanya datang melakukan pengeroyokan kepada Gusriyan,” jelasnya.
Menurut Ghodam, telah dijelaskan dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 916K/Pid/1989 tanggal 17 Juni 1989 memuat kaedah hukum Pasal 170 KUHP peran peserta masing-masing tidaklah releven, sudah cukup keikutsertaannya dengan melakukan sesuatu kekerasan, bagaimanapun ringannya, peranan itu berarti bagi pelaku yang dibuktikan bahwa adalah khusus perbuatan kekerasaannya yang mengakibatkan luka (ayat 2 ke 1), luka berat (ayat 2 ke 2), mati (ayat 2 ke 3).
“Artinya jelas bagaimanpun rigannya luka tersebut tetap masuk Pasal 170 jika kekerasan dilakukan secara terang-terangan,” katanya.
Sebelumnya, Gusriyan menceritakan kronologis terjadinya pengeroyokan, berawal dari perdebatan dengan Ketua RW, Dede terkait adanya penutupan tambang pasir yang dinilai tidak adil, karena tambang pasir lainnya dilokasi yang sama berjalan.
Akibat perdebatan didepan umum dan dilihat para pekerja tambang tersebut, Dede pergi meninggalkan Gusriyan begitu saja.
Selang beberapa menit kemudian, Dede dan Kepala Desa Ahmad Yani beserta Entep dan Ronal datang menghampiri Gusriyan dan berbicara kasar dengan nada marah dan melakukan penyerangan disertai dengan cekikan ke leher korban, namun berhasil dilerai oleh orang-orang yang berada di TKP.
Selanjutnya permasalahan ini diadukan ke Polsek Bayah dan di pidana Pasal 170 KUHP, namun ada pernyataan dari Kapolsek Bayah di media akan adanya perubahan Pasal 170 menjadi Pasal 352 dengan alasan melihat pertimbangan dan bukti visum terdapat luka ringan. (*/Sandi)